
World Bank Bicara Soal Utang RI Rp 4.000 Triliun
Ester Christine Natalia, ²©²ÊÍøÕ¾
27 March 2018 15:02

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - The World Bank (Bank Dunia) bicara soal utang dalam APBN 2018 yang tercatat sudah menembus level Rp 4.000 triliun. Bank Dunia memandang penerimaan pajak yang rendah perlu ditingkatkan, meskipun utang tersebut masih dalam batas wajar.
"Level utang tidak terlalu tinggi. Defisit Utang (dalam APBN) masih terjaga di bawah 3% dari PDB. Bukan karena kebetulan tapi lebih kepada kebijakan fiskal yang prudent (hati-hati)," ujar World Bank's Lead Country Economist for Indonesia, Frederico Gil Sander dalam paparan Ekonomi Triwulanan World Bank di Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Sementara, Rodrigo Chaves Country Director of the World Bank Indonesia menjelaskan penerimaan pajak Indonesia masih rendah. Bahkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB masih rendah.
"Indonesia masih mencatatkan penerimaan yang rendah terutama dari pajak. Indonesia tak bisa mencapai 10% dari PDB untuk penerimaan pajaknya. Ini harus ditingkatkan," kata Rodrigo.
Ia juga mengatakan, volatilitas rupiah belakangan terjadi akibat risiko global. Indonesia, sambung Rodrigo perlu melakukan restrukturisasi penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran. "Serta meningkatkan penerimaan pajak dari sektor prioritas," kata Rodrigo lebih jauh.
(dru) Next Article Bank Dunia Sebut Ekonomi Global Melambat di 2019
"Level utang tidak terlalu tinggi. Defisit Utang (dalam APBN) masih terjaga di bawah 3% dari PDB. Bukan karena kebetulan tapi lebih kepada kebijakan fiskal yang prudent (hati-hati)," ujar World Bank's Lead Country Economist for Indonesia, Frederico Gil Sander dalam paparan Ekonomi Triwulanan World Bank di Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Sementara, Rodrigo Chaves Country Director of the World Bank Indonesia menjelaskan penerimaan pajak Indonesia masih rendah. Bahkan rasio penerimaan pajak terhadap PDB masih rendah.
"Indonesia masih mencatatkan penerimaan yang rendah terutama dari pajak. Indonesia tak bisa mencapai 10% dari PDB untuk penerimaan pajaknya. Ini harus ditingkatkan," kata Rodrigo.
Ia juga mengatakan, volatilitas rupiah belakangan terjadi akibat risiko global. Indonesia, sambung Rodrigo perlu melakukan restrukturisasi penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran. "Serta meningkatkan penerimaan pajak dari sektor prioritas," kata Rodrigo lebih jauh.
(dru) Next Article Bank Dunia Sebut Ekonomi Global Melambat di 2019
Most Popular