²©²ÊÍøÕ¾

Perusahaan Jerman Sewa Detektif untuk Selidiki Karyawan Izin Sakit

Linda Hasibuan, ²©²ÊÍøÕ¾
14 January 2025 17:30
Ilustrasi rumah sakit. (Dok Pixabay)
Foto: Ilustrasi rumah sakit. (Dok Pixabay)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sejumlah perusahaan di Jerman mempekerjakan detektif swasta untuk menyelidiki apakah karyawan yang sedang cuti sakit jangka panjang benar-benar sakit. Cara ini dianggap efektif untuk memberhentikan pekerja yang tidak produktif.

Melansir AFP, agen detektif swasta, Lentz Group di Frankfurt, mengalami lonjakan bisnis karena hal ini. Marcus Lentz, pendiri perusahaan tersebut, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima sekitar 1.200 komisi setiap tahunnya atau sekitar dua kali lipat dari angka beberapa tahun sebelumnya.

Menurut badan statistik federal Destatis, pekerja Jerman rata-rata mengambil cuti sakit selama 15,1 hari pada 2023, naik dari 11,1 hari pada 2021.

Tingginya angka absensi ini diperkirakan telah menurunkan PDB Jerman sebesar 0,8 persen pada 2023, yang menyebabkan kontraksi ekonomi sebesar 0,3 persen.

TK, salah satu perusahaan asuransi kesehatan resmi utama di Jerman, juga melaporkan rekor tertinggi rata-rata 14,13 hari izin sakit di antara pekerja yang ditanggungnya dalam sembilan bulan pertama tahun 2024.

Menurut data dari Organisasi Pembangunan Ekonomi (OECD), warga Jerman kehilangan rata-rata 6,8 persen jam kerja mereka pada tahun 2023 karena sakit, lebih buruk daripada negara-negara Uni Eropa (UE) lainnya seperti Prancis, Italia, dan Spanyol.

Salah satu kemungkinan alasan tingginya angka cuti sakit adalah kemudahan memperoleh persetujuan medis untuk cuti karena kebijakan pascapandemi.

Selama pandemi Covid-19, Jerman memperkenalkan sistem yang memungkinkan karyawan dengan gejala ringan memperoleh surat keterangan cuti sakit melalui telepon.

Kebijakan ini diduga banyak disalahgunakan pascapandemi. Banyak orang diduga berpura-pura sakit seperti batuk atau memalsukan gejala selama konsultasi telepon untuk mendapatkan cuti sakit.

Di Jerman, karyawan yang sakit berhak mendapatkan gaji penuh dari pemberi kerja mereka hingga enam minggu per tahun. Setelah periode ini, lembaga asuransi kesehatan mengambil alih dengan membayar tunjangan sakit.

Dihadapkan dengan beban keuangan, beberapa perusahaan beralih ke detektif swasta untuk melakukan investigasi untuk mengatasi inefisiensi karyawan, meskipun biayanya berpotensi besar.

"Semakin banyak perusahaan yang tidak mau lagi menerima cuti sakit. Jika seseorang cuti sakit selama 30, 40 atau terkadang hingga 100 hari dalam setahun, maka pada titik tertentu karyawan menjadi tidak menarik secara ekonomi bagi pemberi kerja," kata Lentz kepada AFP.


(hsy/hsy) Next Article Potret Harta Karun Abad ke-18, Dulu Digondol Kini Dipamerkan Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular