
Ini Puisi Lengkap Ridwan Kamil yang Dibaca di Pemakaman Eril

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil telah memakaman janazah putra sulungnya, Emmeril Kahn Mumtadz, di pemakaman keluarga di Cimaung, Bandung, Senin (13/6). Usai prosesi tersebut, Kang Emil, sapaan akrabnya menyampaikan bahwa keluarga besarnya mendapat banyak pelajaran dari musibah yang baru terjadi. Di antaranya adalah pelajaran tentang mengikhlaskan dan kembali meneruskan hidup.
Suasana yang sudah haru menjadi semakin membiru saat Kang Emil membacakan puisi yang ia tulis untuk mengantarkan sang putra kesayangan ke tempat peristirahatan terakhirnya.Â
Berikut adalah puisi lengkap yang dibacakanRidwan Kamil usai prosesi pemakamanEril:
Kematian Eril merupakan kehilangan yang sungguh dahsyat. Dalam momentum waktu yang nyaris sejajar, kami merasakan kehilangan yang paling besar, tapi seketika itu juga kami dilimpahi kasih yang akbar.Ridwan Kamil |
Empat belas hari bisa terasa pendek dalam hidup rutin yang sehari-hari, tapi 14 hari ini menjadi panjang dalam kehidupan kami.
Kami bertanya-tanya mengapa harus hidup tidak terlalu lama? Mengharu biru, tapi waktu adalah rahasia Allah, apalagi menyangkut tentang kelahiran dam kematian.
Waktu adalah relatif, begitulah kata orang-orang yang arif. Dan akhirnya kami menerimanya dengan hati yang lapang sebab kami bisa menemukan banyak sekali petunjuk yang terang.
Dalam rentang 14 hari, yang sejujurnya sangat melelahkan, namun kami pun mendapat banyak pelajaran dan menerima kearifan. Tentang kehidupan Eril yang secara kasat mata rasanya terlalu singkat, tapi setelah dicermati ternyata kehidupannya sangat padat, penuh manfaat.
Dua puluh tiga tahun mungkin belum menghasilkan karya-karya yang besar, namun terbukti ternyata memadai untuk menjadi manusia yang dicintai dengan akbar.
Kami belajar tentang hidup yang tidak semata tentang lamanya hari, tapi tentang hela nafas yang dipakai berbuat baik walau kecil dalam sehari-hari.
Kami mengikhlaskan Eril pergi karena kami akhirnya menyadari bahwa Allah telah mencukupkan seluruh amal-amalnya untuk menutup kemungkinan bertambah kekhilafannya. Mungkin akan berat, tapi kami sebenarnya sudah menyiapkan hati kalau kami tidak akan pernah lagi melihat jasadnya untuk terakhir kali.
Bukankah Eril lahir di New York yang berada jauh diseberang mengapa jika tidak ia wafat di Swiss yang jauhnya juga tidak berbilang.
Bukankah tiap sejengkal tanah milik Allah yang menentukan segala pergi dan pulang.
Kucuran doa yang datang dari segala penjuru negeri adalah limpahan pertanda yang lebih dari cukup bagi kami untuk yakin, barangkali Allah memang menghendaki agar kepulangannya disambut baik oleh langit dan bumi
Bagaimana mungkin kami tidak merasa dilimpahi oleh rahmat dan karunia saat jenazah yang terbaring ini berada berhari-hari di air masih utuh lagi sempurna. Itulah salah satu keyakinan kami bukti adanya mukjizat, yang akhirnya alhamdulillah kami diberi sempat untuk melihat tanda kekuasaan Allah sang pemberi berkat. Pelajaran bagi kita yang beriman dan yang pandai membaca isyarat.
Kematian Eril merupakan kehilangan yang sungguh dahsyat. Dalam momentum waktu yang nyaris sejajar, kami merasakan kehilangan yang paling besar, tapi seketika itu juga kami dilimpahi kasih yang akbar.
Terakhir, kami merasa sangat bersyukur dianugerahi seorang putra yang dalam hidupnya bahkan dalam pulangnya masih mendatangkan cinta kepada kami sang orang tua.
Terimakasih, hatur nuhun, Jazzakalah Khairan Kashiron atas segala cinta, doa yang dipanjatkan kepada Ananda Eril Alamarhum. Semoga Allah membalas berlipat-lipat kebaikan Anda semua.
(hsy/hsy) Next Article Penuh Haru, Ridwan Kamil Bacakan Puisi di Pemakaman Eril