
Terlalu Banyak yang Ditunggu, Rupiah Jadi Susah Maju

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ -ÌýNilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Terlalu banyak yang ditunggu oleh pelaku pasar, sehingga rupiah belum dijadikan pilihan.
Pada Selasa (18/8/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.700 kala pembukaan pasar spot. RupiahÌýmenguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Namun rupiah tidak bisa berlama-lama bersantai di zona hijau. Pada pukul 09:02 WIB, US$ 1 dibanderolÌýRp di mana rupiah melemah 0,2%.
Rupiah baru kembali dari libur panjang. Kemarin, pasar keuangan Indonesia tutup memperingati Hari Kemerdekaan.
Ini menjadi salah satu alasan mengapa rupiah melemah. Investor perlu menyesuaikan diri dengan berbagai sentimen yang terlewatkan. Perlu waktu untuk mencerna, sehingga laju rupiah tertahan.
Kemudian, ada sejumlah data penting yang dirilis hari ini dan besok. Untuk hari ini, ada dua yaitu perdagangan internasional periode Juli 2020 dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2020.
Konsensus pasar yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾ memperkirakan ekspor kembali terkontraksi (tumbuh negatif) cukup dalam yaitu -18,205% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Kontraksi impor bahkan lebih parah lagi yaitu -22,965% YoY. Ini membuat neraca perdagangan diramal surplus US$ 629 juta.
Meski neraca perdagangan tidak tekor, tetapi kejatuhan ekspor-impor yang begitu dalam tentu membuat alarm tanda bahaya kembali menyala. Jangan-jangan pemulihan ekonomi pada kuartal III-2020 hanya harapan semu, pepesan kosong, palsu belaka...
Sementara Bank Indonesia (BI) memberi ancer-ancer bahwa transaksi berjalan, yang merupakan salah satu pos dalam NPI, akan membukukan defisit di bawah 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal sebelumnya, defisit transaksi berjalan tercatat 1,4% PDB.
Defisit transaksi berjalan yang terkendali membuat pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa membaik. Setidaknya 'lubang' di transaksi berjalan lebih kecil sehingga tidak membutuhkan talangan dari arus modal portofolio alias hot money yang terlalu banyak.
Sepanjang 2020, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan berada di kisaran 1,5% PDB. Lumayan jauh melandai dibandingkan 2019 yang sebesar 2,72% PDB.
Menipisnya defisit transaksi berjalan, yang terlihat dari impor yang masih lambat, bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah. Devisa yang 'terbakar' untuk kebutuhan impor lebih sedikit sehingga membuat rupiah punya alasan untuk menguat.
