Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bisnis kuliner memang terbilang susah-susah gampang. Bahkan tak sedikit pula banyak tempat makan yang memilih tutup karena banyak persaingan.
Kendati demikian, ada pula berapa tempat makan yang bisa bertahan dalam beberapa dekade. Misalnya di Jakarta, ada tempat kuliner yang menyandang label legendaris dan masih diminati pengunjung.
Lantas apa sajakah itu, berikut adalah tempat kuliner legendaris yang masih bertahan dalam beberapa dekade di Jakarta yang berhasil dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾.
Telah berdiri sejak 1932, Ragusa didirikan oleh keluarga kebangsaan Italia bernama Luigia dan Vicenzo Ragusa serta anggota keluarga yang lain, seperti Pasquale dan Fransisco. Seiring perjalanannya, bisnis pencuci mulut ini pun dihibahkan oleh karyawannya yang merupakan warga lokal bernama Sias Mawarni sejak tahun 1972.
"Jadi gini bisnis Ragusa adalah punya orang Italia nah singkat singkat yang punya datang ke Indonesia mau menjual semua bisnis ini tapi tidak laku karena perekonomian sedang kacau. Jadi saya bilang ke bos kalau mau kembali ke Italia saya akan urus bisnis dan dia hibahkan ke saya tapi sebelumnya suami saya yanh kerja disini," ujar Sias kepada ²©²ÊÍøÕ¾.
Sudah berdiri sejak 87 tahun tempat ini hampir dikunjungi 100 orang perharinya.
Suasana tempo dulu juga masih terasa, mulai dari eksterior dan interior.
Sias mengaku bahwa cita rasa tetap terjaga dengan baik dari awal didirikan. Hanya saja untul tetap bertahan, Sias selalu melakukan pengembangan cita rasa namun tetap mengedepankan kualitas.
Ada jenis es krim yang ditawarkan yaitu regular, premium, mixed dan fancy flavored. Pengunjunh bisa memilih yang paling diminati, bayar dan langsung menikmatinya. Salah satu yang paling unik adalah Spaghetti Ice Cream dan Banana Split.
Untuk harga dibanderol mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu. Berbicara omzet, Sias mengaku bahwa hampir mengantongi Rp 100 juta perbulannya.
Meski masih generasi pertama, Sias berencana akan menurunkan bisnis ini pada anak bungsunya kelak. Bagi yang suka ngopi sembari ingin menikmati suasana tempo dulu, Anda bisa datang ke Kopi Es Tak Kie. Bisnis ini sudah di jalankan oleh Latif Yulus alias Ayauw yang merupakan generasi ke-3 penerus bisnis ini.
Ayauw sedikit bercerita bahwa bisnis ini didirikan oleh sang kakek, Liong Kwie Tjong dari China Daratan dari tahun 1927. Bisnis ini dimulai dari kopi sebuah gerobak yang berdiri di sekitar pasar Glodok.
Kedai ini terus berkembang sampai sekarang. Bahkan Ayauw pun berkeliling Indonesia untuk meracik kopi dan mendapatkan rasa khas dari kedai kopinya.
Saat generasi pertama, kedai kopi Tak Kei hanya berupa gerobak dorong yang bisa pindah-pindah tempat. Kopi yang dipasok pun berasal dari pasar di sekitar Glodok.
"Ya jadi bisnis ini awalnya dari kakek saya dari Tiongkok dan dulu hanya dari sebuah gerobak saja. Kemudian kita sewa tempat ini hingga sekarang ya begini saja, sederhana tidak banyak berubah. Saya lanjutkan bisnis ini dan saya generasi ke-3," ujar Ayauw kepada ²©²ÊÍøÕ¾.
Siapa sangka meski lokasinya berada di dalam pasar dan kawasan pecinan, beberapa orang asing bahkan orang ternama pun banyak yang berkunjung. Buka dari pukul 06.30 hingga 14.00 tempat ini bisa dikunjungi puluhan orang setiap harinya.
Lantas bagaimana bisnis ini bertahan hingga 92 tahun? Ayauw pun mengatakan bahwa dia selalu menjaga kualitas dan menerima kritik konsumen dan segera memperbaikinya.
Varian kopi yang disajikan pun tidak variatif, bahkan hanya dua yakni kopi hitam dan kopi susu.
Namun, rasa yang ditawarkan memiliki signature tersendiri, dan dijamin tidak ditemukan di tempat lain. Untuk harga es kopi susu ini terbilang sangat terjangkau yakni Rp 15 ribu.
Satu lagi, makanan legendaris yang ada di Jakarta adalah Bubur Ayam Cikini HR Suleman yang berada di jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. Bisnis ini sudah ada di Jakarta sejak tahun 1987.
Widya Mega Sari mendapat mandat dari sang ayah untuk meneruskan bisnis keluarganya pada tahun 2008. Widya pun kini menjadi penerus untuk generasi ke-4.
Bisnis mengalami pasang surut dimana dari hanya sebuah gerobak yang biasa mangkal di sekitar Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, hingga kini bisa menetap di sebuah ruko dari tahun 2009.
"Jadi ini berdirinya ini sejak tahun 1987. Awalnya Bubur Cikini berjualan di piggir jalan dengan gerobak pernah dan pernah berpindah-pindah tempat di pasar hias dan depan pengadilan. Lalu kami baru pindah tahun 2009 pindah ke ruko sampai saat ini," ujar Widya kepada ²©²ÊÍøÕ¾.
Widya membeberkan bahwa bisnis ini bisa bertahan karena ia masih menjaga resep secara turun-temurun. Sejak bubur ayam cikini hadir tidak menggunakan penyedap dan hanya memakai kaldu ayam kampung.
"Yang buat spesial dan bertahan hingga saat ini tentu karena tidak memakai msg atau garam. Jadi kita pure kaldu ayam kampunh saja," papar nya.
Untuk jumlah pengunjung, dia mengaku tidaklah pasti yakni 40-70 pengunjung setiap harinya. Harga dibanderol pun sangat terjangkau Rp 24 ribu hingga 27 ribu saja.
Sebulan, Widya bisa mengantongi Rp 8 hingga Rp 15 juta. Kedepannya dalam waktu dekat, bubur cikini akan segera melakukan ekspansi untuk melebarkan bisnisnya.