²©²ÊÍøÕ¾

Cukai Rokok Dikerek 23%, Target Saham GGRM Dipangkas 42,3%

Irvin Avriano Arief, ²©²ÊÍøÕ¾
16 September 2019 14:59
Mereka memprediksi momentum pertumbuhan pangsa pasar GGRM akan mereda pada 2020 karena pemerintah juga berencana meningkatkan harga jual eceran (HJE) dasar 35%.
Foto: https://www.gudanggaramtbk.com/
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan yang di luar kewajaran langsung mendapat reaksi pasar hari ini.

Salah satu sekuritas yang bereaksi terhadap cukai rokok itu adalah PT RHB Sekuritas Indonesia yang memangkas target harga wajar (target price/TP) produsen rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) 42,3% menjadi Rp 57.700.

Target tersebut diturunkan analis RHB Sekuritas Michael W Setjoadi, Jessica Pratiwi, dan Marco Antonius dari sebelumnya Rp 100.000 per saham.

Namun saat ini, harga saham Gudang Garam sudah berada pada level Rp 55.300/unit turun 19,62% dibandingkan harga pekan lalu.

Selain menurunkan TP, pada riset yang sama ketiga analis tersebut juga menurunkan rekomendasi saham untuk GGRM langsung dua level menjadi jual (SELL) dari sebelumnya beli (BUY) tanpa mampir di level netral (NEUTRAL) dulu.

"Setelah pengumuman kenaikan cukai 23%, kami target memprediksi laba GGRM untuk 2020 turun 33% di tengah prediksi penurunan volume penjualan industri 20% dan kontraksi margin laba kotor 2,6 poin persen. Pajak dan cukai terkait rokok berporsi 63% dari penjualan," ujar Michael dan tim dalam riset yang sama kepada nasabah perusahaan hari ini (16/9/19).

Mereka memprediksi momentum pertumbuhan pangsa pasar GGRM akan mereda pada 2020 karena pemerintah juga berencana meningkatkan harga jual eceran (HJE) dasar 35%.

Prediksi RHB Sekuritas juga mencerminkan adanya potensi penurunan laba per saham (EPS) 23% YoY karena pendapatan perusahaan dapat menciut 10,7% dengan asumsi kenaikan rerata harga jual (ASP) 16%.



Secara akumulatif, pemerintah sudah menaikkan cukai rokok 63,49% pada periode 2015-2020. Urutannya, pemerintah menaikkan cukai rokok 8,72% pada 2015, 11,19% pada 2016, 10,54% pada 2017, 10,04% pada 2018, dan terakhir baru-baru ini 23% untuk kenaikan 2020.

Ketiga analis RHB Sekuritas juga menggarisbawahi bahwa laba GGRM lebih sensitif terhadap kenaikan cukai dibanding pesaing terdekatnya yaitu PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Setiap kenaikan 1% cukai, laba bersih setelah pajak (NPAT) Gudang Garam dikalkulasi turun 5%, sedangkan Sampoerna hanya 2,6%.

Gudang Garam adalah produsen rokok asal Kediri (Jawa Timur) yang memproduksi rokok Gudang Garam Merah, Surya Pro, Surya Pro Mild, GG Mild, GG Mild Shiver, Surya 16, dan Surya 12.

Di sisi lain, Sampoerna adalah perusahaan asal Surabaya (Jawa Timur) yang sudah dibeli Philip Morris asal AS yang saat ini memproduksi rokok A Mild, U Mild, Sampoerna Hijau, Dji Sam Soe, dan Marlboro.

Kedua perusahaan, bersama dengan PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) yang dimiliki British American Tobacco (BAT), PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), dan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) adalah produsen rokok dan tembakau yang sahamnya tercatat di bursa. Saat ini, saham rokok yang paling likuid di pasar adalah Sampoerna dan Gudang Garam.

Dalam masalah cukai, kondisi Sampoerna lebih diuntungkan karena memiliki eksposur yang lebih tinggi pada sigaret kretek tangan (SKT) yang memiliki rasio cukai yang lebih rendah terhadap ASP-nya.

Di sisi positifnya, RHB Sekuritas memprediksi setelah berlakunya kenaikan cukai tahun depan maka akan terjadi konsolidasi industri rokok yang justru akan menguntungkan Gudang Garam dalam jangka panjang.

Pada riset terpisah, RHB Sekuritas menurunkan rekomendasi Sampoerna (HMSP) menjadi NEUTRAL dari sebelumnya BUY, dan TP Sampoerna juga diturunkan menjadi Rp 2.800 per saham dari Rp 3.500 per saham.

Ìý

Posisi Sampoerna dinilai lebih diuntungkan di tengah kenaikan cukai karena hanya ada satu produk perseroan yang dekat dengan harga bawah yaitu Magnum Mild 16, dan 37% dari seluruh portofolio produk HMSP memiliki ASP di atas Rp 1.200 per batang, di atas HJE sigaret kretek mesin Rp 1.120 per batang.

Selain itu, produk perusahaan yang premium dan generasi lebih muda, maka sensitivitas konsumen terhadap kenaikan harga diprediksi akan lebih minimal. Pangsa pasar Sampoerna juga diprediksi akan naik ketika pesaingnya mengalami penurunan volume penjualan setelah penyesuaian ASP.

Dalam riset terpisah, analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya menilai netral terhadap kenaikan cukai, tetapi mencatat bahwa kenaikan cukai belum pernah di atas 20% dalam 10 tahun terakhir.

Pemerintah menggarisbawahi tiga tujuan dari kenaikan cukai itu yaitu menurunkan konsumsi rokok, mengelola industri, dan meningkatkan penerimaan negara.

Selepas jeda sesi siang ini, koreksi masih terjadi secara luas di pasar saham dan juga di saham GGRM serta HMSP.



TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA


(irv/hps) Next Article Cukai Rokok Semakin 'Ngebul'

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular