վ

Habibie: Penjinak Rupiah, Korbankan 'Anak' Demi Lewati Krisis

Arif Gunawan, վ
11 September 2019 20:33
Habibie: Penjinak Rupiah, Korbankan 'Anak' Demi Lewati Krisis
Foto: Presiden B.J. Habibie (Foto AP / Achmad Ibrahim, File)

Jakarta, վ - Sang eyang telah berpulang, pada usia yang ke-83 tahun. Pelaku pasar bakal mengingatnya sebagai sosok penyelamat rupiah, di mana pada masa kepemimpinanya Mata Uang Garuda menguat 34% ke 7.385 per dolar Amerika Serikat (AS).

Pada 21 Mei 1998, Baharuddin Jusuf Habibie ketiban sampur melanjutkan nahkoda republik ini yang sedang terkoyak oleh krisis keuangan, yang berkembang menjadi krisis ekonomi dan krisis sosial. Demo mahasiswa dan krisis ekonomi yang berlarut menjungkalkan rezim Soeharto.

Beberapa pekan setelah dia menduduki kursi presiden, nilai tukar rupiah sempat ambrol hingga mencapai level terlemahnya sepanjang sejarah, yakni di level Rp 16.800 pada 1 Juni 1998. Sentimen pasar memang sangat buruk di tengah ambruknya ekonomi negara Asia lainnya.

Dunia mencatatnya sebagai krisis finansial Asia 1997, bangsa Indonesia mengenalnya sebagai krisis moneter (krismon) 1998. Setelah baht, ringgit, Peso dan dolar Singapura dihajar para spekulan mata uang, hingga nilai kursnya melemah pada Juli, pasar saham Indonesia mulai bereaksi.

Di Indonesia, bankrush (penarikan dana besar-besaran) menerpa bank-bank sejak tahun 1997 karena nasabah khawatir dana simpanan mereka hilang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh dari level psikologis 500 ke 258 (pada 6 Oktober 1998), dan disintegrasi bangsa menyeruak.

Namun demikian, Habibie mampu meyakinkan pasar global dan menjinakkan tekanan atas rupiah meski tanpa dukungan intervensi Bank Indonesia-yang kala itu belum memiliki kewenangan stabilisasi rupiah. Gubernur BI Perry Warjiyo kini berwenang mengintervensi rupiah berkat UU tentang BI (No. 23 tahun 1999), yang diteken oleh Habibie.

Dalam masa pemerintahan Habibie, rupiah tercatat menguat 34,1%, dari Rp 11.200 per dolar AS (20 Mei 1998) menjadi Rp 7.385 (20 Oktober 1999). Rupiah bahkan sempat menyentuh level terkuatnya dalam sepanjang sejarah Indonesia setelah krisis 1997, yakni pada 6.550 per dolar AS (28 Juni 1999).

Catat! Tak ada satupun presiden setelah era reformasi yang mampu membawa rupiah kembali ke level 6.500-an seperti Habibie.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Lindungi Rakyat, Legawa Korbankan IPTN (NEXT)


Di tengah kondisi gawat tahun 1998, begawan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ini mengambil langkah-langkah taktis yang warisannya masih kita lihat saat ini. Dia membentuk Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) yang kini beralih jadi PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

Bank-bank kuat yang kita kenal saat ini merupakan buah dari restrukturisasi perbankan oleh BPPN, misalnya PT Bank Mandiri Tbk yang merupakan merger dari empat bank, yakni Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Exim, dan Bank Pembangunan Indonesia.

Dalam masa pemerintahannya yang singkat, yakni hanya 17 bulan, Habibie juga mengesahkan dua produk undang-undang (UU) yang tanpanya maka masyarakat Indonesia bakal menjadi bulan-bulanan produsen nakal. Kita mengenalnya sebagai UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat (No. 5 tahun 1999) dan UU Perlindungan Konsumen (No. 8 tahun 1999).

Bahkan, dia mengorbankan perusahaan yang lahir dari tangan piawainya yakni PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio), sebagai harga yang harus dibayar untuk mendapat bantuan dana dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi krisis agar tak berlarut-larut.

Dalam membantu Indonesia, IMF tidak mau gratisan. Mereka mensyaratkan beberapa klausul yang harus dipatuhi, salah satunya adalah penghentian pembiayaan pengembangan pesawat N250 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Habibie tidak dilibatkan dalam penandatanganan kesepakatan antara Soeharto dan IMF tersebut.

“Industri strategis di dunia ada tiga yang ditutup, pertama di Jepang, kedua Jerman, dan Indonesia waktu reformasi, sedih enggak? Tapi sudah deh itu lebih murah daripada kita perang saudara," ujar Habibie sebagaimana dikutip detik.com dalam acara Presidential Lecture di Gedung Thamrin Bank Indonesia (BI), Jakarta Pusat, Senin (13/2/2017).

Ketika ditutup, industri yang dirintis Habibie dengan 20 orang pegawai itu harus mem-PHK 48.000 pegawai. "Mulai dari 20 orang waktu itu, saya jadi Wakil Presiden serahkan 48.000 orang," kata Habibie.

Menurut Habibie, bahkan setelah menjadi Presiden RI pada periode 1998-1999, dia tetap mengalah dengan keputusan tersebut. Sebab, dia mengibaratkan, lebih baik mementingkan satu hal yang dicintai daripada satu hal yang disukai.

"Keputusan itu untuk Indonesia, saya mencintai rakyat. Saya mengalah asal NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) tetap satu. Tidak seperti Rusia yang pecah jadi 17 negara," tutur Habibie.

Kecintaannya akan kemanusiaan mendorongnya memberikan referendum bagi Timor Timur, yang berujung pada lepasnya provinsi termuda Indonesia tersebut. Di tengah kontroversi yang menjegal kepemimpinannya itu, rupiah “bersama” dia dengan melemah 185 poin (2,5%) ke 7.385 mengiringi langkahnya meninggalkan Istana Negara, ketika MPR menolak laporan pertanggungjawabannya pada 20 Oktober 1999.

Republik ini layak mengenangnya sebagai Bapak Bangsa yang tak hanya mencintai bangsa ini, tapi sukses 'Menjinakkan Rupiah’.

TIM RISET վ INDONESIA





Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular