²©²ÊÍøÕ¾

Lippo, MNC, Sinarmas & Salim, Mana Paling Cuan Sahamnya?

Tri Putra, ²©²ÊÍøÕ¾
10 September 2020 07:10
Meikarta
Meikarta, salah satu proyek andalan Grup Lippo

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â - Saham-saham Grup Konglomerasi bisnis di Tanah Air selalu menarik diulas. Apalagi harga saham emiten yang berada di grup yang sama cenderung sering melaju secara beriringan, apalagi jika sentimen yang muncul mempengaruhi seluruh grup usaha tersebut.

Jadi jika satu saham grup tertentu naik, ada kalinya diikuti oleh harga saham emiten lainnya di grup terkait. Misalnya, beberapa pekan lalu sempat harga saham Grup MNC milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe berhasil melesat.

Setelah itu, giliran Senin pekan ini (7/9/20) harga saham-saham emiten Grup Salim juga kompak terapresiasi.

Dalam kesempatan ini, Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ mencoba mengulas empat konglomerasi yakni Grup Lippo, Grup MNC, Grup Sinarmas, dan Grup Salim. Masih ada grup-grup lain yang belum lengkap seluruhnya dibahas, seperti Grup Bakrie, Grup Astra, Grup Triputra, Grup Sahid, Grup CT, hingga Grup Djarum dan Grup BUMN.

Mari kita ulas empat grup bisnis ini dan harga sahamnya, mengingat empat grup ini punya deretan emiten cukup banyak di BEI.

Saham Emiten Grup Lippo

Dapat dilihat dari tabel di atas, mayoritas saham-saham Grup Lippo masih terkoreksi secara tahun berjalan (YTD) hingga perdagangan sesi I, Rabu (9/9/2020).

Secara rata-rata saham Grup Lippo masih terdepresiasi 19,18%. Hal ini dikarenakan lini utama bisnis grup yang didirikan oleh Mochtar Riady ini adalah sektor properti yang terdampak parah oleh pandemi corona.

Jangankan berpikir untuk beli properti, ketika daya beli turun seperti ini masyarakat lebih berpikir untuk memenuhi kebutuhan pokoknya terlebih dahulu.

Bahkan untuk berinvestasi di tengah situasi ini kini masyarakat lebih memilih untuk menabung di bank yang ditunjukkan oleh naiknya porsi pendapatan yang masuk ke tabungan ke titik tertingginya sejak tahun 2018.

Hal ini menyebabkan saham-saham sektor properti Grup Lippo bertumbangan seperti PT Lippo Kawaraci Tbk (LPKR) yang jatuh 42,56% dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) yang ambles 14,78% secara year to date (ytd).

Meskipun begitu, koreksi terparah ternyata dibukukan oleh emiten non-properti yakni dari sektor ritel dengan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang anjlok 70,07%.

Sama seperti sektor properti, sektor ritel seperti LPPF juga terdampak sangat parah oleh penurunan daya beli masyarakat gara-gara virus corona, apalagi ditambah Maret lalu ketika Jakarta diikuti dengan kota-kota lain memberlakukan PSBB untuk menahan penyebaran laju virus nCov-19, praktis department store tidak dapat beroperasi dan tidak mampu membukukan pendapatan.

Akan tetapi ternyata ada emiten Grup Lippo yang berhasil selamat dari pandemi corona, bahkan cenderung diuntungkan. Adalah PT Multipolar Technologies Tbk (MLPT) yang merupakan holding perusahaan teknologi milik Lippo Group.

MLPT yang menjadi salah satu pemegang saham aplikasi gerbang pembayaran daring yakni OVO ini harga sahamnya berhasil melesat 30,58%.

Melesatnya MLPT karena penggunaan aplikasi pembayaran ´Ç²Ô±ô¾±²Ô±ðÌýseperti OVO berhasil meningkat 3 kali lipat di tengah pandemi ini karena masyarakat menjadi lebih enggan memegang uang ³¦²¹²õ³óÌýkarena takut uang tersebut menjadi sarana penularan virus.

Selain itu perusahaan penyedia jasa saluran internet PT First Media Tbk (KBLV) juga berhasil melesat 31,39%. Dengan 'terkuncinya' masyarakat di rumah masing-masing tentu saja pengunaan internet akan meningkat baik untuk mengisi waktu luang, ataupun untuk bekerja/belajar secara online.

Saham Emiten Grup MNC

Nasib kurang baik datang kepada investor saham Grup MNC yang namanya di besarkan oleh pengusaha Hary Tanoesoedibjo alias HT.

Terpantau seluruh saham yang merupakan konglomerasi Grup MNC terpaksa terkoreksi secara tahun berjalan. Secara rata-rata, saham Grup MNC terkoreksi sebesar 26,52%

Memang sektor media tidak terlalu terdampak dengan adanya pandemi virus corona karena merupakan salah satu sektor yang masih diijinkan beroperasi ketika PSBB diberlakukan Maret silam.

Akan tetapi tidak terlalu terdampak operasinya, bukan berarti pendapatanya tidak terdampak. Terpantau pendapatan media via iklan terpaksa turun di tengah pandemi corona ini.

Tentunya para pengiklan juga berpikir percuma beriklan di media apabila masyarakat tidak mempunyai daya beli untuk membeli produk yang mereka iklankan sehingga ini menyebabkan pendapatan media di pos advertising terpaksa turun yang kemudian direspons oleh para pelaku pasar sehingga saham-saham media terutama Grup MNC terpaksa ambrol.

Tercatat koreksi paling masif dibukukan oleh emiten yang bergerak di sektor media dengan penjualan stasiun televisi satelit berlangganan yakni PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV) dengan penurunan sebesar 49,08%.

Koreksi juga terjadi disektor non-media Grup MNC seperti sektor properti yakni PT MNC Land Tbk (KPIG) yang ambles sebesar 28%.

Saham Emiten Grup Sinarmas

Meskipun Grup Sinarmas memiliki sektor usaha yang sangat terdiversifikasi ternyata hal ini tidak cukup menyelamatkan Grup yang didirikan oleh Eka Tjipta Widjaja dari serangan virus corona. Hal ini karena secara tahun berjalan rata-rata saham Grup Sinarmas masih terkoreksi.

Akan tetapi diversifikasi usaha Sinarmas Group berhasil menyebabkan rata-rata saham Grup Sinarmas 'hanya' terkoreksi sebesar 14,88% jauh lebih baik dari konglomerasi lain yang terkoreksi hingga di atas 20%.

Koreksi ini juga menujukkan bahwa secara rata-rata emiten-emiten Grup Sinarmas berhasil outperform atau memiliki performa yang lebih baik daripada IHSG yang masih terkoreksi 17,79%.

Lini bisnis Grup Sinarmas yang berhasil selamat dari serangan 'tamu tak diundang' Covid-19 ini adalah pabrik kertasnya yakni PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) yang secara tahun berjalan berhasil tumbuh 16,23%.

Hal ini dikarenakan ternyata duo pabrik kertas Sinarmas Group berhasil diuntungkan oleh kehadiran virus corona karena laba bersih INKP berhasil terbang pada kuartal pertama 2020 karena mendapatkan keuntungan selisih laba kurs.

Setelah diserang virus corona, mata uang rupiah anjlok sangat parah bahkan sempat menyentuh titik terlemahnya di angka Rp 16.550/US$. Tentunya ini sangat menguntungkan untuk perusahaan eksportir seperti INKP.

Selain itu saham sektor keuangan Grup Sinarmas berkapitalisasi pasar paling besar yakni PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) juga berhasil tumbuh 10,67% di tengah pandemi corona.

Akan tetapi SMMA merupakan saham tidur yang artinya saham ini jarang ditransaksikan bahkan biasanya secara harian tidak terdapat transaksi sama sekali sehingga kapitalisasi pasar perusahaan yang tergolong tidur biasanya tidak mencerminkan nilai pasarnya karena harga sahamnya tergolong mudah digerakkan oleh market maker.

Saham Emiten Grup Salim

Grup Salim dengan lini bisnis utamanya di sektor barang-barang konsumsi menjadi konglomerasi paling kuat yang berhasil bertahan dari serangan virus nCov-19.

Grup yang didirikan oleh mendiang Sudono Salim ini rata-rata harga sahamnya 'hanya' terkoreksi 13,76% selama tahun berjalan dan juga berhasil outperform terhadap IHSG.

Kesuksesan Grup salim berhasil bertahan melawan nCov-19 di antara grup lain dikarenakan sektor usaha utamanya yakni consumer goods yang tidak terlalu terdampak oleh virus corona karena sektornya yang difensif dimana walaupun daya beli turun dan masyarakat terkunci di rumah, penjualan makanan dan bahan pokok lain akan tetap 'jalan terus' bahkan berhasil meningkat.

Lihat saja contohnya di tengah kondisi saham di berberapa sektor yang harus rela masih terkoreksi belasan hingga puluhan persen, duo Indofood andalan Grup Salim hanya terkoreksi tipis saja.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) selaku produsen mie instan tenar Indomie hanya terkoreksi 6,95% saja bahkan induk usahanya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) hanya turun 2,52%.

Bahkan holding investasi ritel dan telekomunikasi Grup Salim PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) berhasil tumbuh 6,51% secara tahun berjalan.

Lini bisnis DNET yang menjadi pemegang merek Indomaret tidak terlalu terdampak oleh pandemi corona, karena usaha minimarket masih diperbolehkan beroperasi ketika PSBB diberlangsungkan Maret silam.

Akan tetapi hal ini bukan berarti seluruh saham Grup Salim kebal dari serangan virus Covid-19. Tercatat koreksi paling parah dibukukan oleh lini bisnis sektor agrikultur milik Salim yakni PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) yang secara tahun berjalan terkoreksi 34,68%.

Virus nCov-19 memang belum bersahabat terhadap sektor agribisnis terutama karena serangan virus corona yang terus menekan permintaan komoditas Crude Palm Oil (CPO). Hal ini tentunya akan membuat harga CPO terpuruk dan diketahui CPO adalah salah satu komoditas andalan LSIP sehingga harga sahamnya terpaksa terkoreksi.

Tercatat harga CPO selama tahun berjalan masih terkoreksi 5,51% ke harga RM 2.897/ton setelah sempat anjlok 36,39% ke level terendahnya RM 1.950/ton.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular