²©²ÊÍøÕ¾

Ada Fenomena Anak Jenius Palsu di Korea, Ini Awal Mulanya

Tim Redaksi, ²©²ÊÍøÕ¾
13 May 2022 17:00
Korea Selatan membuka kembali kegiatan belajar ditengah pandemi COVID-19. AP/Kim Jun-beom
Foto: Korea Selatan membuka kembali kegiatan belajar ditengah pandemi COVID-19. AP/Kim Jun-beom

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Di Korea Selatan sedang ada fenomena anak jenius palsu. Fenomena ini terjadi akibat obsesi berlebihan banyak orang Korea Selatan yang mendambakan masuk ke universitas bergengsi di dalam dan luar negeri. 

Sosok yang sedang menjadi pusat perhatian di tengah fenomena ini adalah putri calon Menteri Kehakiman Han Dong-hoon yang menulis lima makalah akademis dan menerbitkan empat e-book dalam waktu dua bulan pada 2021. Dan anak perempuan itu, menurut Korea Herald, masih berstatus sebagai siswa sekolah menengah.

Banyak orang yang kemudian bertanya-tanya, apakah pencapaian itu berkat usahanya sendiri atau karena bantuan orang tuanya? Dan ada berapa banyak sebenarnya siswa sekolah menengah yang makalahnya diterbitkan dalam jurnal akademik?

Tahun sebelumnya, putri mantan Menteri Kehakiman Cho Kuk ketahuan sebagai 'anak jenius palsu'. Sebab, ternyata keluarganya sendiri yang berusaha 'memoles' sedemikian rupa CV sang putri dengan kegiatan ekstrakurikuler yang mengesankan agar bisa masuk universitas top di Korea. Kasus ini menambah daftar panjang hal-hal tak terduga yang bisa dilakukan sejumlah pihak demi menembus perguruan tinggi. 

Profesor Lee, ahli ekonomi Korea yang telah mengajar di banyak universitas lokal, mengatakan bahwa pada awal 2000-an, setelah sistem ujian masuk perguruan tinggi negara itu direvisi, mulai banyak siswa sekolah menengah atas yang menulis makalah akademis. Namun, Profesor Lee mencap siswa berkualifikasi tinggi ini "jenius palsu," mereka adalah produk dari pendidikan yang keliru di negara itu, serta sistem dan obsesi orang tua terhadap sekolah elit.

Penelitian yang dipimpin oleh Kang Tae-young, kepala perusahaan media Underscore, dan Kang Dong-hyun, seorang mahasiswa Ph.D di Departemen Sosiologi Universitas Chicago, mendukung pengamatan Prefesor Lee tersebut. Menurut analisis mereka, antara periode 2001 dan 2021, ada 558 makalah ditulis atau ditulis bersama oleh 980 siswa sekolah menengah. Setidaknya 70 persen dari mereka yang menerbitkan makalah akademis saat di sekolah menengah tidak melakukan penelitian lebih lanjut setelah lulus dari SMA.

Studi itu juga menemukan bahwa banyak makalah dalam bidang teknik komputer dan kedokteran, mata pelajaran yang sebenarnya tidak dipelajari di SMA Korea.

Kritikus mengatakan kompetisi sangat ketat untuk masuk ke universitas top Korea telah mendorong siswa melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Sebab, untuk bisa diterima, mereka dituntut memiliki prestasi akademik dan keterampilan yang sempurna. 

Karena kondisi tersebut, bisnis yang menyediakan layanan konsultasi penerimaan perguruan tinggi berkembang pesat, menawarkan program yang dirancang untuk membantu klien masuk ke universitas bergengsi.

Jika Anda penikmat drama Korea, Anda mungkin pernah menonton serial Sky Castle yang tayang pada 2019 lalu. Sky Castle mengungkap bagaimana sisi gelap obsesi terhadap sekolah-sekolah elit yang menampilkan para wanita dari kalangan superkaya: istri politisi dan istri dokter. Tekanan sosial yang dibebankan pada siswa memaksa seorang anak perempuan berbohong bahwa dia berkuliah di Universitas Harvard selama satu tahun.

Serial itu merupakan gambaran nyata, sekaligus kritik sosial, atas obsesi tidak sehat banyak masyarakat Korea terhadap universitas bergengsi. 


(hsy/hsy) Next Article Krisis Populasi, Ribuan Sekolah di Korea Jadi 'Sarang Zombie'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular