
Pefindo: Perang Dagang Bikin Emiten Ogah Rilis Obligasi
Monica Wareza, ²©²ÊÍøÕ¾
15 May 2019 18:26

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menilai perang dagang antara AS-China yang semakin tereskalasi akan berdampak pada turunnya minat penerbitan surat utang (obligasi) korporasi di dalam negeri.
Pasalnya, yield (imbal hasil) surat utang yang akan diterbitkan bisa meningkat sehingga membebani beban bunga (cost of fund) perusahaan penerbit.
Ekonom Pefindo Fikri C. Permana mengatakan perang dagang memberikan sentimen negatif untuk seluruh negara berkembang alias emerging market termasuk Indonesia. Salah satunya adalah menyebabkan terjadinya aliran dana asing keluar (capital outflow) yang menunjukkan terjadinya penurunan minat asing untuk berinvestasi di Indonesia.
"Memang trade war pengaruhnya ke sentimen dan yield surat utang korporasi,"Â kata Fikri di kantornya, Rabu (15/5).
"Sentimennya negatif trade war ke emerging market. Bisa dari pengaruh capital inflow sudah tersendat masuk padahal di kuartal I-2019 jumlahnya lumayan banyak tapi di April-Mei turun jauh karena sentimen perang dagang pengaruh minat investasi dan surat utang korporasi," katanya lagi.
Rendahnya minat untuk penerbitan surat utang ini merupakan dampak tidak langsung dari perang dagang.
Sebab, jika asing keluar dari pasar keuangan Indonesia membuat posisi rupiah melemah dibanding dolar AS dan mempengaruhi yield Surat Utang Negara (SUN).
Yield SUN yang tinggi akan berdampak pada spread atau selisih antara surat utang korporasi, terutama credit default swap (CDS) Indonesia, sehingga risiko surat utang menjadi lebih tinggi.
Kondisi ini akan mendorong yield surat utang korporasi menjadi lebih tinggi sehingga perusahaan yang akan menerbitkan mesti menawarkan kupon tinggi dan otomatis memberatkan beban bunga mereka.
Keadaan ini sudah dicerminkan dari selisih yield surat utang korporasi (dengan rating AAA) dengan SUN yang di awal tahun lalu masih bergerak di kisaran 70-80 basis poin (bps). Namun sejak April lalu, sejalan dengan meningkatnya eskalasi perang dagang, selisih yield SUN menjadi sebesar 123 bps.
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat yield SUN 10 tahun saat ini di level 8,29%.Ìý"Pengaruhnya secara tidak langsung dan dorong cost of fund tinggi buat penerbitan [obligasi] baru," kata dia.
Saat ini penerbitan surat utang korporasi masih mengandalkan penyerapan oleh investor dalam negeri.
Fikri optimistis kondisi menjadi lebih baik dalam 3 bulan terakhir ini yang akan tercermin dari mulai adanya peningkatan penerbitan surat utang. Kondisi ini juga didorong dengan adanya harapan stabilnya perekonomian dan terjaganya inflasi serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
(tas) Next Article Asing Kepincut Jadi Pemegang Saham, Pefindo Kaji Untung Rugi
Pasalnya, yield (imbal hasil) surat utang yang akan diterbitkan bisa meningkat sehingga membebani beban bunga (cost of fund) perusahaan penerbit.
Ekonom Pefindo Fikri C. Permana mengatakan perang dagang memberikan sentimen negatif untuk seluruh negara berkembang alias emerging market termasuk Indonesia. Salah satunya adalah menyebabkan terjadinya aliran dana asing keluar (capital outflow) yang menunjukkan terjadinya penurunan minat asing untuk berinvestasi di Indonesia.
"Memang trade war pengaruhnya ke sentimen dan yield surat utang korporasi,"Â kata Fikri di kantornya, Rabu (15/5).
"Sentimennya negatif trade war ke emerging market. Bisa dari pengaruh capital inflow sudah tersendat masuk padahal di kuartal I-2019 jumlahnya lumayan banyak tapi di April-Mei turun jauh karena sentimen perang dagang pengaruh minat investasi dan surat utang korporasi," katanya lagi.
Rendahnya minat untuk penerbitan surat utang ini merupakan dampak tidak langsung dari perang dagang.
Yield SUN yang tinggi akan berdampak pada spread atau selisih antara surat utang korporasi, terutama credit default swap (CDS) Indonesia, sehingga risiko surat utang menjadi lebih tinggi.
Kondisi ini akan mendorong yield surat utang korporasi menjadi lebih tinggi sehingga perusahaan yang akan menerbitkan mesti menawarkan kupon tinggi dan otomatis memberatkan beban bunga mereka.
Keadaan ini sudah dicerminkan dari selisih yield surat utang korporasi (dengan rating AAA) dengan SUN yang di awal tahun lalu masih bergerak di kisaran 70-80 basis poin (bps). Namun sejak April lalu, sejalan dengan meningkatnya eskalasi perang dagang, selisih yield SUN menjadi sebesar 123 bps.
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) mencatat yield SUN 10 tahun saat ini di level 8,29%.Ìý"Pengaruhnya secara tidak langsung dan dorong cost of fund tinggi buat penerbitan [obligasi] baru," kata dia.
Saat ini penerbitan surat utang korporasi masih mengandalkan penyerapan oleh investor dalam negeri.
Fikri optimistis kondisi menjadi lebih baik dalam 3 bulan terakhir ini yang akan tercermin dari mulai adanya peningkatan penerbitan surat utang. Kondisi ini juga didorong dengan adanya harapan stabilnya perekonomian dan terjaganya inflasi serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
(tas) Next Article Asing Kepincut Jadi Pemegang Saham, Pefindo Kaji Untung Rugi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular