²©²ÊÍøÕ¾

Grogi Tunggu Pidato Powell, Sesi I IHSG Masih Tak Berdaya

Dwi Ayuningtyas, ²©²ÊÍøÕ¾
23 August 2019 12:16
Grogi Tunggu Pidato Powell, Sesi I IHSG Masih Tak Berdaya
Foto: Pasar Modal Indonesia merayakan 42 tahun diaktifkannya kembali oleh pemerintah Republik Indonesia, sejak 10 Agustus 1977. (²©²ÊÍøÕ¾/Monica Wareza)
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pada penutupan perdagangan sesi I akhir pekan ini (23/8/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat mencoba melipir ke zona hijau, namun usaha tersebut gagal dan harus pasrah untuk kembali mencatatkan koreksi sebesar 0,07% ke level 6.234,95 poin.

Performa IHSG bertolak belakang dengan pergerakan mayoritas bursa saham utama di Benua Kuning. Indeks Shanghai dan Hang Seng kompak menguat 0,48%, indeks Nikkei naik 0,31%, indeks Kospi cenderung stagnan 0,02%. Hanya indeks Straits Times yang sendirian anteng di zona merah dengan melemah 0,35%.

Pelaku pasar global terlihat menaruh harapan besar bahwa suku bunga acuan AS (federal funds rate/FFR) akan kembali dipangkas untuk periode September.

Melansir situs CME Fedwatch, probabilitas bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserves/The Fed) akan memotong FFR sebesar 25 basis poin (bps) mencapai 88,8%, sedangkan peluang suku bunga acuan Negeri Paman Sam dipertahankan sebesar 11,2%.

Akan tetapi, ekspektasi tersebut diselimuti oleh pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, baru-baru ini yang menegaskan bahwa pemangkasan FFR bulan lalu jangan dianggap sebagai era dimulainya pemotongan suku bunga yang lebih agresif ke depannya.

"Biar saya perjelas: yang saya maksud adalah itu (pemangkasan tingkat suku bunga acuan) bukanlah merupakan awal dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan yang agresif," kata Jerome Powell, Gubernur The Fed, dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.

"Kami tak melihat arahnya ke sana (era panjang pemangkasan tingkat suku bunga acuan). Anda akan melakukannya jika Anda melihat pelemahan ekonomi yang signifikan dan jika Anda berpikir bahwa federal funds rate perlu dipangkas secara signifikan. Itu bukanlah skenario yang kami lihat."

Namun, di lain pihak, beberapa anggota dewan The Fed menginginkan untuk kembali memangkas suku bunga acuan AS, dimana opini tersebut tercatat dalam rilis risalah rapat The Fed bulan Juli.

"Beberapa peserta rapat ingin menurunkan suku bunga acuan lebih dalam yaitu 50 basis poin (bps) untuk mempercepat laju inflasi menuju target 2%. Namun peserta lainnya memilih untuk menurunkan suku bunga acuan 25 bps," demikian tulis notula rapat itu.

Para ekonom mengatakan kondisi The Fed saat ini terbagi antara mereka yang perlu melihat bukti lainnya bahwa ekonomi AS sedang terkikis, dan mereka yang ingin melindunginya dari terpaan isu perlambatan ekonomi dunia.

Dengan terbaginya pendapat, pidato Powell pada Simposium Jackson Hole diharapkan dapat memberikan sinyal yang lebih kuat terkait arah kebijakan The Fed ke depannya.

"Jika kalimat 'midcycle adjustment' tidak muncul saat pidato di Jackson Hole, maka pelaku pasar akan menginterpretasikannya sebagai pintu yang terbuka untuk lebih banyak pemotongan," ujar Michael Gapen, Chief US Economist di Barclyas, dilansir dariÌý°ä±·µþ°äÌý±õ²Ô³Ù±ð°ù²Ô²¹³Ù¾±´Ç²Ô²¹±ô.
(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Hadiah manis dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia kemarin (23/8/2019) tampaknya gagal untuk mengangkat kinerja Bursa saham utama Tanah Air yang terus mencatatkan koreksi selama 4 hari beruntun. Ìý

Seperti diketahui, kemarin, Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%. Ìý Keputusan ini agak mengejutkan, karena konsensus pasar yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾ memperkirakan Gubernur Perry Warjiyo dan rekan mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate di 6%. Konsensus yang dihimpun Reuters pun memperkirakan demikian. Ìý

Sejatinya, pengumuman tersebut diharapkan dapat memantik aksi beli di pasar keuangan Indonesia. Hal ini dikarekan, penurunan suku bunga akan membantu mendongkrak aktifitas bisnis yang sedang lesu di tengah dinamika ekonomi global yang sarat ketidakpastiaan. Ìý

"Ini (penurunan suku bunga acuan) adalah langkah preemtif terhadap perlambatan ekonomi dunia. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan, kita perlu dorong permintaan domestik dan investasi. Ìý

Oleh karena itu, dari moneter kita turunkan suku bunga acuan dua kali dan kita arahkan untuk mendorong permintaan pembiayaan baik dari korporasi maupun rumah tangga," papar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG). Ìý

Sayangnya, keputusan tersebut kurang diapresiasi investor, karena jika The Fed nantinya mengambil sikap hawkish maka dollar akan kembali menguat dan ini tentunya berita buruk bagi neraca perdagangan Indonesia (NPI). Ìý

Pasalnya, NPI kuartal kedua tahun ini saja sudah membukukan defisit sebesar US$ 1,98 miliar atau setara dengan Rp 27,72 triliun. Padahal pada kuartal I-2019, NPI masih membukukan surplus mencapai US$ 2,4 miliar atau setara Rp 33,6 triliun. Ìý

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular