
Di ASEAN : Cadev Singapura Tertinggi, Indonesia Ketiga
alfado agustio, ²©²ÊÍøÕ¾
12 September 2018 13:01

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Pada Jumat pekan lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data terbaru cadangan devisa per Agustus 2018. Posisi cadangan devisa berada di US$ 117,9 miliar atau turun US$ 410 juta dari periode sebelumnya. Sejak awal tahun, cadangan devisa telah turun sekitar US$ 14,08 miliar atau Rp 209 Triliun (kurs : Rp 14.875/US$).Ìý
Cadangan devisa yang menyusut, salah satunya diakibatkan tindakan BI menstabilitasasi kurs rupiah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Sebagai informasi, depresiasi rupiah sejak awal tahun mencapai 9,69%. Pelemahan ini bisa saja lebih dalam, jika BI tidak melakukan intervensi. ÌýDi sisi lain, kinerja perdagangan Indonesia juga kurang ciamik. Dari periode Januari-Agustus 2018, secara akumulasi neraca perdagangan mengalami minus US$ 3.02 miliar.
Beban ini menyebabkan cadangan devisa Indonesia semakin tergerus. Lalu, bagaimana jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN?ÌýDari lima negara sepertiÌý Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina, posisi cadangan devisa Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Malaysia dan FilipinaÌý
Cadangan devisa merupakan salah satu indikator penilaian investor terhadap perekonomian di suatu negara. Jika devisa semakin menyusut, dapat memicu penilaian jika perekonomian semakin rentan terhadap risiko eksternal. ÌýDalam konteks ini, bisa kita nilai jika ekonomi Negeri Singa dan Gajah Putih jauh lebih kuat dibandingkan Indonesia, Malaysia dan Filipina.Ìý
Dapatkah Indonesia Menyusul?Ìý
Pada konteks ini, peluang Indonesia untuk menyalip posisi Thailand atau Singapura tentu ada. Namun, hal ini memerlukan sinergi antara pemerintah, industri maupun bank sentral. ÌýKondisi pelemahan rupiah, sebenarnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendatang ekspor lebih besar. Namun yang menjadi kendala, sebagian bahan baku masih diimpor sehingga sulit hal tersebut direalisasikan. Ìý
Di sisi lain, faktor industrialisasi masih menjadi PR besar. Data Kemenko Perekonomian per 2017,Ìý pembangunan infrastruktur yang dilakukan sudah cukup pesat. Ìý
Namun, untuk mendorong industrialisasi terus tumbuh, memerlukan usaha lebih keras. Tidak hanya infrastruktur, namun juga aliran modal asing/ Foreign Direct Investment (FDI). Data Badan Kebijakan Penanaman Modal (BKPM) per triwulan II- 2018, pertumbuhan FDI anjlok hingga 12,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2017. ÌýFDI yang turun, dapat menyebabkan penguatan sektor industri akan terhambat.
Situasi tersebut akan menyulitkan bagi Indonesia untuk mengencangkan kinerja ekspor. Oleh sebab itu, agar pemerintah mampu mendatang devisa yang lebih banyak, FDI dan infrastruktur masih menjadi PR utama kedepannya.ÌýÌýÌýÌý
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
Cadangan devisa yang menyusut, salah satunya diakibatkan tindakan BI menstabilitasasi kurs rupiah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Sebagai informasi, depresiasi rupiah sejak awal tahun mencapai 9,69%. Pelemahan ini bisa saja lebih dalam, jika BI tidak melakukan intervensi. ÌýDi sisi lain, kinerja perdagangan Indonesia juga kurang ciamik. Dari periode Januari-Agustus 2018, secara akumulasi neraca perdagangan mengalami minus US$ 3.02 miliar.
Cadangan devisa merupakan salah satu indikator penilaian investor terhadap perekonomian di suatu negara. Jika devisa semakin menyusut, dapat memicu penilaian jika perekonomian semakin rentan terhadap risiko eksternal. ÌýDalam konteks ini, bisa kita nilai jika ekonomi Negeri Singa dan Gajah Putih jauh lebih kuat dibandingkan Indonesia, Malaysia dan Filipina.Ìý
Dapatkah Indonesia Menyusul?Ìý
Pada konteks ini, peluang Indonesia untuk menyalip posisi Thailand atau Singapura tentu ada. Namun, hal ini memerlukan sinergi antara pemerintah, industri maupun bank sentral. ÌýKondisi pelemahan rupiah, sebenarnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk mendatang ekspor lebih besar. Namun yang menjadi kendala, sebagian bahan baku masih diimpor sehingga sulit hal tersebut direalisasikan. Ìý
Di sisi lain, faktor industrialisasi masih menjadi PR besar. Data Kemenko Perekonomian per 2017,Ìý pembangunan infrastruktur yang dilakukan sudah cukup pesat. Ìý
Namun, untuk mendorong industrialisasi terus tumbuh, memerlukan usaha lebih keras. Tidak hanya infrastruktur, namun juga aliran modal asing/ Foreign Direct Investment (FDI). Data Badan Kebijakan Penanaman Modal (BKPM) per triwulan II- 2018, pertumbuhan FDI anjlok hingga 12,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2017. ÌýFDI yang turun, dapat menyebabkan penguatan sektor industri akan terhambat.
Situasi tersebut akan menyulitkan bagi Indonesia untuk mengencangkan kinerja ekspor. Oleh sebab itu, agar pemerintah mampu mendatang devisa yang lebih banyak, FDI dan infrastruktur masih menjadi PR utama kedepannya.ÌýÌýÌýÌý
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(alf/alf) Next Article Soal Cadangan Devisa, China Tanpa Tanding! RI Urutan Berapa?
Most Popular