վ

100 Tahun Pramudya Ananta Toer & Harapan Pusat Budaya Korea Selatan

Tim Redaksi, վ
06 February 2025 13:47
Ilustrasi bendera Korea Selatan. (SeongJoon Cho/Bloomberg via Getty Images)
Foto: Ilustrasi bendera Korea Selatan. (SeongJoon Cho/Bloomberg via Getty Images)

Jakarta, վ - Direktur Korean Cultural Center Indonesia Kim Yong Woon memiliki kesan khusus terhadap momentum 100 tahun Pramoedya Ananta Toer (Pram) yang jatuh pada 6 Februari 2025. Kepada վ, Kim menceritakan pada tahun 2006, dia mempelajari bahasa Indonesia untuk pertama kalinya ketika sedang mempersiapkan diri untuk ujian bahasa Indonesia untuk PNS Korea.



"Ketika saya sudah mulai memahami sedikit bahasa Indonesia, saya menemukan cuplikan dari novel 'Bumi Manusia' di salah satu buku paket bahasa Indonesia yang saya beli," ujarnya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis (6/2/2025).

Sebagai pemula, menurut Kim, tidak mudah baginya untuk membaca novel klasik Indonesia yang berlatarbelakang masa penjajahan Belanda di Indonesia. Namun, dia masih ingat ketika terpincut dengan kisah cinta Minke dan Annelies.

"Setelah membaca cuplikan tersebut, saya jadi ingin tahu lebih lanjut tentang kisah tersebut," kata Kim.

Ketika mengunjungi Jakarta untuk pertama kalinya di tahun 2008, dia mengaku dengan girang hati saya pergi ke Gramedia untuk membeli beberapa novel, di antaranya adalah Bumi Manusia, Rumah Kaca, Jejak Langkah, dan Anak Semua Bangsa.

Kim menuturkan, Bumi Manusia diterjemahkan menjadi '인간의 대지' (ingan-ui daeji) dalam bahasa Korea dan mulai diperkenalkan ke masyarakat Korea di tahun 1980-an. Kemudian, Pramoedya Ananta Toer (Pram) mulai dikenal oleh masyarakat Korea sebagai nominator penerima Hadiah Nobel Sastra asal Indonesia.

"Setelah Han Kang, penulis asal Korea, memenangkan Nobel Sastra 2024, minat terhadap penulis sastra Asia di Korea mulai meningkat dan Pram kerap mendapatkan perhatian dari pembaca Korea," ujar Kim.

Namun sayangnya, menurut dia, karya literatur Indonesia belum banyak dikenal di Korea. Rintangan terbesar dibalik fakta ini adalah penerjemahan sastra Indonesia ke bahasa Korea yang masih terhitung sedikit.

Di samping harus memiliki kemampuan penerjemahan yang lihai, lanjut Kim, seorang penerjemah sastra juga harus dibekali dengan pengetahuan budaya. Hal inilah yang membedakan penerjemahan di bidang bisnis dan sastra.

"Sedikitnya penerjemah sastra ahli dalam bahasa Korea dan bahasa Indonesia menjadi tembok yang menghalangi penyebaran sastra kedua negara tersebut," kata Kim.

Baru-baru ini, menurut dia, Majelis Nasional Korea mengesahkan undang-undang yang memberikan dasar untuk Literature Translation Institute of Korea (LTI Korea) di bawah Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata untuk mendirikan sekolah pascasarjana terjemahan untuk melatih tenaga penerjemah.

Dengan berlakunya undang-undang ini, pemerintah Korea berharap kegiatan penerjemahan sastra Korea dapat menjadi lebih aktif lagi sehingga sastra Korea dapat diperkenalkan secara luas ke mancanegara melalui pelatihan yang memadai untuk para tenaga penerjemah.

Acara perayaan 100 tahun lahirnya Pram akan digelar dari tanggal 6 hingga 8 Februari 2025 di kampung halaman Pram, yaitu Blora, Jawa Tengah. Melalui perayaan ini, Kim berharap karya dan prestasi Pram di bidang sastra dapat lebih dikenal di Korea.

"Saya juga berharap pelatihan untuk para penerjemah sastra Indonesia dan Korea dapat terus digalakkan, sehingga karya-karya penulis Indonesia dari kalangan sastrawan besar seperti Pram dapat mendunia, serta mengembangkan sarana interaksi bagi penulis asal Korea dan Indonesia," ujar Kim.


(miq/miq) Next Article Korea Selatan Mau Rilis Alat Deteksi Kekerasan dalam Hubungan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular