²©²ÊÍøÕ¾

Meski Tertekan, Harga Batu Bara Masih Bisa Naik Tipis

Raditya Hanung, ²©²ÊÍøÕ¾
03 September 2018 16:55
Harga batu bara naik tipis di penutupan Agustus 2018.
Foto: Istimewa
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾-ÌýHarga batu bara ICE Newcastle kontrak acuan menutup bulan Agustus 2018 dengan cukup mulus. Pada penutupan perdagangan hari penguatan 0,42% ke angka US$118,00/metrik ton (MT).

Dengan pergerakan itu, harga si batu hitam akhirnya mampu menguat sebesar 0,38% di sepanjang bulan Agustus 2018, dan menjadi penguatan bulanan selama 5 sesi berturut-turut.

Meski demikian, penguatan bulanan harga batu bara semakin menipis. Pada bulan Mei 2018, harga komoditas energi ini menguat hingga nyaris 11%. Kemudian, pada bulan Juli 2018, penguatan bulanannya tinggal 2,75%. Pada bulan Agustus 2018, penguatan bulanan semakin landai, hingga mendekati stagnan.

Meski Tertekan, Harga Batu Bara Masih Bisa Naik TipisFoto: Harga Batu Bara Masih Naik 0,4% di Agustus (Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾)


Harga batu baraÌýmendapat energi negatif dari kekhawatiran akan lesunya permintaan pasca musim panas berlalu. "Kita akan melihat sebagian dari permintaan (batu bara) musim panas berkurang seiring datangnya temperatur yang lebih dingin, dan kita bergerak keluar dari puncak musim panas," ujar Pat Markey, Managing Director di perusahaan konsultan komoditas Sierra Vista Resources, seperti dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, harga batu bara terus berada dalam tren penguatan sejak Mei 2018, disokong oleh menguatnya permintaan batu bara China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.

Meski Tertekan, Harga Batu Bara Masih Bisa Naik TipisFoto: Harga Batu Bara Masih Naik 0,4% di Agustus (Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾)


Sentimen negatif lainnya pada bulan lalu datang dari data-data ekonomi China yang mengecewakan. Sebagai catatan, Negeri Tirai Bambu juga merupakan negara pengimpor batu bara terbesar di dunia saat ini.

Pertumbuhan penjualan ritel China hanya naik sebesar 8,8% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada bulan Juli 2018, turun dari 9% YoY pada bulan sebelumnya, serta naik lebih lambat dari ekspektasi pasar sebesar 9,1% YoY. Kemudian, pertumbuhan produksi industri Negeri Panda bulan lalu juga hanya naik 6% YoY, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 6,3% YoY.

Sementara itu, investasi aset tetap di China juga hanya naik 5,5% YoY pada periode Januari-Juli 2018, meleset dari ekspektasi pasar yang meramalkan pertumbuhan sebesar 6% YoY. Pertumbuhan investasi aset tetap tersebut bahkan masih berada di level terendah sejak 1996, mengutip data Reuters.
Saat aktivitas ekonomi di Negeri Panda melambat, pelaku pasar khawatir bahwa permintaan batu bara (sebagai sumber energi utama) akan melambat. Sentimen ini lantas menjadi pemberat bagi harga batu bara di bulan lalu.

Tidak hanya itu, harga batu bara mendapatkan energi negatif dari dolar Amerika Serikat (AS) yang perkasa di sepanjang bulan lalu. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, bergerak menguat sebesar 0,68% di sepanjang bulan Agustus 2018.

Seperti diketahui, komoditas batu bara yang diperdagangkan dengan mata uang dolar AS akan relatif lebih mahal saat dolar AS terapresiasi. Hal ini tentunya memberikan sentimen bahwa permintaan batu bara pun akan tertekan.

Terakhir, sentimen negatif datang dari kekhawatiran investor terhadap perang dagang AS-China. Mengutip Reuters, beberapa orang sumber mengatakan Presiden AS Donald Trump akan mengenakan bea masuk kepada impor produk China senilai US$ 200 miliar pekan depan, segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir.

Trump tengah menggodok rencana pengenaan bea masuk itu, dan kini sedang dalam fase dengar pendapat yang dimulai 20 Agustus sampai 6 September. Setelah dengar pendapat ini selesai, Trump dikabarkan langsung mengeksekusi bea masuk tersebut.

Gedung Putih menolak memberikan konfirmasi mengenai kebenaran kabar tersebut. Namun, pemberitaannya saja sudah cukup untuk membuat pelaku pasar khawatir. Jika perang dagang bertambah parah, sudah pasti pertumbuhan ekonomi global yang akan menjadi korban. Alhasil, pelaku pasar pun mencemaskan bahwa permintaan energi dunia bisa terkena dampak negatif.

Faktor Positif Penyokong Harga Batu Bara
Beruntungnya, kejatuhan harga batu bara terbatas oleh sejumlah sentimen positif. Angin segar datang dari tingginya permintaan dari India, salah satu negara impotir si batu hitam terbesar.

Meski harga batu bara terus naik sejak Mei 2018, impor batu bara Negeri Bollywood masih tercatat kuat di bulan Agustus 2018 ini. Berdasarkan data pelabuhan dan vessel-tracking yang dikompilasi Thomson Reuters, total impor batu bara India diproyeksikan mencapai 17,7 juta ton di bulan lalu.

Jumlah itu bahkan lebih besar dari capaian bulan Juli 2018 sebesar 17,4 juta ton. Padahal, impor batu bara bulan Juli itu merupakan yang terbesar di tahun ini.

Selain itu, produksi batu bara domestik China yang mengalami penurunan sebesar 2% YoY ke angka 281,5 juta MT pada bulan lalu, juga masih menyokong harga si batu hitam. Penyebabnya adalah inspeksi lingkungan yang dilakukan oleh Pemerintah China pada sejumlah sentra produksi batu bara, yang dimulai pada bulan Juni 2018.

Akibatnya, impor batu bara Negeri Tirai Bambu pun masih tercatat cukup tinggi di bulan Juli 2018. Mengutip data Reuters, impor batu bara China bulan lalu naik 14% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke 29,01 juta ton, tertinggi dalam 4,5 tahun.
(gus) Next Article Harga Batu Bara Terus Merosot, Terendah Dalam 2,5 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular