²©²ÊÍøÕ¾

²©²ÊÍøÕ¾ Insight

Ini Beda Fenomena Antre Beras Zaman Soekarno & Jokowi

MFakhriansyah, ²©²ÊÍøÕ¾
28 February 2024 18:25
Antusias warga membeli beras SPHP di Kawasan H. Berit, Jakarta Barat, Senin (26/2/2024). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Foto: Antusias warga membeli beras SPHP di Kawasan H. Berit, Jakarta Barat, Senin (26/2/2024). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Perubahan iklim dan cuaca membuat harga beras mengalami peningkatan di pasaran saat ini. Akibatnya banyak orang pening karena harga makanan pokoknya berubah.

Alhasil, banyak dari mereka yang rela mengantre lama untuk mendapatkan beras murah dari pemerintah. Pemerintah menyediakan beras dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijual ke konsumen Rp 53.000/karung 5 Kg. Harga ini memang jauh lebih murah daripada harga di pasar.

Fenomena orang mengantre beras mengingatkan kejadian pada masa lalu, tepatnya di era akhir kekuasaan Soekarno. Hanya saja penyebabnya bukan karena perubahan iklim, tetapi oleh kebijakan politik pada masa itu. 

Masa-masa suram tersebut terjadi sejak dekade 1960-an. Kala itu, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan ekonomi terpimpin. Lewat kebijakan itu, semua hal yang berbau ekonomi dikendalikan oleh negara. Rakyat tak bisa berbuat apapun.

Boediono dalam Ekonomi Indonesia (2017) menjelaskan, semua kebijakan pembangunan berlandaskan kepentingan politik, bukan ekonomi. Alhasil, secara perlahan kondisi ekonomi Indonesia carut marut.

Ditambah lagi, di dekade 1960-an, Soekarno juga memutuskan memerangi Belanda untuk merebut Irian Barat dan memerangi Malaysia. Kedua hal non-ekonomi itu praktis menyedot anggaran belanja negara. Pada titik ini, rakyat menjadi korban. 

Jurnalis dan saksi sejarah kejadian tersebut, Rum Aly, dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 Mitos dan Dilema (2006:87) menceritakan periode tersebut jadi tahun-tahun sulit masyarakat. 

"Kebutuhan makan-minum sehari-hari naik dua kali lipat dari setahun sebelumnya, dan dibandingkan dengan tahun 50-an, kenaikannya adalah lima sampai sepuluh kali lipat," kenangnya. 

Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh menipisnya stok barang, salah satunya beras yang jadi makanan pokok orang. Beras kala itu sangat langka. Untuk mengatasi, Soekarno bahkan sampai mengimpor beras dari China, sekalipun beras tersebut berkualitas jelek. 

Meski begitu, rakyat tak ada pilihan lain dan tetap mengantre untuk mendapatkan beras tersebut. 

Kelangkaan ini mencapai puncak pada tahun 1966. Dalam Ekonomi Indonesia 1800-2010 (2012) dijelaskan, saat kondisi inflasi mencapai 650%, Soekarno menyetop impor beras karena ketiadaan cadangan devisa. Alhasil, beras super langka.

Pemerintah memberi jatah tiga liter beras kepada satu keluarga. Untuk mendapatkan rakyat harus antre dari subuh di tempat-tempat yang sudah ditentukan pemerintah. Situasi seperti ini yang membuat pamor Soekarno turun di mata masyarakat.

Sejak itulah, gelombang demonstrasi menuntut penurunan harga bahan pokok dan lengsernya Soekarno marak terjadi. Apalagi di saat bersamaan Soekarno dianggap tak serius mengatasi masalah tersebut. Dan ini memang terbukti saat kebijakannya berulang kali gagal. Bahkan, di saat demonstrasi tersebut, berdasarkan dokumentasi dari National Broadcasting System, Soekarno masih sempat mengadakan pesta kebun di Istana Negara. 

Pada akhirnya, berkat kejadian tersebut ditambah terjadinya intrik politik elite negara, Soekarno terjungkal dari kursi kepresidenan. 


(mfa/mfa) Next Article Berjasa Besar Buat RI, Soekarno Dapat Pensiun dari Negara?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular