Aturan Baru Limbah di RI Bikin Saham Freeport Anjlok Parah
Arif Gunawan, ²©²ÊÍøÕ¾
25 April 2018 13:21

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Saham Freeport anjlok hingga 14,51%, setelah manajemen secara terbuka mengatakan angkat tangan merespons kebijakan lingkungan hidup yang baru saja diumumkan oleh pemerintah Indonesia.
Pada perdagangan di bursa Wall Street, Selasa (24/4/2018) waktu setempat, harga saham berkode FCX tersebut turun dari US$18,81 per unit, menjadi US$16,08 per unit. Koreksi itu merupakan yang terburuk sejak Januari 2016, ketika perseroan menghadapi deadline atas kewajiban divestasi saham.
Kebijakan baru tersebut makin menjepit posisi perusahaan yang berbasis di Arizona, Amerika Serikat (AS) tersebut, di tengah proses negosiasi perpanjangan izin operasi tambang Grasberg, tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia.
"Kami sebelumnya meneken persetujuan dengan pemerintah bahwa selama tambang beroperasi, kami bisa menyimpan 50% tailing di darat. Sekarang, mereka mengatakan bahwa besarnya harus 95%, yang sulit dipenuhi," tutur Chief Executive Officer (CEO) Freeport, Richard Adkerson, sebagaimana dikutip Reuters.
Dalam 20 tahun terakhir, emiten tembaga terbesar dunia tersebut membuang limbah tailingnya ke sebuah jalur sungai yang mengarah ke sebuah fasilitas penyimpanan khusus yang tertutup untuk publik. Persetujuan pengelolaan limbah tersebut diteken pada 1990. "Memang kontroversial, tetapi tidak ada konsekuensi lingkungan yang timbul darinya," klaim Adkerson.
Pemerintah sebelumnya menyatakan, operasi Freeport tidak sesuai rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan (RKL-RPL). Perusahaan juga dinilai gagal mengendalikan polusi di udara, laut, sungai, dan hutan akibat limbah berkategori bahan berbahaya dan beracun (B3).
Di sisi lain, hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun lalu menemukan pasir sisa tambang Freeport meluber hingga ke laut. Hal ini terjadi karena fasilitas yang ada tidak cukup menampung limbah yang bertambah dari 100.000 ton/hari pada tahun 1990 menjadi 300.000 ton/hari pada 2016.
Kini, dengan aturan yang baru, Freeport mendapat tenggat waktu 6 bulan untuk membahas persoalan tersebut dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sebelumnya, Freeport memangkas proyeksi produksi tembaga pada tahun ini menjadi 3,8 miliar pon, dari target semula 3,9 miliar. Perseroan juga memperkirakan produksi Grasberg akan menurun pada 2019.
(ags/wed) Next Article IHSG Kembali Tutup Sesi 1 di Zona Hijau Berkat Sentimen Nikel
Pada perdagangan di bursa Wall Street, Selasa (24/4/2018) waktu setempat, harga saham berkode FCX tersebut turun dari US$18,81 per unit, menjadi US$16,08 per unit. Koreksi itu merupakan yang terburuk sejak Januari 2016, ketika perseroan menghadapi deadline atas kewajiban divestasi saham.
Kebijakan baru tersebut makin menjepit posisi perusahaan yang berbasis di Arizona, Amerika Serikat (AS) tersebut, di tengah proses negosiasi perpanjangan izin operasi tambang Grasberg, tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia.
Dalam 20 tahun terakhir, emiten tembaga terbesar dunia tersebut membuang limbah tailingnya ke sebuah jalur sungai yang mengarah ke sebuah fasilitas penyimpanan khusus yang tertutup untuk publik. Persetujuan pengelolaan limbah tersebut diteken pada 1990. "Memang kontroversial, tetapi tidak ada konsekuensi lingkungan yang timbul darinya," klaim Adkerson.
Pemerintah sebelumnya menyatakan, operasi Freeport tidak sesuai rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan (RKL-RPL). Perusahaan juga dinilai gagal mengendalikan polusi di udara, laut, sungai, dan hutan akibat limbah berkategori bahan berbahaya dan beracun (B3).
Di sisi lain, hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun lalu menemukan pasir sisa tambang Freeport meluber hingga ke laut. Hal ini terjadi karena fasilitas yang ada tidak cukup menampung limbah yang bertambah dari 100.000 ton/hari pada tahun 1990 menjadi 300.000 ton/hari pada 2016.
Kini, dengan aturan yang baru, Freeport mendapat tenggat waktu 6 bulan untuk membahas persoalan tersebut dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sebelumnya, Freeport memangkas proyeksi produksi tembaga pada tahun ini menjadi 3,8 miliar pon, dari target semula 3,9 miliar. Perseroan juga memperkirakan produksi Grasberg akan menurun pada 2019.
(ags/wed) Next Article IHSG Kembali Tutup Sesi 1 di Zona Hijau Berkat Sentimen Nikel
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular