
Internasional
Jika Trump Tarik Militer AS, Bagaimana Nasib Arab Saudi?
Putu Agus Pransuamitra, ²©²ÊÍøÕ¾
02 May 2020 21:59

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemangkasan produksi minyak yang dilakukan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang dipimpin Arab Saudi, bersama Rusia dan beberapa negara lainnya atau yang disebut OPEC+ pada pertengahan April lalu menyisakan cerita tersendiri.
Ada ancaman penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Arab Saudi jika OPEC tidak mau memangkas produksi minyaknya.
Menurut laporan khusus Reuters, Presiden AS, Donald Trump diketahui memberi ultimatum kepada Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) bahwa ia tidak akan berusaha menghentikan anggota parlemen AS dari meloloskan UU untuk menarik pasukan AS dari Saudi, kecuali OPEC mulai memangkas produksi minyaknya.
Ultimatum tersebut dilakukan Trump pada 2 April, atau 10 hari sebelum Arab Saudi mengumumkan OPEC+ sepakat memangkas produksi minyak mentah sebesar 9,7 juta barel per hari, atau setara 10% dari total supply minyak mentah global.
Hal ini diungkapkan oleh empat sumber Reuters yang mengetahui dengan persoalan ini, dikutip ²©²ÊÍøÕ¾, Jumat (1/5/2020).
Ultimatum Presiden Trump tersebut hingga dituruti oleh Putra Mahkota MBS menunjukkan betapa pentingnya kehadiran militer AS di kawasan kaya minyak tersebut.
Reuters melaporkan, saat ini ada sekitar 300.000 tentara AS di daratan Arab Saudi, dan jalur ekspor minyak mentah juga dilindungi oleh Armada Kelima Angkatan Laut AS (NAVY).
Hubungan AS-Arab Saudi sudah terjalin sejak 1945, tepatnya saat Presiden AS Franklin D. Roosevelt bertemu dengan Raja pertama Arab Saudi Abdul Aziz bin Saud. Mereka mencapai kesepakatan AS akan melindungi Arab Saudi sebagai gantinya Negeri Paman Sam memiliki akses ke cadangan minyak mentah Arab Saudi.
Arab Saudi bergantung pada persenjataan militer dan kehadiran pasukan AS untuk menghadapi rival-rivalnya di Timur Tengah.
Bukti rentannnya Arab Saudi terlihat pada bulan September tahun lalu, ketika drone menyerang ladang minyak terbesar Arab Saudi di Hijra Khurais dan fasilitas pemrosesan minyak mentah di dunia di Abqaiq. Serangan dilakukan Sabtu (14/9/2019) pagi sekitar pukul 04.00 waktu setempat.
Serangan ini menyebabkan kebakaran di dua fasilitas milik perusahaan minyak Aramco.
Fasilitas Khurais yang berjarak 250 kilometer dari Dhahran, menjadi lokasi ladang minyak utama. Sedangkan fasilitas Abqaiq yang berlokasi 60 kilometer sebelah barat daya kantor utama Aramco di Dhahran, merupakan lokasi pabrik pengolahan minyak terbesar milik Saudi Aramco.
Pemberontak Houthi mengklaim serangan tersebut, tetapi Arab Saudi menyatakan Iran ada dibaliknya. 4 hari setelah serangan tersebut Arab Saudi menggelar konferensi pers untuk membuktikan Iran ada dibalik serangan tersebut, dengan menunjukkan drone dan puing-puing rudal yang menghancurkan fasilitas minyak Aramco.
"Kami telah menyaksikan pertumbuhan dari agresi Iran," kata Juru Bicara Saudi Kolonel Turki al-Maliki sebagaimana dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International, Rabu (18/9/2019).
Arab Saudi menunjukkan bukti bahwa fasilitas minyaknya diserang 25 drone dan rudal. Drone itu diindikasikan sebagai Unmanned Aerial Vehicle (UAV/pesawat tanpa awak) yang diproduksi Iran.
Ahli senjata mengamini tudingan Saudi dengan mengatakan bahwa nomor seri beberapa rudal yang dipakai pemberontak Houthi memang berasal dari Iran. Houthi dikenal dekat dengan Iran dan mendapat dukungan dana dari Teheran.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, melalui akun twiternya mengatakan Iran terlibat dalam 100 serangan ke Arab Saudi, sementara Pemimpin Tertinggi Iran Hassan Rouhani berdiplomasi.
Bisa dilihat, bahkan dengan kehadiran militer AS, Arab Saudi masih belum aman dari serangan riyalnya. Apalagi jika AS sampai menarik pasukannya, tentunya posisi Arab Saudi menjadi sangat rentan.
Dengan demikina, Arab Saudi yang sebelumnya enggan memangkas produksi minyak mentah, bahkan malah melakukan perang harga dengan Rusia yang membuat harga minyak jeblok, akhirnya mau menuruti Presiden Trump untuk memangkas produksi minyak mentah.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(pap/tas) Next Article Trump Ancam Arab: Potong Produksi atau AS Tarik Pasukan!
Ada ancaman penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Arab Saudi jika OPEC tidak mau memangkas produksi minyaknya.
Menurut laporan khusus Reuters, Presiden AS, Donald Trump diketahui memberi ultimatum kepada Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) bahwa ia tidak akan berusaha menghentikan anggota parlemen AS dari meloloskan UU untuk menarik pasukan AS dari Saudi, kecuali OPEC mulai memangkas produksi minyaknya.
Hal ini diungkapkan oleh empat sumber Reuters yang mengetahui dengan persoalan ini, dikutip ²©²ÊÍøÕ¾, Jumat (1/5/2020).
Ultimatum Presiden Trump tersebut hingga dituruti oleh Putra Mahkota MBS menunjukkan betapa pentingnya kehadiran militer AS di kawasan kaya minyak tersebut.
Reuters melaporkan, saat ini ada sekitar 300.000 tentara AS di daratan Arab Saudi, dan jalur ekspor minyak mentah juga dilindungi oleh Armada Kelima Angkatan Laut AS (NAVY).
Hubungan AS-Arab Saudi sudah terjalin sejak 1945, tepatnya saat Presiden AS Franklin D. Roosevelt bertemu dengan Raja pertama Arab Saudi Abdul Aziz bin Saud. Mereka mencapai kesepakatan AS akan melindungi Arab Saudi sebagai gantinya Negeri Paman Sam memiliki akses ke cadangan minyak mentah Arab Saudi.
Arab Saudi bergantung pada persenjataan militer dan kehadiran pasukan AS untuk menghadapi rival-rivalnya di Timur Tengah.
Bukti rentannnya Arab Saudi terlihat pada bulan September tahun lalu, ketika drone menyerang ladang minyak terbesar Arab Saudi di Hijra Khurais dan fasilitas pemrosesan minyak mentah di dunia di Abqaiq. Serangan dilakukan Sabtu (14/9/2019) pagi sekitar pukul 04.00 waktu setempat.
Serangan ini menyebabkan kebakaran di dua fasilitas milik perusahaan minyak Aramco.
Fasilitas Khurais yang berjarak 250 kilometer dari Dhahran, menjadi lokasi ladang minyak utama. Sedangkan fasilitas Abqaiq yang berlokasi 60 kilometer sebelah barat daya kantor utama Aramco di Dhahran, merupakan lokasi pabrik pengolahan minyak terbesar milik Saudi Aramco.
Pemberontak Houthi mengklaim serangan tersebut, tetapi Arab Saudi menyatakan Iran ada dibaliknya. 4 hari setelah serangan tersebut Arab Saudi menggelar konferensi pers untuk membuktikan Iran ada dibalik serangan tersebut, dengan menunjukkan drone dan puing-puing rudal yang menghancurkan fasilitas minyak Aramco.
"Kami telah menyaksikan pertumbuhan dari agresi Iran," kata Juru Bicara Saudi Kolonel Turki al-Maliki sebagaimana dilansir dari ²©²ÊÍøÕ¾ International, Rabu (18/9/2019).
Arab Saudi menunjukkan bukti bahwa fasilitas minyaknya diserang 25 drone dan rudal. Drone itu diindikasikan sebagai Unmanned Aerial Vehicle (UAV/pesawat tanpa awak) yang diproduksi Iran.
Ahli senjata mengamini tudingan Saudi dengan mengatakan bahwa nomor seri beberapa rudal yang dipakai pemberontak Houthi memang berasal dari Iran. Houthi dikenal dekat dengan Iran dan mendapat dukungan dana dari Teheran.
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, melalui akun twiternya mengatakan Iran terlibat dalam 100 serangan ke Arab Saudi, sementara Pemimpin Tertinggi Iran Hassan Rouhani berdiplomasi.
Bisa dilihat, bahkan dengan kehadiran militer AS, Arab Saudi masih belum aman dari serangan riyalnya. Apalagi jika AS sampai menarik pasukannya, tentunya posisi Arab Saudi menjadi sangat rentan.
Dengan demikina, Arab Saudi yang sebelumnya enggan memangkas produksi minyak mentah, bahkan malah melakukan perang harga dengan Rusia yang membuat harga minyak jeblok, akhirnya mau menuruti Presiden Trump untuk memangkas produksi minyak mentah.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(pap/tas) Next Article Trump Ancam Arab: Potong Produksi atau AS Tarik Pasukan!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular