²©²ÊÍøÕ¾

Duh! Asing Kabur Rp 11 T dari RI, India 'Kebanjiran' Rp 88 T

tahir saleh, ²©²ÊÍøÕ¾
08 September 2020 07:20
BSE Mumbai/AP Photo
Foto: BSE Mumbai/AP Photo

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Tren jual bersih (net sell) yang terjadi di pasar saham Indonesia, justru tidak berlaku bagi bursa saham India seiring dengan upaya pemulihan ekonomi Negeri Bollywood ini.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang masih terjadi jual bersih kendati Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai pulih dan berada dalam tren positif dalam beberapa bulan terakhir.

Data BEI, mencatat dari Januari hingga 7 September 2020, year to date, investor asing masih mencatatkan jual bersih Rp 48,66 triliun di pasar reguler. Jika ditambah dengan pasar negosiasi dan tunai yang net buy (beli bersih), maka net sell berkurang menjadi Rp 32,03 triliun di semua pasar.

Dalam sepekan terakhir, secara akumulatif, terjadi net sell di pasar reguler Rp 3,58 triliun, dan dalam sebulan terakhir akumulatif, asing masih doyan keluar, net sell Rp 10,88 triliun.

Dari sisi IHSG dalam 3 bulan terakhir menguat 7,89%, kendati secara year to date IHSG minus 16,97% di level 5.230 pada penutupan Senin (7/9/2020).

Mari kita ke Bursa Mumbai, India. Bursa yang dulunya bernama Bombay Stock Exchange (BSE) India ini justru mencatatkan net buy alias beli bersih sebesar US$ 6 miliar atau setara dengan Rp 88,20 triliun (kurs Rp 14.700/US$) selama Agustus lalu.

Bloomberg melaporkan, jumlah net buy ini terbesar sejak Maret 2019 di saat bursa saham di negara lain, kecuali China, mengalami penarikan besar-besaran investasi asing di portofolio saham dalam sebulan terakhir termasuk Indonesia.

Catatan ini mencerminkan mulai pulihnya pasar saham India, mengejar ketertinggalan setelah sebelumnya melorot dilihat dari tolok ukur indeks saham di tahun 2020. Tahun ini, Indeks S&P BSE Sensex (indeks acuan di Bursa Mumbai) sudah underperform atau berkinerja di bawah indeks MSCI Asia Pacific sebesar 6,5%.

Investor asing tertarik membeli beberapa perusahaan keuangan besar India di antaranya ICICI Bank Ltd., Axis Bank Ltd. dan perusahaan keuangan pemberi pinjaman hipotek terbesar yakni Housing Development Finance Corp. Ketiga perusahaan sektor keuangan tersebut menghimpun dana net buy asing senilai total US$ 4,7 miliar atau Rp 69 triliun bulan lalu.

"Kami menempatkan India di urutan teratas daftar bersama China sebagai tujuan investasi dalam 12-24 bulan ke depan," kata Nuno Fernandes, Senior Portfolio Manager di GW&K Investment Management LLC di New York, dikutip Bloomberg.

Perusahaannya mengelola lebih dari US$ 2 miliar atau Rp 29,40 triliun aset yang tersebar di negara berkembang. "[Pasar] saham India mewakili salah satu area [tujuan investasi] dengan pertumbuhan tercepat di dunia," katanya.

Aksi beli bersih investor asing di India terjadi, walaupun pertumbuhan ekonomi di sana terkontraksi 23,9% pada kuartal II/2020 memperlihatkan optimisme pemulihan ekonomi setelah India membuka lockdown (karantina wilayah) pada Juli 2020.

Faktanya, data mencatat dalam 3 hari pertama di September, asing sudah masuk mencapai US$ 231 juta atau Rp 3,40 triliun.

"Kita perlu melihat lebih jauh dalam jangka pendek ini, mengingat perusahaan akan diuntungkan oleh normalisasi aktivitas ekonomi," kata Amit Goel, fund manager di Fidelity International.

Goel, yang mengawasi pengelolaan dana hingga US$ 1,6 miliar atau Rp 24 triliun di produk India Focus Fund, mengatakan pihaknya membeli saham-saham bank swasta, perusahaan kebutuhan pokok (konsumer) dan perusahaan perawatan kesehatan dalam 3 bulan terakhir.

Namun, kasus virus yang meningkat pesat telah meredam kepercayaan investor.

India mengambilalih posisi Brasil pada Senin dengan jumlah infeksi tertinggi kedua di dunia sebesar 4,2 juta.

Indeks S&P BSE Sensex pun langsung tergelincir 0,3% pada perdagangan pukul 10:54 pagi waktu Mumbai, membalikkan tren kenaikan awal dan berpotensi menuju level penutupan terendah dalam sekitar 3 minggu terakhir.

"Selama kasus Covid-19 terus berlanjut, penguncian lokal kemungkinan akan menghambat pemulihan ekonomi [India]," kata Kristy Fong, Direktur Investasi senior untuk pasar saham Asia di Aberdeen Standard Investments.

Aberdeen mengubah strategi pemilihan saham dengan "lebih defensif" di tengah pandemi ini.

"Yang terburuk ada di belakang kami dan kami terus menuju pemulihan [ekonomi]," kata Amit Shah, Kepala Penelitian saham India di BNP Paribas dalam sebuah catatan Kamis.

Dia menilai beberapa sentimen positif bagi pasar India di antaranya peningkatan penjualan mobil, adanya hujan lebat yang akan meningkatkan upah pedesaan dan kebijakan moneter yang tepat dari bank sentral.

BNP memproyeksikan Indeks Sensex bisa mengakhiri tahun ini di level 41.500, 8% lebih tinggi dari penutupan Jumat pekan lalu. Pada penutupan perdagangan Senin kemarin, Indeks BSE Sensex ditutup naik 0,16% di posisi 38.417.


(tas/tas) Next Article Benarkah 2020 Jadi Tahun Terburuk Pasar Saham Dunia?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular