²©²ÊÍøÕ¾

Harga Minyak Minus, Jangan Panik Dulu!

Putu Agus Pransuamitra, ²©²ÊÍøÕ¾
21 April 2020 13:37
Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Harga minyak mentah dunia West Texas Intermediate (WTI) negatif atau minus sedang menghebohkan jagat finansial.  Pada Senin (20/4/2020) minyak WTI ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau turun 305,97%. 

Harga minyak sampai minus tersebut terjadi di perdagangan berjangka (futures) di mana minyak ditransaksikan dalam bentuk kontrak di setiap bulannya. Transaksinya dilakukan di New York Mercantile Exchnge (NYMEX) yang merupakan bursa berjangka komoditas di Amerika Serikat (AS) yang merupakan bagian dari CME Group.

Di Indonesia juga ada bursa semacam ini, namanya Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) dan Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX). Kedua bursa tersebut memperdagangkan berbagai macam komoditas seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga emas dalam bentuk kontrak berjangka. Lembaga pemerintah yang menaungi perdagangan berjangka ada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Balik lagi ke harga minus yang menghebohkan jagat finansial, itu merupakan harga minyak mentah WTI untuk kontrak bulan Mei yang akan habis di penutupan perdagangan hari ini Selasa (21/4/2020) di NYMEX. Pada perdagangan berjangka, minyak mentah memiliki kontrak untuk setiap bulannya dengan harga yang berbeda-beda.

Foto: CME Group

Tabel di atas menunjukkan harga minyak WTI untuk kontrak setiap bulannya (pada kolom last), dan harga tersebut akan naik turun sesuai dengan mekanisme pasar.

Setiap perdagangan tentunya akan mempertemukan penjual dan pembeli, dalam perdagangan minyak mentah berjangka akan mempertemukan penjual (misalnya produsen minyak mentah) dan pembeli (misalnya perusahaan pengolahan minyak mentah).

Harga kontrak minyak mentah yang ada setiap bulannya tersebut digunakan untuk memastikan keuntungan bagi kedua belah pihak, atau bisa juga digunakan untuk lindung nilai (hedging). Misalnya, produsen menjual minyaknya pada kontrak bulan Juni di US$ 21,40/barel, yang dibeli oleh perusahaan pengolahan. Seiring berjalannya waktu hingga sehari sebelum kontrak tersebut expired harga minyak berada di level US$ 15/barel.

Setelah masa expired, maka transaksi tersebut akan diproses untuk penyerahan barang. Produsen tetap menjual dengan harga US$ 21,40/barel (bukan (US$ 15/barel) begitu juga pembeli tetap membayar US$ 21,40/barel.

Itu artinya produsen minyak mentah sudah mengamankan keuntungannya sejak awal di US$ 21/barel, atau menjual harga lebih mahal dibandingkan saat masa expired sebesar US$ 15/barel.

Sebaliknya, perusahaan pengolahan minyak mentah akan mendapat keuntungan ketika harga minyak mentah di masa expired misalnya malah naik menjadi US$ 30/barel. Artinya, harga minyak mentah yang dibeli lebih murah ketimbang harus membeli sehari sebelum masa expired.

Seperti itulah gambaran sederhana perdagangan berjangka, yang bisa memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Lantas kenapa harga minyak bisa minus?

Seperti disebutkan sebelumnya, masa expired kontrak minyak WTI bulan Mei jatuh pada akhir perdagangan hari ini, 21 April (waktu AS), setelahnya kontrak tersebut tidak akan ditransaksikan lagi, dan akan diproses untuk serah terima barang.

Harga minus bisa terjadi ketika produsen minyak mentah sudah tidak memiliki tempat penyimpanan hasil produksinya, sementara permintaan minyak mentah sudah tidak ada, bahkan jika diberikan secara gratis pun tidak ada yang menampung.


Dampaknya, produsen menjual dengan harga US$ -40/barel, artinya minyak diberikan secara gratis, plus diberikan uang juga. Produsen terlihat seperti "bunuh diri", tetapi sebenarnya tindakan tersebut bisa memangkas biaya lebih besar, ketimbang produsen tersebut harus menyimpan minyak mentahnya.

Secara sederhana, seperti itulah yang menyebabkan harga minyak bisa minus, walaupun di pasar berjangka tersebut akan lebih kompleks.

Yang patut diingat, masa expired minyak WTI kontrak Mei setelah perdagangan hari ini, sehingga volume transaksinya rendah (bisa dilihat di tabel bagian volume). Volume transaksi yang besar berada di kontrak bulan Juni, sehingga harganya lebih tepat menggambarkan kondisi pasar minyak mentah saat ini.



Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 11:25 WIB, minyak mentah WTI kontrak Mei diperdagangkan di level US$ 1,38/barel, sementara kontrak bulan Juni di US$ 21,39/barel. 

Grafik di atas menunjukkan harga kontrak bulan Mei dan Juni cenderung sama hingga 21 Maret lalu, hal tersebut terjadi karena volume transaksi di 2 kontrak tersebut belum terlalu besar, masih ada kontrak bulan April yang diperdagangkan. Ketika kontrak April mengalami expired pada 21 Maret, setelahnya kontrak bulan Mei dan Juni mengalami pergerakan yang mirip meski volatilitas kontrak Mei lebih tinggi.

Harga minyak mentah sudah diprediksi akan minus oleh Direktur Pelaksana Muzuho Securities, Paul Sankey pada pertengahan Maret lalu. "Harga minyak bisa menjadi minus," tulis Sankey, (18/3/2020) lalu sebagaimana dilansir Fox Business.

Sankey menjelaskan, harga minus bisa terjadi saat ketika biaya penyimpanan minyak mentah menjadi mahal, sementara permintaan sangat rendah. Sehingga produsen akan memberikan minyaknya secara gratis plus diberi uang, sehingga bisa menekan biaya penyimpanan yang mahal.

"Realitas di pasar fisik, minyak mentah terus diproduksi dan itu harus dikonsumsi atau disimpan. Ketika biaya penyimpanan menjadi tinggi, atau tempat penyimpanan habis, perusahaan mungkin membayar konsumennya untuk membawa minyak mentah tersebut," kata Sankey.

"Harga minus terjadi saat suplai melebihi permintaan, sehingga memerlukan tempat penyimpanan. Harga negatif secara sederhana adalah ketika biaya penyimpanan lebih tinggi dibandingkan harga minyak di pasar," paparnya.

Penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) yang menyebabkan penurunan hingga terhentinya aktivitas ekonomi di banyak negara. Dampaknya, permintaan minyak mentah pun merosot drastis dan harganya terseret turun. 


Harga minyak mentah bahkan masih merosot meski Organisasi Negara-Negara Eksportir Minyak (OPEC) bersama Rusia dan negara lainnya telah sepakat memangkas produksinya.

OPEC, Rusia dkk atau yang disebut OPEC+ sepakat memangkas produksi minyaknya sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) pada Kamis (9/4/2020) pekan lalu. Pemangkasan tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, dan akan dilakukan pada Mei-Juni.

Sementara di sisa tahun setelahnya, jumlah pemangkasan akan dikurangi menjadi 7,7 juta bph, dan mulai Januari 2021 sampai April 2022 diturunkan lagi menjadi 5,8 juta bph.

Sayangnya meski pemangkasan produksi yang dilakukan terbesar sepanjang sejarah, permintaan minyak mentah diprediksi turun lebih besar lagi. International Energy Agency (IEA) hari ini memberikan proyeksi permintaan minyak mentah akan menurun hingga 29 juta barel per hari di bulan April dibandingkan tahun lalu, ke level terendah dalam 25 tahun terakhir.

Prediksi penurunan tersebut tiga kali lipat lebih besar ketimbang pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC+, apalagi bariu akan dilakukan pada bulan Mei, sehingga oversupply yang besar tentunya terjadi di bulan ini. Pantas saja harga minyak mentah bisa minus. 


TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular