²©²ÊÍøÕ¾

Mitra Investindo Rights Issue, Naga-naganya Backdoor Listing?

tahir saleh, ²©²ÊÍøÕ¾
14 September 2020 09:02
minyak lepas pantai

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Emiten jasa minyak dan gas (migas) PT Mitra Investindo Tbk (MITI) akan menggelar aksi korporasi penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue, dan penggabungan nilai nominal saham (reverse stock split) sebagai upaya pengembangan usaha di tengah tekanan berat perusahaan.

Dalam hal rights issue atau penerbitan saham baru, berdasarkan prospektus yang disampaikan perusahaan, emiten berkode saham MITI ini akan melakukan rights issue sebanyak-banyaknya 2.864.743.196 saham baru Kelas B dengan nilai nominal Rp 50/saham.

"Adapun harga pelaksanaan akan ditetapkan dan diumumkan kemudian dalam prospektus, dengan memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku," katanya dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (14/9/2020).

Sementara itu, untuk penggabungan nilai nominal saham (reverse stock) yakni saham Kelas A yang semula memiliki nilai nominal Rp 200 menjadi Rp 500, sedangkan saham Kelas B yang semula memiliki nilai nominal Rp 20/saham menjadi Rp 50/saham.

Dengan demikian rasio 5 saham lama menjadi 2 saham baru baik untuk saham Kelas A maupun saham Kelas B.

Dua aksi korporasi ini akan dimintakan persetujuan dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 14 Oktober mendatang.

Bila rencana reverse stock dan rights issue tidak disetujui pemegang saham dalam RUPSLB, maka perseroan baru dapat mengusulkan restrukturisasi yang sama pada 12 bulan ke depan.

Saat ini saham MITI masih terkena suspensi perdagangan sejak 11 Maret 2019, atau sudah 18 bulan. Menurut aturan Bursa Efek Indonesia (BEI), saham yang terkena suspensi hingga 24 bulan bisa terancam dikeluarkan dari bursa (delisting).

Suspensi dijatuhkan otoritas bursa sejak 11 Maret 2019. Perusahaan kini memiliki waktu 24 bulan sejak disuspensi atau artinya Maret 2021 untuk memperbaiki kinerja dan menjelaskan ke BEI untuk kemudian dapat mencabut suspensi.

Aksi reverse stock dan rencana rights issue ini sebetulnya menjadi bagian dari upaya restrukturisasi perusahaan. Dalam aksi ini, ada perusahaan yang berencana menjadi pembeli siaga (standby buyer) dan mengambil mayoritas saham MITI yaitu PT Prime Asia Capital (PAC).

Sebelum reverse stock dan rights issue, pemegang saham MITI terdiri dari Interra Resource Limited (IRL) 48,87%, Surya Raya Guna Perkasa 2,13%, dan publik 49%.

Namun dalam rights issue ini, tak ada dana segar yang masuk, meski jika menghitung dengan asumsi harga Rp 50/saham dana segar yang bisa diraih MITI yakni Rp 143,23 miliar.

Bagaimana penjelasannya?

Penjelasannya begini, dalam rights issue, hak beli (rights) milik Interra sebagai pemegang saham lama dengan nilai 1,7 miliar saham baru senilai Rp 70 miliar akan diserahkan kepada PAC.

PAC kemudian akan berkomitmen melakukan penyetoran modal tapi bukan tunai (yakni suntikan saham/inbreng) anak usaha PAC di bidang pelayaran utility boat yakni PT Wasesa Line ke MITI, juga disertai dengan pembelian piutang senilai Rp 15 miliar, sehingga totalnya bernilai Rp 85 miliar.

Kesepakatan ini sebetulnya sudah diteken pada 26 Agustus 2020 oleh MITI, PAC, dan pemegang saham lama MITI yakni IRL.

Dalam perjanjian ini, MITI, lewat rights issue, akan melakukan mengambilalih 64,88 juta saham Wasesa Line dari PAC, dan membeli tagihan PAC kepada Wasesa dalam rangka restrukturisasi kewajiban Wasesa kepada PAC.

Pada waktu yang sama, PAC juga akan mengalihkan 64,88 juta saham miliknya di Wasesa kepada MITI atau mewakili 99,81% modal disetor Wasesa. Saham-saham yang akan dialihkan itu dengan cara pemasukan saham (inbreng) sebagai setoran modal bagi MITI.

Sebagai pembayarannya, MITI akan memberikan saham baru hasil rights issue, dengan memperhatikan kepemilikan saham Interra (IRL), perusahaan Singapura yang sudah memiliki 48,87% saham perseroan.

Dengan demikian hak (rights) milik IRL diserahkan kepada PAC yakni sebesar 48.87% atau setara degan nilai saham Wasesa yang akan diambilalih oleh MITI yakni Rp 70 miliar.

IRL selaku pemegang saham pengendali MITI dengan kepemilikan 48,87% sudah setuju dan mendukung rencana MITI mencaplok seluruh saham PAC di Wasesa. IRL juga menyatakan, akan menyerahkan HMETD yang menjadi haknya kepada PAC.

Dengan aksi korporasi pemasukan saham dalam PMHMETD yang merupakan penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang, maka akan memgakibatkan laporan keuangan Waesa akan terkonsoldiasi dalam laporan keuangan MITI.

Dengan asumsi hanya PAC yang melaksanakan haknya yang diterima dari IRL dan PAC melaksanakan komitmennya sebagai pembeli siaga, maka modal ditempatkan dan disetor penuh MITI meningkat menjadi Rp 85 miliar.

Dengan asumsi seluruh pemegang saham mengambil bagian dalam PMHMETD yang akan diterbitkan MITI, maka persentase kepemilikan IRL akam terdilusi dan akan terjadi perubahan pengendalian dalam MITI.

PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dalam analisis bertajuk Insight, menilai jika rencana reverse stock dan rights issue itu berjalan mulus, maka akan ada pemilik baru MITI yakni PAC, dan MITI akan mendapatkan anak usaha baru yang keuangannya dinyatakan lebih mampu mencetak pemasukan di dalam struktur MITI, dalam hal ini Wasesa.

"Beberapa detail transaksi dalam skema restrukturisasi itu tidak melibatkan dana segar sama sekali dan hanya menyuntikkan aset yang sudah ada. Aksi tersebut dinyatakan dapat memperbaiki kinerja MITI," tulis laporan Insight Mirae.

"Rencana itu secara tidak langsung juga berpotensi menjadikan Prime menjadi perusahaan terbuka melalui MITI tanpa harus menggelar IPO, atau istilahnya backdoor listing," tulis Mirae.

Pada 2014 silam, Interra juga menggunakan skema serupa yaitu reverse stock dan rights issue untuk backdoor listing ketika "menyuntikkan" anak usahanya yang bernama Goldwater ke dalam struktur MITI.

Manajemen MITI menegaskan, kinerja perusahaan memang terpengaruh penurunan harga minyak mentah dalam beberapa tahun terakhir. Ini menyebabkan MITI mengalami kerugian dan menyebabkan defisiensi modal sebesar Rp 28,66 miliar dan modal kerja bersih negatif sebesar Rp 11,16 miliar.

Sebagai informasi, Wasesa Line dulunya bernama PT Maskapai Pelajaran Kidang Mas (Kidang Mas Line Steamers Ltd). Wasesa, yang memiliki beberapa kapal sebagai armadanya, didirikan pada 1955 dan berkedudukan di Jakarta Utara, tepatnya di Jalan Melati Nomor 123 Kelurahan Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara.

Prospektus rights issue MITI menyebutkan, pemegang saham Wasesa adalah PAC sebesar 99,81% dan Andreas Tjahjadi (komisaris utama) 0.,19%.

Aset Wasesa per 31 Juli 2020 sebesar Rp 91,38 miliar, kewajiban Rp 19,51 miliar dan ekuitas Rp 71,88 miliar. Sementara itu, pendapatan usaha per 31 Juli sebesar Rp 20,12 miliar dengan laba bersih Rp 6,33 miliar.

Penelusuran informasi dunia maya menunjukkan Wasesa Line pernah tergabung ke dalam Sentra Baruna Hijau Group bersama dengan Karana Line. Situs Karana Line menunjukkan alamat Wasesa dan Karana pun masih sama yaitu di Jl Melati 123, Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Situs yang sama juga masih menunjukkan Wasesa Line merupakan anak usaha Karana yang bergerak di segmen tongkang (barge) dan pengangkut alat berat (landing craft tank/LCT) serta memiliki dua kapal.

Namun, tidak disebutkan sama sekali tentang adanya Prime di dalam skema kepemilikan Karana, meskipun salah satu anggota direksi Karana Line yaitu Teddy Rosyadi turut menjadi komisaris Wasesa Line.

Selain Andreas, manajemen Wasesa Line terdiri dari Andreas Tjahjadi (komisaris utama), Dading Triwidjayanto Soetarso (direktur utama), dan Nurul Asnan (direktur).

Sementara PAC sebelumnya juga terlibat dalam transaksi dengan beberapa korporasi Indonesia. MIsalnya pada November 2015, PAC terlibat transaksi dengan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk., kelompok bisnis investasi yang dikendalikan oleh Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya.

Saratoga saat itu menyelesaikan transaksi jual beli saham bersyarat senilai US$8,65 juta untuk melepas 23,3% saham di Seroja Investment Limited kepada PAC. Seroja Investment merupakan kelompok bisnis perseroan yang tercatat di Bursa Efek Singapura.

Selain itu pada 28 Juni 2019, dalam sebuah iklan di media massa, disebutkan PAC adalah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia dan melakukan pengambilalihan PT Tenaga Batu Kalimantan dengan cara pembelian langsung atas 100%-1 (seratus persen kurang satu) saham Tenaga Batu yang dimiliki oleh Andreas Tjahjadi.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular