²©²ÊÍøÕ¾

²©²ÊÍøÕ¾ Insight

Kisah Mia Audina: Pebulutangkis Andalan RI yang Berakhir Bela Belanda

MFakhriansyah, ²©²ÊÍøÕ¾
03 August 2024 16:45
Netherlands' Mia Audina Tjiptawan lunges for a return to China's Zhang Ning  during  the  finals of the Uber Cup badminton championships in Tokyo, Saturday, May 6, 2006. Mia Audina Tjiptawan lost the match 18-21, 21-19, 18-21.(AP Photo/Katsumi Kasahara)
Foto: AP/KATSUMI KASAHARA/FILE

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Di dunia olahraga, perjalanan Mia Audina menjadi cerita menarik dan cukup langka.

Sejarah mencatat Mia merupakan atlet bulu tangkis yang pernah mewakili dua negara pada waktu berbeda. Awalnya membela Indonesia, tapi beralih mewakili Belanda. Di bawah perbedaan kenegaraan, Mia sukses menorehkan medali olimpiade bagi Indonesia dan Belanda.

Bagaimana kisahnya?

Sejak kecil, Mia sudah akrab dengan bulu tangkis. Di usia 5 tahun dia sudah masuk klub bulu tangkis kakanya. Dari situlah, dia selalu turun naik podium untuk membawa pulang piala dari berbagai level, dari lokal hingga internasional.

Puncak karier Mia sebagai atlet nasional terjadi pada 1994 atau saat memasuki usia 15 tahun. Kala itu, dia diturunkan mewakili Indonesia bersama para senior dalam ajang bergengsi, Uber Cup 1994. Tak disangka, perhelatan itu semakin menunjukkan taji Mia di bulu tangkis.

Dia sukses memperdayai pemain China, Zang Ning, setelah melewati pertandingan sengit 3 set dengan skor 3-2. Tempo (28 Mei 1994) melaporkan, kemenangan Mia diperoleh berkat kecerdasannya memukul kok yang bisa berubah arah sehingga menyulitkan lawan.

Pada titik ini, kesuksesan Mia di Uber Cup 1994 jelas menjadi secercah harapan bagi masa depan bulu tangkis Indonesia. Dia digadang-gadang menjadi penerus Susi Susanti. Kala itu, Susi sendiri orang pertama di dunia yang meraih medali emas Olimpiade kategori tunggal putri.

Harapan besar kepada Mia juga sejalan dengan prestasinya. Setelah kemenangan besar pertamanya, nama perempuan kelahiran 22 Agustus 1979 ini makin meroket. Berbagai kejuaraan internasional sukses diraihnya. Begitu pula menjuarai Uber Cup 1995.

Di perhelatan Olimpiade Atlanta 1996, Mia terpilih jadi kontingen Indonesia di kategori tunggal putri. Dia bertanding bersama kawannya, Susi Susanti. Kali ini, Mia membawa pulang medali perak Olimpiade mengalahkan Susi yang "hanya" mendapat medali perunggu. Perolehan ini membuatnya mendapat ranking 1 pemain putri bulu tangkis dunia.

Akan tetapi, di tengah kemercelangan karier, terjadi perubahan pada diri Mia. 

Sejak dengan dekat penyanyi Tylio Lobman, yang kemudian menikah di Belanda, Mia dikabarkan jarang latihan dan sering melanggar aturan (Tempo, 12 April 1999). PBSI cukup geram karena menganggap Mia tak lagi serius.

Mia dikabarkan ingin tetap membela Indonesia, tapi dengan berlatih di Belanda. PBSI tak setuju. Alhasil, dia keluar dari Pelatnas PBSI dan tak lagi membela Indonesia. Meski begitu, hasratnya untuk bermain bulu tangkis masih ada.

Dalam Olympic Women and the Media: International Perspectives (2009), P. Markula menceritakan bahwa hasrat itu ditanggapi serius oleh pemerintah Belanda. Maka, kita tahu setelahnya: Mia resmi menjadi atlet Belanda usai berganti kewarganegaraan.

Menurut pewartaan Detik.com (11 April 2004), kedatangan Mia ke Belanda disambut oleh banyak orang. Belanda dianggap beruntung mendapat mantan atlet Indonesia itu.

"Kedatangannya dielu-elukan dan disambut dengan hangat. Dan satu hal yang bermanfaat besar bagi Belanda adalah: Mia menjadi semacam virus yang membangkitkan demam bulutangkis di kalangan remaja-dan anak-anak Belanda," tulis Detik.com

Benar saja, di bawah bendera Belanda perempuan asal Jakarta itu tak ubahnya kala dia membela Indonesia: sukses berprestasi. Dia tercatat memenangi berbagai kejuaraan dunia. Salah satunya, Olimpiade Athena 2004.

Di pesta olahraga terbesar itu, Mia mengulangi kesuksesan yang sama: meraih medali perak. Bedanya, dulu membela Indonesia kini beralih jadi Belanda. Perolehan medali perak tentu saja usai mengalahkan berbagai atlet dari negara lain, termasuk Indonesia. Tak heran, kesuksesan Mia kala itu sangat dielu-elukan di Belanda.

Di sisi lain, prestasi Indonesia di bulu tangkis kategori tunggal putri semakin merosot. Usai ditinggal Mia, belum ada lagi pebulutangkis yang meraih medali kategori tunggal putri di perhelatan Olimpiade.

Pada 2006 atau saat usia 27 tahun, Mia Audina resmi gantung raket. Kendati sudah berganti paspor, Mia tercatat pernah memberi dukungan ke tim Indonesia yang bertanding dalam Thomas dan Uber Cup 2014.


(mfa/mfa) Next Article Ternyata Ini Alasan Kevin Sanjaya Keluar dari Pelatnas PBSI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular