
Investor Mendadak Skeptis Bunga The Fed Naik Bulan Depan
Anthony Kevin, ²©²ÊÍøÕ¾
18 November 2018 11:55

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sebuah hal yang cukup mengejutkan datang pada akhir pekan ini. Secara mendadak, investor menjadi skeptis bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan pada bulan depan.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 17 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 65,4%, lebih rendah dari posisi tanggal 16 November 2018 yang sebesar 68,9%.
Jika dibandingkan dengan posisi 1 minggu sebelumnya, nilainya turun lebih jauh. Sepekan yang lalu, probabilitasnya berada di level 75,8%. Bahkan, satu bulan yang lalu nilanya adalah sebesar 81%.
Sepanjang tahun ini, the Fed telah mengerek suku bunga acuan sebanyak 3 kali, masing-masing sebesar 25 bps. Normalisasi dilakukan lantaran perekonomian AS tengah berada dalam kondisi yang sangat 'panas', sehingga tekanan inflasi yang berlebihan sangat mungkin terjadi.
Dengan dinaikannya suku bunga acuan, suku bunga kredit akan naik sehingga permintaan barang dan jasa menjadi bisa ditekan. Pada akhirnya, tekanan inflasi berlebih yang bisa memukul mundur pereknomian AS secara signifikan menjadi dapat dihindari.
Ada 2 hal utama yang membuat pelaku pasar tak yakin bahwa perekonomian AS masih sepanas periode-periode sebelumnya, sehingga suku bunga acuan tak perlu dikerek pada Desember nanti. Pertama, komentar dari Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell.
Dalam sesi tanya jawab dalam sebuah acara di Dallas pada 14 November lalu, Powell mengakui bahwa perekonomian global tidak bertumbuhan dengan laju yang sama pada tahun sebelumnya. Ia menambahkan bahwa laju pertumbuhan ekonomian global secara perlahan melambat, walaupun itu bukan merupakan perlambatan yang parah.
Lebih lanjut, data ekonomi terbaru yang dirilis di Negeri Paman Sam menunjukkan adanya kontraksi dari sisi produksi. Pada hari Jumat (16/11/2018), data pertumbuhan produksi industri periode Oktober 2018 diumumkan melemah sebesar 0,1% MoM, meleset dari konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,2% MoM, seperti dikutip dari Forex Factory.
Data produksi industri meenghitung total perubahan output yang dihasilkan oleh industri manufaktur, pertambangan, dan utilitas. Data ini merupakan leading indicator dari perekonomian AS. Jika produksi dalam suatu periode mengalami kontraksi, maka kemungkinan besar tingkat konsumsi rumah tangga di periode berikutnya akan tertekan, mengingat konsumsi akan dipenuhi oleh produksi pada periode sebelumnya.
Di AS, konsumsi rumah tangga membentuk sekitar 70% dari total nilai perekonomian. Ketika konsumsi melambat, maka pertumbuhan ekonomi dan inflasi akan melandai sehingga the Fed tak perlu repot-repot melakukan pengetatan.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(ank/gus) Next Article Mengintip Wajah Serius Bos The Fed Jelaskan Kebijakan Moneter
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 17 November 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan Desember adalah sebesar 65,4%, lebih rendah dari posisi tanggal 16 November 2018 yang sebesar 68,9%.
Jika dibandingkan dengan posisi 1 minggu sebelumnya, nilainya turun lebih jauh. Sepekan yang lalu, probabilitasnya berada di level 75,8%. Bahkan, satu bulan yang lalu nilanya adalah sebesar 81%.
Dengan dinaikannya suku bunga acuan, suku bunga kredit akan naik sehingga permintaan barang dan jasa menjadi bisa ditekan. Pada akhirnya, tekanan inflasi berlebih yang bisa memukul mundur pereknomian AS secara signifikan menjadi dapat dihindari.
Ada 2 hal utama yang membuat pelaku pasar tak yakin bahwa perekonomian AS masih sepanas periode-periode sebelumnya, sehingga suku bunga acuan tak perlu dikerek pada Desember nanti. Pertama, komentar dari Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell.
Dalam sesi tanya jawab dalam sebuah acara di Dallas pada 14 November lalu, Powell mengakui bahwa perekonomian global tidak bertumbuhan dengan laju yang sama pada tahun sebelumnya. Ia menambahkan bahwa laju pertumbuhan ekonomian global secara perlahan melambat, walaupun itu bukan merupakan perlambatan yang parah.
Lebih lanjut, data ekonomi terbaru yang dirilis di Negeri Paman Sam menunjukkan adanya kontraksi dari sisi produksi. Pada hari Jumat (16/11/2018), data pertumbuhan produksi industri periode Oktober 2018 diumumkan melemah sebesar 0,1% MoM, meleset dari konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,2% MoM, seperti dikutip dari Forex Factory.
Data produksi industri meenghitung total perubahan output yang dihasilkan oleh industri manufaktur, pertambangan, dan utilitas. Data ini merupakan leading indicator dari perekonomian AS. Jika produksi dalam suatu periode mengalami kontraksi, maka kemungkinan besar tingkat konsumsi rumah tangga di periode berikutnya akan tertekan, mengingat konsumsi akan dipenuhi oleh produksi pada periode sebelumnya.
Di AS, konsumsi rumah tangga membentuk sekitar 70% dari total nilai perekonomian. Ketika konsumsi melambat, maka pertumbuhan ekonomi dan inflasi akan melandai sehingga the Fed tak perlu repot-repot melakukan pengetatan.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(ank/gus) Next Article Mengintip Wajah Serius Bos The Fed Jelaskan Kebijakan Moneter
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular