²©²ÊÍøÕ¾

Terungkap 2 Kunci Sukses Bisnis Tionghoa, Salim-Riyadi Buktinya

Muhammad Fakhriansyah, ²©²ÊÍøÕ¾
07 February 2024 16:35
Warga keturunan Tionghoa melaksankan sembahyang di Vihara Amurva Bhumi, kawasan Karet Semanggi, Jakarta, Jumat (24/1/2020). Ibadah tersebut dalam rangka Tahun Baru Imlek 2571/2020. 


Tahun Baru Imlek selalu menjadi ajang perayaan terbesar bagi etnis Tionghoa, tidak hanya di negara asalnya tapi juga di seluruh dunia salah satunya di Indonesia.



Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada hari ke-15.


Perayaan Imlek ini meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Thian dan yang terakhir dilakukan adalah perayaan Cap Go Meh. Tujuan dilakukannya sembahyang tersebut, sebagai rasa terima kasih atau rasa syukur untuk menyambut Tahun Baru.


Salah satu ciri khas dalam setiap perayaan Imlek adalah serba warna merah. Dalam budaya China, warna merah diidentikkan sebagai simbol kebahagiaan, kesehatan dan kemakmuran. 

Warna merah juga dipercaya dapat menangkal roh jahat dan mendatangkan keberuntungan.



Warna merah juga dipercaya dapat mengusir Nian atau sejenis makhluk buas yang hidup di dasar laut atau gunung yang keluar saat musim semi atau saat tahun baru Imlek.



Perayaan Imlek diyakini amat penting untuk memperoleh keberuntungan di tahun mendatang.


Tahun Baru Imlek sekaligus menandai dimulainya shio baru. Imlek tahun ini adalah shio tikus logam.



Warna merah dalam pakaian yang dikenakan adalah warna keberuntungan orang China. Warna itu dipercaya menakuti roh-roh dan nasib buruk.




Di Vihara Amurva Bhumi juga menampilkan atraksi Barongsai. Pagelaran Barongsai selalu ada setiap perayaan Imlek. 


Menurut kepercayaan orang China kuno, tarian barongsai menjadi cara untuk mengusir setan dan roh jahat. 




angpau juga dipercaya makin memperlancar rezeki di kemudian hari. Membagikan angpau pada saat Imlek berkaitan dengan transfer energi dan kesejahteraan yang juga dipercaya memperlancar rezeki di kemudian hari. (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto).
Foto: Warga keturunan Tionghoa (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto).

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Masyarakat Tionghoa dikenal pandai berbisnis hingga sukses dan kaya raya. Atas dasar inilah, banyak orang ingin meniru langkah mereka.

Menariknya, kesuksesan mereka berbisnis bukan cuma karena perhitungan ekonomis. Tetapi juga berkat menjalani hal dasar seperti menghormati leluhur dan orang tua atau dalam konteks lebih luas menghormati keluarga. 

Irene dan Rosalie dalam Achieving Business Success in Confucian Societies: The Importance of Guanxi (Connections) (2016) mencoba menjelaskan hal ini. Bagi masyarakat Tionghoa keluarga adalah segalanya. 

Dalam pandangan tradisional China, berhasil mengharumkan nama keluarga adalah kejayaan luar biasa. Maka, tiap orang tua pasti akan mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai kebajikan agar generasi selanjutnya dapat menjaga atau membesarkan kejayaan keluarga.

Apabila awalnya hidup susah, setiap orang Tionghoa bakal berjuang lebih keras agar anak-anaknya tak merasakan yang sama. Caranya bisa dengan menyekolahkannya atau memberi pelajaran-pelajaran non formal.

Jika perubahan bisa tercapai, maka satu keluarga bisa berjaya dan bahagia. Atas dasar inilah, dalam konteks bisnis misalkan, banyak bisnis yang dikendalikan oleh satu keluarga Tionghoa dari generasi ke generasi. 

Sedangkan, apabila kesuksesan sudah tercapai, maka tugas generasi selanjutnya diharuskan menghormati leluhur dan orang tua. Mereka tidak boleh menjelek-jelekan para leluhur.

Jika sudah sukses diharuskan pula untuk membangun kampung halamannya. Apabila tidak dilakukan, dikhawatirkan kehidupannya akan sulit dan tidak berkah.

Atas dasar ini juga, apabila membaca kisah-kisah orang sukses dari etnis Tionghoa, hampir seluruhnya melakukan hal ini. Pengusaha Sudono Salim, misalkan.

Dalam karya Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016) dijelaskan, bahwa Salim saat sudah sukses menjadi pengusaha bersumbangsih besar bagi kemajuan tanah leluhurnya di Fujian, China. Dia bolak-balik Indonesia-Fujian buat berziarah atau memberi bantuan untuk tanah kelahirannya. 

Begitu pula pengusaha Mochtar Riady. Lewat autobiografinya berjudul Manusia Ide (2016), Bos Lippo Group itu bercerita soal pengabdiannya pada kampung halaman di China.

Pengabdian ini dilatarbelakangi oleh ucapan neneknya semasa kecil yang memberi saran untuk tidak lupa leluhur dan kampung halaman. Alhasil, Riady yang sempat jadi Direktur BCA itu, sempat kembali ke tanah kelahirannya di Putian untuk mengatasi kemiskinan dan memajukan daerah tersebut sekitar tahun 1990-an. 


(mfa/sef)

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular