
COVID-19 Bikin Rupiah & IHSG Keok, BI & Pemerintah Harus Apa?
Tirta Citradi, ²©²ÊÍøÕ¾
31 March 2020 16:02

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Gejolak di pasar keuangan global belakangan ini dipicu oleh merebaknya pandemi virus corona (COVID-19) yang kini telah menjangkiti berbagai penjuru dunia. Pasar keuangan Indonesia termasuk yang tertekan paling hebat.
Sejak awal tahun nasib miris dialami pasar saham tanah air. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum sempat mencicipi rasanya penguatan pada periode Januari harus tertekan hebat akibat merebaknya COVID-19 di China dan dunia pada akhir Januari lalu.
Sejak awal tahun IHSG mencatatkan koreksi sebesar 29,92% hingga kemarin. Asing membukukan aksi jual bersih senilai Rp 10 triliun. Sebenarnya tekanan jual juga melanda bursa saham global. Namun IHSG tetap menjadi yang terburuk jika dibandingkan S&P 500, Euro STOXX 600, MSCI All AxJ dan TOPIX.
Capital outflow tidak hanya terjadi di bursa saham saja. Di pasar obligasi juga mengalami nasib serupa. Dalam konferensi persnya hari ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan secara year to date terjadi net outflow sebesar Rp 145,1 triliun yang terdiri dari outflow Rp 131,1 triliun di SBN dan Rp 9,9 triliun.
Outflow memang mereda pada seminggu terakhir. Outflow besar-besaran memang terjadi saat wabah corona merebak. BI mencatat ada outflow sebesar Rp 167,9 triliun. Outflow ini turut memberatkan kinerja rupiah. Secara year to date rupiah telah terdepresiasi terhadap dolar AS lebih dari 17% dan menjadi mata uang yang terburuk di kawasan Benua Kuning.
Pandemi COVID-19 memang telah memicu kepanikan global. Pasar keuangan tanah air pun tak bisa menghindar dan terkena dampaknya. Bahkan setelah stimulus fiskal diumumkan dan kelonggaran moneter ditetapkan untuk meredam dampak COVID-19, pasar masih diwarnai dengan kepanikan.
Lantas apa yang seharusnya dilakukan oleh BI dan pemerintah? Karena global terdampak mustahil bagi RI untuk menghindar. Sejauh ini Bank Indonesia sudah berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar melalui triple intervention baik di pasar spot, dndf dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga terus menjaga likuiditas valas maupun rupiah.
Di sisi lain melalui arahan makro ekonomi RI-1 Joko Widodo (Jokowi) pemerintah menyiapkan berbagai stimulus ekonomi untuk melawan wabah COVID-19. Stimulus yang disiapkan beragam mulai dari fokus realokasi APBN dan APBD untuk sektior kesehatan, pemberian kartu sembako dan pra-kerja hingga relaksasi aturan perpajakan.
Sumber : Bahana Sekuritas, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia Research
Namun pasar belum benar-benar dikatakan rebound, meskipun sudah menyentuh titik terendahnya (bottom). Pasalnya musuh tak kasat mata (COVID-19) yang mengancam kesehatan dan perekonomian RI masih belum dapat disingkirkan.
Jumlah kasus infeksi COVID-19 di tanah air terus bertambah. Per hari kemarin, jumlah kasus infeksi di tanah air mencapai 1.414. Sebanyak 75 orang pasien dinyatakan sembuh dan 122 orang meninggal dunia. Sementara sisanya yakni 1.217 orang masih mendapat perawatan intensif.
Jumlah kasus baru bertambah lebih dari 100 dalam beberapa hari terakhir. Tingkat kematian di Indonesia masih termasuk yang tertinggi dengan 8,4% vs global 4,8%. Bagaimanapun juga investor masih memantau perkembangan kasus COVID-19 di tanah air dan apa langkah pemerintah untuk menghadapinya.
Saat ini investor lebih menyoroti intervensi apa yang dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah kasus COVID-19. Sejauh ini belum ada langkah yang benar-benar tegas yang diambil pemerintah. Imbauan social distancing yang sudah dilakukan masih tak efektif untuk menekan laju pertumbuhan kasus.
Dalam pengumumannya kemarin, RI satu menegaskan bahwa ini merupakan kondisi darurat sipil. Aparat kepolisian dan tentara akan diterjunkan untuk berpatroli. Akan ada penindakan hukum bagi mereka yang tidak mematuhi aturan ini.
Saat ini langkah-langkah pemerintah dalam menghadapi wabah ini sangatlah disorot. Jika kasus melonjak signifikan dan angka kematian makin melejit, bisa-bisa investor kembali kabur dari pasar keuangan RI dan semakin memperburuk kondisi.
Bagaimanapun juga, jika kasus ini bisa ditangani dengan baik dan dampaknya bisa diminimalisir maka investor terutama asing yang tadinya pulang kampung bisa masuk lagi ke tanah air dan pasar akan kembali bersemi.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(twg/twg) Next Article Batu Bara Ambrol 50% ke Bawah US$ 200, Awas Rupiah Merana!
Sejak awal tahun nasib miris dialami pasar saham tanah air. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum sempat mencicipi rasanya penguatan pada periode Januari harus tertekan hebat akibat merebaknya COVID-19 di China dan dunia pada akhir Januari lalu.
Sejak awal tahun IHSG mencatatkan koreksi sebesar 29,92% hingga kemarin. Asing membukukan aksi jual bersih senilai Rp 10 triliun. Sebenarnya tekanan jual juga melanda bursa saham global. Namun IHSG tetap menjadi yang terburuk jika dibandingkan S&P 500, Euro STOXX 600, MSCI All AxJ dan TOPIX.
Capital outflow tidak hanya terjadi di bursa saham saja. Di pasar obligasi juga mengalami nasib serupa. Dalam konferensi persnya hari ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan secara year to date terjadi net outflow sebesar Rp 145,1 triliun yang terdiri dari outflow Rp 131,1 triliun di SBN dan Rp 9,9 triliun.
Outflow memang mereda pada seminggu terakhir. Outflow besar-besaran memang terjadi saat wabah corona merebak. BI mencatat ada outflow sebesar Rp 167,9 triliun. Outflow ini turut memberatkan kinerja rupiah. Secara year to date rupiah telah terdepresiasi terhadap dolar AS lebih dari 17% dan menjadi mata uang yang terburuk di kawasan Benua Kuning.
Pandemi COVID-19 memang telah memicu kepanikan global. Pasar keuangan tanah air pun tak bisa menghindar dan terkena dampaknya. Bahkan setelah stimulus fiskal diumumkan dan kelonggaran moneter ditetapkan untuk meredam dampak COVID-19, pasar masih diwarnai dengan kepanikan.
Lantas apa yang seharusnya dilakukan oleh BI dan pemerintah? Karena global terdampak mustahil bagi RI untuk menghindar. Sejauh ini Bank Indonesia sudah berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar melalui triple intervention baik di pasar spot, dndf dan pembelian SBN di pasar sekunder. BI juga terus menjaga likuiditas valas maupun rupiah.
Di sisi lain melalui arahan makro ekonomi RI-1 Joko Widodo (Jokowi) pemerintah menyiapkan berbagai stimulus ekonomi untuk melawan wabah COVID-19. Stimulus yang disiapkan beragam mulai dari fokus realokasi APBN dan APBD untuk sektior kesehatan, pemberian kartu sembako dan pra-kerja hingga relaksasi aturan perpajakan.
Nomor | Instruksi Presiden | Anggaran (triliun rupiah) |
1 | Memangkas pengeluaran bukan prioritas pada APBN & APBD | |
2 | Realokasi anggaran kementerian, pemerintah provinsi dan daerah untuk program kesehatan | 62.3 |
3 | Memastikan ketersediaan bahan pangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan koordinasi antar kementerian dan pemerintah daerah | |
4 | Memperkenalkan program insentif uang tunai | |
5 | Distribusi bantuan tambahan mencapai Rp 200.000/orang/bulan melalui Kartu Sembako dari sebelumnya hanya Rp 150.000 | 4.56 |
6 | Distribusi bantuan tunai di bawah Kartu Pra-Kerja untuk masyarakat selama 3-4 bulan ke depan | 10 |
7 | Relaksasi Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk pekerja sektor manufaktur selama 6 bulan | 8.6 |
8 | Relaksasi pinjaman UMKM oleh OJK (di bawah Rp10milyar) dari perbankan dan lembaga non-bank dalam bentuk: 1) Pengurangan fasilitas bunga kredit bunga; dan 2) Penangguhan cicilan hingga 1 tahun | |
9 | Keringanan kredit KPR bersubsidi dalam bentuk: 1) Pembayaran selisih bunga oleh pemerintah, jika lebih dari 5% 2) Subsidi uang muka | 1.5 |
10 | Mendistribusikan alat pelindung diri (APD) 105.000 unit untuk tenaga medis: 1) DKI Jakarta 40.000 2) Jawa Barat 15.000 3) Jawa Tengah 10.000 4) Jawa Timur 10.000 5) Yogyakarta 1.000 6) Bali 4.000 dan 7) Lainnya 25.000 |
Sumber : Bahana Sekuritas, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia Research
Namun pasar belum benar-benar dikatakan rebound, meskipun sudah menyentuh titik terendahnya (bottom). Pasalnya musuh tak kasat mata (COVID-19) yang mengancam kesehatan dan perekonomian RI masih belum dapat disingkirkan.
Jumlah kasus infeksi COVID-19 di tanah air terus bertambah. Per hari kemarin, jumlah kasus infeksi di tanah air mencapai 1.414. Sebanyak 75 orang pasien dinyatakan sembuh dan 122 orang meninggal dunia. Sementara sisanya yakni 1.217 orang masih mendapat perawatan intensif.
Jumlah kasus baru bertambah lebih dari 100 dalam beberapa hari terakhir. Tingkat kematian di Indonesia masih termasuk yang tertinggi dengan 8,4% vs global 4,8%. Bagaimanapun juga investor masih memantau perkembangan kasus COVID-19 di tanah air dan apa langkah pemerintah untuk menghadapinya.
Saat ini investor lebih menyoroti intervensi apa yang dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah kasus COVID-19. Sejauh ini belum ada langkah yang benar-benar tegas yang diambil pemerintah. Imbauan social distancing yang sudah dilakukan masih tak efektif untuk menekan laju pertumbuhan kasus.
Dalam pengumumannya kemarin, RI satu menegaskan bahwa ini merupakan kondisi darurat sipil. Aparat kepolisian dan tentara akan diterjunkan untuk berpatroli. Akan ada penindakan hukum bagi mereka yang tidak mematuhi aturan ini.
Saat ini langkah-langkah pemerintah dalam menghadapi wabah ini sangatlah disorot. Jika kasus melonjak signifikan dan angka kematian makin melejit, bisa-bisa investor kembali kabur dari pasar keuangan RI dan semakin memperburuk kondisi.
Bagaimanapun juga, jika kasus ini bisa ditangani dengan baik dan dampaknya bisa diminimalisir maka investor terutama asing yang tadinya pulang kampung bisa masuk lagi ke tanah air dan pasar akan kembali bersemi.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(twg/twg) Next Article Batu Bara Ambrol 50% ke Bawah US$ 200, Awas Rupiah Merana!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular