
Proyek Freeport Tertunda, Bos Inalum Ramal Kinerja Tertekan

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Holding BUMN pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum (MIND ID) memperkirakan kinerja perusahaan di tahun ini akan terdampak sehingga bakal mencatatkan pertumbuhan negatif akibat Covid-19 yang menyebabkan mayoritas harga komoditas melemah.
Selain itu, proyeksi penurunan kinerja terjadi lantaran adanya penundaan pengerjaan sejumlah proyek hingga paling lama 1Â tahun ke depan.
Direktur Utama Inalum Orias Petrus Moedak mengatakan hingga akhir tahun ini dalam RKAP (rencana kerja anggaran perusahaan) revisi, perusahaan memperkirakan akan mengalami kerugian secara konsolidasi.
Namun dengan adanya perbaikan harga beberapa komoditas diharapkan bisa menutupi perkiraan kerugian tahun ini.
"Secara konsolidasi sampai Juni kita masih rugi hampir Rp 2 triliun tapi Agustus membaik karena kena hit [dihantam] Maret-Mei, jadi kita harga stabil meski timah agak turun," kata Orias dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI, Selasa (29/9/2020).
"Tapi kalau harga membaik seperti Juli-Agustus, sampai akhir tahun positif meski ekspektasi rencana kerja akan rugi. Kemarin lakukan prognosa akhir tahun akan positif dengan harga membaik dan demand membaik," kata mantan Direktur Utama PT Pelindo III ini.
Dia menjelaskan sepanjang tahun ini, kecuali emas, harga komoditas yang menjadi andalan perusahaan mengalami penurunan harga jual.
Harga emas justru meningkat 25% sejak awal tahun ini. Sedangkan harga aluminium turun 12%, harga batu bara pun terkoreksi 9% dan harga bauksit juga minus 7%.
Bahkan, tahun ini harga timah mengalami penurunan harga paling dalam mencapai 19%.
Harga jual yang melemah ini juga tak dikompensasi dengan produksi yang tinggi. Sebab kata dia produksi di tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.
"Produksi naik, coal kuartal dua lebih baik dari kuartal satu. dibanding 2019 tidak setinggi itu, tapi kuartalan ada peningkatan. Emas dan tambang timah turun dan kuartal dua lebih rendah dari kuartal satu," terang mantan Wakil Direktur Utama PT Freeport Indonesia ini.
Dari segi penjualan, juga turut mengalami penurunan karena permintaan dari pasar ekspor maupun dalam negeri juga turun.
"Penjualan coal [batu bara] turun dari demand PLN dan ekspor turun signifikan. Emas turun, trading juga turun," imbuhnya.
Tak hanya kinerja yang terdampak, Orias juga menyebutkan proyek terbesar yang bakal digarap yakni smelter tembaga/Precious Metal Refinery milik Freeport Indonesia terpaksa ditunda.
Proyek senilai US$ 3 miliar ini tengah dalam pengajuan penundaan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena berdampak pada izin ekspor tembaga.
(tas/tas) Next Article Usai HK & Mandiri, Giliran Inalum Rilis Global Bond Rp 37,5 T