²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Awas AS Boikot Sawit, Siap-siap Perusahaan Besar Lain

Tahir Saleh & Sefti Oktarianisa, ²©²ÊÍøÕ¾
02 October 2020 07:00
Sawit Kebon

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ -ÌýAmerika Serikat (AS) memblokir impor minyak kelapa sawit (CPO) dan produk turunan dari FGV Holding Bhd Malaysia. Perusahaan ini merupakan salah satu produsen terbesar di dunia.

Ditulis Bloomberg, pengiriman dari perusahaan dan anak perusahaan ditahan di semua pelabuhan masuk AS. Ini diutarakan Departemen Perlindungan Bea dan Perbatasan AS, Rabu (30/9/2020) waktu setempat.



Dalam laporan itu, disebutkan bahwa ada kerja paksa yang dilakukan. Bea Cukai AS menyebut perintah tersebut merupakan hasil dari penyelidikan selama setahun yang mengungkapkan adanya penipuan, pembatasan pergerakan, isolasi, intimidasi, kekerasan fisik dan seksual terhadap tenaga kerja.

Penelusuran ²©²ÊÍøÕ¾ di website perusahaan tertulis kalau FGV memiliki 439.725 hektar kebun sawit di Malaysia dan Indonesia. Di RI, perkebunannya tersebar di 5 wilayah di Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).



Hal ini sebenarnya menyusul laporan sebelumnya yang diterbitkan Associated Press (AP). Di mana beberapa perusahaan makanan dan kosmetik terbesar di dunia, serta beberapa bank raksasa, telah dikaitkan dengan pelanggaran ketenagakerjaan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia.

Laporan tersebut menyebut perusahaan seperti Unilever, L'Oreal, Nestle, Procter & Gamble (P&G), Colgate-Palmolive, dan Ikea. Termasuk beberapa nama bank raksasa, seperti Deutsche Bank, BNY Mellon, Citigroup, HSBC, dan Vanguard Group, dan Maybank.

Laporan tersebut juga mengklaim bahwa jutaan pekerja dari beberapa wilayah termiskin di Asia, yang bekerja untuk memproduksi minyak sawit, mengalami berbagai bentuk eksploitasi. Dengan yang paling parah adalah adanya pekerja anak di bawah umur, perbudakan, dan tuduhan pemerkosaan.

AP News mengatakan telah mewawancarai lebih dari 130 karyawan serta mantan karyawan dari 24 perkebunan kelapa sawit di kedua negara. Pekerja yang diwawancarai kebanyakan berasal dari Indonesia, Malaysia, Bangladesh, India, Nepal, Filipina, Kamboja, dan Myanmar, serta Muslim Rohingya tanpa kewarganegaraan.

"Ini telah menjadi rahasia tersembunyi industri selama beberapa dekade," kata Gemma Tillack dari Rainforest Action Network yang berbasis di AS yang mengungkap pelanggaran ketenagakerjaan di perkebunan kelapa sawit.

"Uang berhenti di bank. Pendanaan merekalah yang memungkinkan sistem eksploitasi ini."

Reporter AP News dalam laporan itu, bahkan mengklaim telah menyaksikan beberapa dugaan pelanggaran secara langsung. Bahkan melakukan tinjauan laporan polisi dan pengaduan yang dibuat untuk serikat pekerja.

Media itu juga mengaku mendapatkan rekaman dan foto yang diselundupkan dari perkebunan, juga menggunakan cerita media lokal untuk menguatkan laporan tersebut. Malaysia dan Indonesia sendiri memproduksi sekitar 85% dari perkiraan pasokan minyak sawit senilai US$ 65 miliar di dunia.

Ini merupakan serangan baru ke kelapa sawit dan CPO dari Malaysia-RI. Sebelumnya diskriminasi juga dilancarkan Eropa dengan regulasi "Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II/RED II) Uni Eropa" beserta aturan teknisnya (delegated act).

Tanaman pangan yang dianggap berisiko tinggi pada lingkungan akan dibatasi penggunaannya dan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa. Sayangnya, kelapa sawit ikut ditetapkan sebagai tanaman pangan berisiko tinggi terhadap ILUC.

Situs resmi perusahaan mencatat FGV adalah salah satu produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, menyumbang sekitar 15% dari total produksi CPO tahunan Malaysia. FGV beroperasi di 9 negara di Asia, Timur Tengah, Amerika Utara dan Eropa.

FGV adalah perusahaan agribisnis berbasis di Malaysia yang terdaftar di Bursa Malaysia pada 28 Juni 2012. Penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) FGV tercatat menjadi salah satu yang terbesar di dunia dengan meraih dana IPO mencapai RM10,4 miliar atau setara dengan Rp 37 triliun (Rp 3.580/RM).

Perusahaan ini awalnya didirikan sebagai kepanjangan tangan bisnis komersial dari BUMN Malaysia, Federal Land Development Authority (Felda) pada tahun 2007 guna mengawasi investasi di bisnis minyak sawit hulu dan hilir serta agribisnis lainnya. BUMN Malaysia Felda dibentuk pada 1 Juli 1956 di bawah Land Development Ordinance (Land Development Ordinance) tahun 1956, seperti terungkap dalam sejarah perusahaan di situs Felda.

"FGV didukung oleh tenaga kerja yang kuat lebih dari 45.000 orang. Fokus utama kami adalah pada tiga sektor bisnis inti: Perkebunan, Gula, dan Logistik," tulis manajemen FGV dalam situs resminya.

Bisnis hulu minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), perusahaan mengelola total cadangan lahan seluas 439.725 hektare di Malaysia dan Indonesia, dan menghasilkan sekitar 3 juta metrik ton (MT) CPO setiap tahun. Di Malaysia, perseroan memiliki 197 perkebunan yang berlokasi di Selangor, Perak, Pahang, Negeri Sembilan, Johor, Sabah dan Sarawak.

Sedangkan di Indonesia, kegiatan perkebunan difokuskan di 5 perkebunan yang terletak di Kalimantan Tengah dan Barat. Saat ini, FGV memiliki 68 pabrik di seluruh Malaysia, memproses lebih dari 14 juta MT Tandan Buah Segar (TBS) setiap tahun, di mana dua pertiga TBS bersumber dari petani FELDA dan petani swadaya.

Beberapa anak usaha di bisnis hulu dari FGV yakni FGV Plantations (Malaysia) Sdn. Bhd, FGV Palm Industries Sdn. Bhd, Pontian United Plantations Berhad, FGV Agri Services Sdn. Bhd, dan PT Citra Niaga Perkasa. Lainnya adalah PT Temila Agro Abadi, Asian Plantations Limited, dan FGV Kalimantan Sdn. Bhd.

Di Indonesia, salah satu perusahaan terafiliasi FGV karena sama-sama dipegang sahamnya oleh Felda yakni PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), lewat FIC Properties Sdn Bhd. Felda masuk ke BWPT bermitra dengan Grup Rajawali milik Peter Sondakh.

Laporan keuangan BWPT per Juni 2020 mencatat saham Felda melalui FIC Properties mencapai 37%, sementara saham PT Rajawali Capital International sebesar 37,70% dan sisanya investor publik 25,30%.

Felda, melalui anak usahanya FIC Properties Sdn Bhd mengakuisisi 37% saham Rajawali di Eagle High Plantations pada April 2017. Proses akuisisi tercatat memakan waktu sekitar 4 bulan setelah sale purchase agreement(SPA) yang ditandatangani kedua belah pihak pada 23 Desember 2016.

Nilai akuisisi diperkirakan mencapai US$ 500 juta, atau sekitar Rp 580/saham. FIC, yang sepenuhnya dimiliki oleh Felda, didirikan sebagai cabang investasi Felda, guna menjalankan kegiatan usaha yang tidak terkait dengan perkebunan.

Saat ini FIC fokus pada pengembangan properti, perhotelan, dan investasi strategis lainnya sebagaimana ditulis dalam situs resminya.


Sementara itu, pemerintah Malaysia mengatakan industri harus siap dengan serangan baru. Negeri Jiran mengatakan perusahaan perkebunan lain akan menghadapi larangan impor oleh AS.

"Perusahaan besar lainnya akan segera dilarang," kata Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia, Saravanan Murugan kepada wartawan Reuters, dikutip Jumat (2/10/2020).

Namun Murugan menolak menyebutkan nama perusahaan. Tetapi mengatakan bahwa itu merupakan perusahaan besar di sektor perkebunan.

Malaysia dan Indonesia sendiri memproduksi sekitar 85% dari perkiraan pasokan minyak sawit senilai US$ 65 miliar di dunia.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular