²©²ÊÍøÕ¾

Jokowi Siap Sambut SWF, Ini Fakta Pengelola Dana Abadi RI

Syahrizal Sidik, ²©²ÊÍøÕ¾
26 January 2021 09:17
Presiden Joko Widodo dalam acara Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pekan ini, Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan mengumumkan secara langsung pucuk pimpinan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA).

Rencana ini menguat setelah sebelumnya Parlemen memberi sinyal persetujuan atas usulan nama-nama Dewan Pengawas yang disodorkan pemerintah melalui Panitia Seleksi yang terdiri dari Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama empat anggotanya Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, dan anggota Pansel dari unsur independen M. Chatib Basri.

Presiden Jokowi sebelumnya memang berkomitmen akan meluncurkan dana abadi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) di awal tahun ini. INA ini menjadi Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang akan mengelola dana investasi termasuk infrastruktur.

"Di awal 2021 kita akan luncurkan SWF Sovereign Wealth Fund yang bernama INA, Indonesia Investment Authority," kata Jokowi saat membuka acara Outlook Perekonomian Indonesia 2021, secara virtual yang disaksikan di Hotel Kempinski, Selasa (22/12/2020).

Jokowi menegaskan, kehadiran SWF ini akan menjadi sumber pembiayaan baru untuk pembangunan Indonesia ke depan, jadi tidak hanya berbasis pinjaman, tapi bisa dalam bentuk penyertaan modal atau saham.

Dampaknya, akan menyehatkan perekonomian Indonesia, perusahaan BUMN-BUMN terutama sektor infrastruktur dan energi. "Sekarang sudah ada beberapa negara sampaikan ketertarikan antara lain AS, Jepang, UEA, Arab Saudi dan Kanada," jelas Jokowi.

Berikut ini sederet fakta mengenai SWF Indonesia yang dirangkum dalam pemberitaan ²©²ÊÍøÕ¾:

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setuju atas usulan tiga nama calon anggota Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang kini bernama Indonesia Investment Authority (INA). Ketua DPR RI Puan Maharani segera surati Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Puan mengatakan akan segera mengirim surat kepada Jokowi terkait tiga usulan nama calon anggota Dewan Pengawas INA yang sebelumnya dikirimkan Jokowi untuk dikonsultasikan dengan DPR.

Tiga nama calon Dewas LPI yang diajukan Presiden yakni Darwin Cyril Noerhadi, Yozua Makes, dan Haryanto Sahari.

Yozua Makes adalah seorang pengacara sukses yang sudah eksis selama 30 tahun di bidang Corporate Finance. Ia juga pengusaha yang membangun brand Plataran (Bisnis Perhotelan) pada 2009.

Sementara Darwin Cyril Noerhadi adalah Komisaris Utama (Independen) PT Mandiri Sekuritas, Komisaris (Independen) PT Austindo Nusantara Jaya Tbk, dan Direktur Utama/Senior Managing Director Creador Indonesia. Ia juga Komisaris di RS Hermina. Haryanto Sahari adalah Komisaris Independen Bank Permata. Ia lulusan Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia pada tahun 1982.

Saat ini, Haryanto Sahari menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Bukit Barisan Indah Prima sejak September 2011, Anggota Komite Audit di Universitas Indonesia sejak November 2016 dan PT Unilever, Tbk. sejak Oktober 2016.

Dewan pengawas SWF sesuai aturan terdiri dari 2 orang Menteri yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir dan 3 perwakilan professional.

"Sesuai mekanisme DPR akan berkirim surat kepada Presiden untuk dapat menerima usulan tiga nama calon anggota Dewas LPI," ujar Puan dalam keterangan resminya, Rabu (20/1/2021).

Sampai saat ini memang belum ada nama CEO yang sudah diumumkan ke publik. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membocorkan calon chief executive officer (CEO) Sovereign Wealth Fund (SWF).

Kabarnya, pucuk tertinggi dana abadi negara bernama Indonesia Investment Authority (INA) itu akan diumumkan sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan ini.

"CEO SWF akan diumumkan Presiden Joko Widodo minggu depan," kata Luhut dalam sebuah diskusi akhir pekan lalu.

Luhut lantas kemudian merinci calon CEO SWF yang kemungkinan besar diisi oleh anak muda berusia 40 tahun. Sementara itu, dewan pengawas SWF akan diisi oleh para pejabat senior.

"Saya pikir CEO dikelola oleh anak muda berkisar 40 tahun. Kalau dewan pengawas [SWF] oleh senior, CEO oleh anak muda," katanya.

Luhut menegaskan, CEO SWF nantinya bukanlah orang biasa. Orang tersebut, kata eks Kepala Staf Kepresidenan itu, telah melalui berbagai penilaian yang dilakukan pemerintah.

Luhut mengakui, pemilihan CEO dilakukan secara terbuka dan dikonsultasikan dengan lima institusi besar yang ditunjuk sebagai penasehat SWF, di mana dua di antarnya yakni Abu Dhabi Investment Authority dan Japan Bank for International Cooperation.

"Sehingga kita dapat orang yang kredibel untuk lakukan tugas ini." jelasnya.

Meski belum diumumkan secara resmi, telah beredar nama-nama yang dikabarkan akan menjadi direksi di instansi tersebut. Di antaranya adalah eks Mendag yang juga pernah menjabat sebagai Kepala BKPM yakni Gita Wirjawan, Rizal Gozali yang merupakan Presiden Direktur Credit Suisse Sekuritas Indonesia, dan Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk (INDY) Arsjad Rasjid.

Kemudian, Arief Budiman, eks Direktur Keuangan Pertamina, serta Pandu Patria Sjahrir yang merupakan Direktur di Toba Bara (emiten energi yang berganti nama jadi PT TBS Energi Utama Tbk/TOBA), Pendiri Indies Capital, VC Ventures dan juga Presiden Komisaris SEA Group Indonesia. Nama lainnya adalah Thomas Trikasih Lembong yang juga eks Kepala BKPM.

Indonesia Investment Authority (INA) juga wajib memberikan dividen atau keuntungan dari laba bersih kepada pemerintah. Besaran dividen ditetapkan maksimal 30% dari laba tahun sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI secara virtual, Senin (25/1/2021).

"Dividen ke pemerintah paling banyak 30% dari laba tahun sebelumnya. Jadi sisinya (laba) akan tetap kembali jadi pemupukan modalnya LPI," ujarnya.

Ketentuan ini juga disebutkan dalam Pasal 50 soal Pemanfaatan Laba di PP No.74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelolaan Investasi, di mana disebutkan "Pembagian laba untuk pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 6 paling banyak 30% dari laba."

Adapun untuk modal awal pembentukan LPI, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp 15 triliun yang berasal dari APBN tahun 2020.

Sedangkan untuk tambahan modal dalam penyelenggaraan LPI nantinya akan ditambahkan Rp 75 triliun atau lebih.

Anggaran sebesar Rp 75 triliun atau lebih ini akan diberikan secara bertahap di tahun 2021 ini. Penambahan modal melebihi Rp 75 triliun dilakukan melalui PMN (penyertaan modal negara) dan kapitalisasi laba ditahan LPI sendiri.

Dengan tambahan modal ini, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas investasi dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap LPI sebagai lembaga dengan permodalan yang baik.

"Penambahan permodalan ini diatur dalam PP 74/2020 melalui PMN dalam bentuk dana tunai, BMN [barang milik negara], piutang negara dan BUMN atau perseroan terbatas atau saham milik negara pada BUMN," tegas Menkeu.

Sebagai perbandingan, di tahun-tahun sebelum Covid-19 melanda, besaran dividen moderat perusahaan-perusahaan BUMN sebesar 20%-45% terutama untuk BUMN komersial.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menyusun aturan perpajakan untuk Lembaga Pembiayaan Investasi (LPI) atau SWF. Aturan perpajakan khusus ini diberikan untuk menambah daya tarik LPI.

Aturan perpajakan ini disusun dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan Perpajakan atas Transaksi yang Melibatkan Lembaga Pengelola Investasi atau Entitas yang Dimilikinya.

"Saat ini kami sedang dalam proses penyelesaian untuk RPP terkait perlakuan perpajakannya," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (25/1/2021).

Menurutnya, pemberlakukan perpajakan untuk LPI tetap harus dilakukan. Sebab, LPI akan tetap melakukan transaksi baik langsung maupun tidak langsung.

"Dan dalam hal ini perlakuan perpajakan yang menjadi implikasinya dari transaksi tersebut perlu untuk dibangun, sehingga LPI memiliki daya tarik," kata dia.

Tidak hanya itu, ini juga memberikan keseimbangan bagi LPI sebagai lembaga baru yang tetap mengikuti tata kelola serta prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, tertutama dalam kewajiban perpajakannya.

"Meskipun kami memang akan memberi berbagai dukungan agar modal LPI dan cadangan modalnya semakin meningkat di satu level tertentu," tegasnya.

Sebagai informasi, LPI dibentuk berdasarkan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Di mana modal awal diberikan sebesar Rp 15 triliun melalui APBN 2020 dan secara bertahap pada tahun 2021 ditambah sebesar Rp 75 triliun atau lebih.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular