Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meluapkan kekesalannya di akun Twitter resminya, @realdonaldtrump. Kekesalan itu bermula karena dia menduga ada pihak-pihak yang sengaja memanipulasi pasar, menjatuhkan bursa saham Wall Street, lalu mengeruk keuntungan dari rebound-nya bursa AS.
Siapa yang dimaksud Trump tersebut?
Secara eksplisit, Presiden AS dari Partai Republik itu hanya menuding di Twitter bahwa ada gerombolan investor kaya yang dia sebut sebagai "rich guys". Mereka inilah yang diduga kuat memanipulasi pasar saham dengan memberi pernyataan bernada negatif yang menghantam pasar lalu mengambil keuntungan dari kenaikan harga saham sesudahnya.
Sebab itu, dalam cuitan di Twitter, pada Rabu (13/5/2020) waktu AS, Trump mewanti-wanti agar para investor dan pelaku pasar waspada terhadap "rich guys" yang memanfaatkan platform atau media mereka untuk berkomentar negatif terhadap pasar saham, dan kemudian cenderung mendapatkan keuntungan dengan bertaruh melawan tren pasar.
"Ketika mereka yang disebut "rich guys" [orang kaya] memberi pernyataan negatif soal pasar [saham], Anda harus selalu ingat bahwa beberapa [dari mereka] bertaruh besar terhadapnya, dan [di satu sisi] mengeruk banyak keuntungan jika [saham] turun," tweet Trump.
"Kemudian [pada saat yang sama], mereka dapat sentimen positif, dapat publikasi, yang besar, dan membuatnya [harga sahamnya] naik. Mereka mendapatkan Anda dengan dua skenario itu, ini hampir tidak legal?"
Komentarnya ini sebetulnya mengikuti pernyataan manajer pengelola dana (hedge fund) para miliarder, Stanley Druckenmiller, pada Selasa malam tentang pasar saham yang dinilai terlalu tinggi secara historis. Druckenmiller adalah Chairman dan CEO Duquesne Family Office.
"Risiko pasar saham mungkin jadi terburuk yang pernah saya rasakan dalam karier saya," kata Druckemiller kepada Economic Club of New York, dilansir ²©²ÊÍøÕ¾ International.
"Kartu liar di sini adalah The Fed [bank sentral AS] selalu dapat meningkatkan pembelian (aset) mereka," tegasnya. Druckemiller juga dikenal sebagai investor dan dermawan asal AS.
Lantas benarkah ada manipulasi pasar, salah satunya ada aktivitas perdagangan orang dalam alias insider trading?
[Gambas:Video ²©²ÊÍøÕ¾]
Cuitan Trump sudah dikomentari sebanyak 25.400, retweet 41.300 dan disukai oleh 165.200 akun hingga Kamis pukul 11.56 WIB ini.
Komentar pun bermunculan, salah satunya netizen bernama akun @dvillella, yang mengatakan apakah Trump sudah bicara dengan Senator Kelly Loeffler yang juga dari Partai Republik, sama dengan Trump. Dvillella kemudian membagikan sebuah berita dari Vox.com pada 2April lalu, soal tuduhan adanya insider trading yang dilakukan Kelly Loeffer.
Kelly Lynn Loeffler adalah senator junior AS untuk Georgia sejak 2020. Suaminya, Jeffrey Sprecher, adalah bos alias Chairman New York Stock Exchange (Bursa NYSE, atau Wall Street). Sprecher juga menjabat Chairman dan CEO Intercontinental Exchange, induk bursa NYSE.
Menurut laporan Atlanta Journal-Constitution (AJC), dikutip Vox, Loeffler disebutkan meraih cuan saat menjual saham bernilai jutaan dolar AS tak lama sebelum masyarakat dikejutkan dengan pandemi  Covid-19. Dia diketahui menjual saham-saham di industri yang terkena dampak coronavirus, lalu membeli saham perusahaan yang diuntungkan dari Covid-19.
Menurut data laporan transaksi keuangan terbaru, yang diberikan oleh sang senator kepada AJC, transaksi terbesar melibatkan penjualan US$ 18,7 juta (Rp 279 miliar, asumsi kurs Rp 14.900/US$) atas saham Intercontinental Exchange dalam tiga kali transaksi terpisah yakni pada 26 Februari dan 11 Maret. Induk usaha NSYE ini tercatat di NYSE dengan kode saham ICE.
Intercontinental Exchange adalah perusahaan yang mengoperasikan sedikitnya 12 bursa efek global dan bursa berjangka komoditas. Sejak Loeffler melakukan penjualan pertamanya, saham ICE ambles 16%. Ketika ditanya oleh media Daily Beast, Loeffer berdalih transaksi yang dilakukan itu ditangani oleh penasihat keuangan dari pihak ketiga, karena dia adalah senator AS dan suaminya adalah bos NYSE dan ICE.
Seorang juru bicara untuk sang senator juga, dilansir Vox, mengatakan kepada AJC bahwa penjualan saham tersebut telah direncanakan sebelumnya sebagai bagian dari paket kompensasi Sprecher dan dilakukan untuk membayar pajak, menutupi biaya transaksi, dan mendapatkan likuiditas.
Hanya saja, di luar ICE, pasangan ini juga menjual saham dari perusahaan lain yang akhirnya terkena dampak virus corona. Ini termasuk penjualan US$ 155.000 (Rp 2,3 miliar) atau lebih dari saham pengecer Ross Stores, yakni TJX Cos. Perusahaan ini adalah induk untuk TJ Maxx dan Marshalls. Saham lain yang dilepas adalah perusahaan pakaian atletik kelas atas Lululemon selama periode waktu yang sama.
Saat Loeffler dan Sprecher melakukan penjualan saham-saham itu, jumlah portofolio mereka bertambah dengan sejumlah pembelian saham lainnya yang terdampak positif Covid-19.
Misalnya mereka meraup keuntungan US$ 206.777 (Rp 3 miliar) saham raksasa kimia Dupont, yang memproduksi alat pelindung untuk memerangi penularan virus. Pembelian dilakukan dalam empat transaksi terpisah pada akhir Februari dan awal Maret.
Mereka juga belanja saham perusahaan telekomunikasi Citrix pada 24 Januari, pada hari yang sama ketika Komite Kesehatan Senat mengadakan pertemuan tertutup membahas virus corona.
Sulit dibuktikan
Hanya saja, Vox menilai insider trading di AS sulit dibuktikan kendati anggota parkemen AS memang dilarang melakukan perdagangan orang dalam.Â
Insider trading terjadi ketika seorang investor mendapat informasi yang pasti perihal peluang keuntungan dalam transaksi jual beli saham. Kepastian informasi tersebut tentu bersumber dari ‘orang dalam’ di perusahaan terkait.
Pada pertengahan Januari, dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾, Chris Collins, mantan Anggota Parlemen AS di New York, juga dari Partai Republik, dihukum karena menggunakan posisinya untuk terlibat dalam perdagangan orang dalam dan dijatuhi hukuman 26 bulan penjara.
Setelah mengetahui bahwa obat yang dibuat oleh perusahaan biotek Australia gagal dalam uji klinis, Collins memperingatkan putranya via telepon dari Gedung Putih - setelah itu putranya, tunangan putranya, orang tuanya, dan yang lainnya, menjual saham mereka di perusahaan tersebut menjelang hasil tes diumumkan.
Sebelumnya lagi, mantan perwakilan Georgia dan Sekretaris Health and Human Service (Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan) Tom Price, juga dituduh melakukan perdagangan orang dalam tetapi tidak pernah dihukum.
Perdagangan orang dalam seringkali sulit untuk dibuktikan, karena bukti sering bersifat tidak langsung, dan jaksa penuntut harus menunjukkan bahwa sang investor secara sadar menggunakan informasi orang dalam.
Anggota Kongres dilarang terlibat dalam perdagangan orang dalam di bawah kententuan Stock Act alias UU Bursa. UU ini diteken oleh Presiden AS Barrack Obama pada 2012.
Awalnya, Stock Act memiliki dua ketentuan utama. Selain melarang perdagangan orang dalam, UU ini juga mengetatkan aturan transparansi yang dirancang untuk meminta pengungkapan keuangan harus diunggah secara online di database yang dapat dicari publik.
UU yang disahkan pada April 2012 itu sebetulnya ditentang secara diam-diam, karena masih banyak kekurangan, apalagi setelah ketentuan pengungkapan keuangan yang dapat ditelusuri itu dihapus.  Anggota Kongres diam-diam mengesahkan RUU itu dengan persetujuan bulat, dan Obama menandatanganinya menjadi UU.