²©²ÊÍøÕ¾

Mata Uang Negara Tetangga Perkasa, Rupiah Malah Santuy.....

Anthony Kevin, ²©²ÊÍøÕ¾
02 November 2019 12:08
Mata Uang Negara Tetangga Perkasa, Rupiah Malah Santuy.....
Foto: Ilustrasi Dolar dan Rupiah (²©²ÊÍøÕ¾/Muhammad Sabki)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kinerja rupiah di sepanjang pekan ini terbilang mengecewakan. Pada penutupan perdagangan di pasar spot hari Jumat (1/11/2019), rupiah berada di level Rp 14.030/dolar AS, sama persis dengan posisi pada penutupan perdagangan di hari Jumat pekan sebelumnya (25/11/2019).

Walau rupiah tak melemah, kinerjanya terbilang mengecewakan lantaran mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya sukses mencetak penguatan melawan dolar AS.

Optimisime bahwa AS dan China akan bisa meneken kesepakatan dagang pada bulan ini menjadi faktor yang memantik aksi beli atas mata uang negara-negara Benua Kuning. Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa lokasi penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan segera diumumkan.

Untuk diketahui, sebelumnya AS dan China berencana untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu di Chile, kala Trump bertemu dengan Presiden China XI Jinping di sela-sela gelaran KTT APEC. Namun, rencana tersebut kemudian dipertanyakan menyusul keputusan Chile untuk membatalkan gelaran tersebut, seiring dengan aksi demonstrasi yang tak kunjung padam di sana.

"China dan AS sedang bekerja untuk memilih lokasi baru guna menandatangani kesepakatan dagang tahap satu, [yang mencakup] sebesar 60% dari kesepakatan final, pasca KTT APEC di Chile dibatalkan karena situasi yang tidak terkait dengan perkembangan negosiasi dagang AS-China," cuit Trump melakui akun Twitter personalnya, @realDonaldTrump.

Perkembangan tersebut juga melegakan lantaran sebelumnya ada kekhawatiran bahwa hubungan AS-China akan kembali memanas. Melansir Reuters, seorang pejabat pemerintahan AS mengatakan bahwa ada kemungkinan kesepakatan dagang tahap satu antar kedua negara belum akan siap untuk diteken pada bulan ini.

Pemberitaan Reuters kemudian menyebut bahwa permintaan Trump agar China membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah besar menjadi faktor yang mengganjal dalam negosiasi dagang kedua negara.

Jika kesepakatan dagang tahap satu benar bisa diteken, diharapkan laju perekonomian dunia bisa dipacu untuk melaju lebih kencang. Alhasil, optimisme pelaku pasar pun membuncah untuk melakukan aksi beli atas mata uang negara-negara Asia.

Keputusan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS untuk memangkas tingkat suku bunga acuan pada pekan ini ikut membantu mendongkrak kinerja mata uang negara-negara Asia.

Pasca menggelar pertemuan selama dua hari, The Fed memutuskan untuk memangkas federal funds rate sebesar 25 bps ke rentang 1,5%-1,75%. Lemahnya pertumbuhan ekonomi global dan rendahnya tingkat inflasi menjadi faktor yang mendasari keputusan tersebut.

Keputusan The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sesuai dengan konsensus yang juga memperkirakan bahwa tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas dengan besaran 25 bps.

Sebelum pada pekan ini, The Fed telah memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak dua kali di tahun 2019, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli dan September. Jika ditotal dengan pemangkasan pada pekan inii, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 75 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.

Memang, ruang bagi The Fed untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan terbuka lebar, seiring dengan tingkat inflasi AS yang rendah. Untuk diketahui, The Fed memiliki dua mandat yang ditetapkan oleh Kongres AS, yakni kestabilan harga (inflasi) dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang maksimum.

Berbicara mengenai inflasi, saat ini tingkat inflasi AS berada di level yang rendah. Untuk diketahui, acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur tingkat inflasi adalah Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index.

Data teranyar, Core PCE price index tercatat tumbuh sebesar 1,8% secara tahunan pada Agustus 2019, masih cukup jauh di bawah target The Fed yang sebesar 2%.

Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas oleh The Fed, memang biassanya dolar AS akan melemah.

Faktor domestik menjadi penyebab di balik kinerja rupiah yang terbilang mengecewakan pada pekan ini. Pada pekan depan, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis angka pertumbuhan ekonomi untuk periode kuartal III-2019.Ìý

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh di bawah konsensus yang dihimpun oleh ²©²ÊÍøÕ¾ sebesar 5,19%. Pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, sama persis dengan konsensus. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,06% YoY.

Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.

Pada kuartal III-2019, konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan, melambat dari capaian di kuartal I dan II.

Jika hanya mencapai 5,01%, maka pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2019 akan jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Bermain aman sembari menantikan rilis angka pertumbuhan ekonomi, pelaku pasar memilih untuk tak mengoleksi rupiah terlebih dulu.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular