²©²ÊÍøÕ¾

Kisah Migingo, Pulau Terpadat Sedunia yang Jadi Rebutan Dua Negara

Tim Redaksi, ²©²ÊÍøÕ¾
16 December 2024 14:00
Migingo Island (Istimewa)
Foto: Migingo Island (Istimewa)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pernah membayangkan seperti apa kehidupan di pulau terpadat di dunia? Pulau Migingo, yang luasnya kurang dari setengah lapangan sepakbola, dihuni lebih dari 500 orang pada 2019. 

Pulau yang luasnya kurang dari 2.000 meter persegi ini terletak di perbatasan antara Kenya dan Uganda. Perairan dalam yang mengelilinginya kaya akan ikan.

Laporan Al Jazeera menyebut bahwa pulau berbatu tersebut dipenuhi gubuk-gubuk kecil yang kondisinya memprihatinkan. Gubuk-gubuk tersebut sebagian berfungsi sebagai bar, rumah bordil, dan kasino terbuka. Meski kondisinya tidak layak, Pulau Migingo sangat diperebutkan oleh Kenya dan Uganda yang sama-sama mengklaim kepemilikan.

Migingo tidak lebih dari sekadar batu yang menjorok keluar dari air sebelum danau itu mulai surut pada awal 1990-an, menurut Emmanuel Kisiangani, seorang peneliti senior di kantor Institut Studi Keamanan Pretoria.

Hasil tangkapan ikan telah sangat berkurang selama bertahun-tahun di komunitas nelayan di sekitar Danau Victoria karena penangkapan ikan yang berlebihan dan invasi tanaman eceng gondok yang menghalangi transportasi di danau dan akses ke pelabuhan. Namun, spesies seperti ikan Nil (disebut juga ikan Barramundi Afrika) masih melimpah di perairan dalam sekitar Migingo, menjadikan pulau ini pusat penangkapan ikan yang berharga dan unik.

Berjuluk 'Perang Terkecil'

Saat pemukiman manusia mulai berkembang di pulau berbatu itu, Kenya dan Uganda memutuskan untuk membentuk komite bersama demi menentukan perbatasan pada tahun 2016. Kedua negara mengandalkan peta yang berasal dari tahun 1920-an. Namun, tidak ada hasil dari komite tersebut.

Pulau Migingo pada akhirnya dikelola bersama oleh kedua negara, tetapi ketegangan kadang-kadang muncul. Sejumlah nelayan lokal menyebutnya sebagai "perang terkecil" di Afrika.

"Mereka belum memutuskan siapa pemilik pulau ini," kata nelayan Uganda Eddison Ouma. "Itu adalah tanah tak bertuan."

Berkat ekspor yang terus berlanjut ke Uni Eropa dan melonjaknya permintaan ikan barramundi di Asia, ikan besar itu telah menjadi ekspor bernilai jutaan dolar lebih.

Uganda mulai mengerahkan polisi bersenjata dan marinir ke Migingo untuk mengenakan pajak kepada nelayan. 

Sementara, nelayan Kenya mulai mengeluh bahwa mereka dilecehkan oleh pasukan Uganda karena berbagai alasan, termasuk tuduhan penangkapan ikan ilegal di perairan Uganda. Sebagai tanggapan, pemerintah Kenya mengerahkan marinir ke Migingo yang hampir membuat kedua negara itu bertengkar.


(hsy/hsy)

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular