²©²ÊÍøÕ¾

Ada Teori Konspirasi di GameStop, Begini Cerita Lengkapnya

Putra, ²©²ÊÍøÕ¾
01 February 2021 18:03
GameStop. Ist
Foto: GameStop. Ist

Jalarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ketika saham Gamestop (GME) yang melesat hingga 500% pekan lalu, anjlok pada perdagangan Kamis lalu (28/1/21), karena beberapa sekuritas memblokir nasabah dari pembelian saham tersebut. Banyak kemarahan dan teori konspirasi di media sosial terhadap keputusan sekuritas tersebut.

Salah satu teori yang populer, menduga keputusan para sekuritas terjadi karena tekanan para hedge fund raksasa yang menjual kosong saham GME. Teori ini direspons oleh beberapa politikus dan media besar, seperti senator Ted Cruz, Rep. Alexandria Cortez, Reddit, Fox News, dan CNN.

Populernya teori ini sendiri bukan tanpa alasan, mengingat Robinhood, seperti sekuritas-sekuritas besar lainnya menjual arus order nasabah kepada hedge fund raksasa seperti Citadel, yang membantu dana talangan hingga US$ 2 miliar kepada Melvin Capital yang merugi besar akibat menjual kosong saham GME.

Meskipun demikian, bukan hanya Robinhood yang mengambil untung dengan cara menjual arus order nasabah, serta memblokir pembelian saham yang sedang volatil. Kejadian ini juga tak hanya terjadi kali ini saja.

Akan tetapi alasan Robinhood melakukan pemblokiran dianggap unik, simak alasan CEO Robinhood Vlad Tenev seperti dilansi dari Yahoo Finance.

Pertama, Tenev langsung menyangkal bahwa perusahaannya melakukan pemblokiran karena ditekan oleh hedge fund raksasa.

"Tentang konspirasi teori itu, saya sudah berkali-kali menyatakan bahwa itu tidak benar. Keputusan kami untuk sementara waktu memblokir nasabah membeli beberapa jenis saham tidak ada hubungan dengan para market maker yang menekan keputusan kami. Keputusan ini diambil sejatinya hanya karena dinamika pasar dan lembaga penyelesaian transaksi yang meningkatkan syarat simpanannya sesuai dengan regulasi yang ada," ujar Tenev kepada Yahoo Finance.

Jadi regulasi apa yang dimaksud oleh Tenev, broker seperti Robinhood biasanya melempar transaksi kepada lembaga penyelesaian transaksi yang membantu memudahkan proses transaksi, yang biasanya terjadi dalam beberapa hari kerja setelah transaksi terjadi.

Lembaga penyelesaian tersebut biasanya harus menaruh jaminan atas nama sekuritas, untuk membantu memfasilitasi transaksi sebagai mediator. Sehingga ketika volatilitas suatu saham meningkat, proses ini bisa menjadi sangat mahal.

Hal ini sama dengan alasan Webull, platform trading saham gratis yang merupakan saingan Robinhood, yang juga memblokir akses pembelian nasabah terhadap saham GME, AMC, dan Koss. Kedua CEO dari perusahaan tadi memberikan alasan yang sama kenapa nasabah tidak bisa membeli saham-saham tersebut.

"Ini bukan pilihan kami, lembaga penyelesaian transaksi yang menelepon kami dan mengatakan bahwa kami harus menyetop transaksi pembelian di tiga saham tersebut," ujar CEO Webull, Anthony Denier.

Fakta meningkatnya volatilitas di saham-saham tersebut membuat lembaga penyelesaian transaksi Apex Clearing, yang digunakan oleh Webull, meningkat. "Biaya lembaga penyelesaian melesat hinga tiga kali lipat dalam semalam," tambahnya.

"Lembaga penyelesaian kami tidak dapat menutupi biaya transaksi saham tersebut. Kami juga tidak dapat menggunakan uang nasabah karena regulasi yang ada, sehingga lembaga penyelesaian harus mengeluarkan biaya tersebut dari kantongnya sendiri dan mereka tidak mampu membayar."

Pada Kamis siang, saat Robinhood masih tidak bisa membeli saham-saham tertentu, Webull buru-buru membuka akses pembelian ketiga saham tersebut setelah Apex menginstruksikan lembaga penyelesaian luar bisa mendapatkan dana tambahan, dan menegosiasikan jumlah kolateral pada Depository & Clearing Corporation.

Berbeda dengan Webull, Robinhood tidak menggunakan lembaga penyelesaian transaksi luar dan sejak 2018 sudah tidak lagi menggunakan Apex, dan membangun sendiri teknologi penyelesaian transaksinya.

Broker lain sendiri seperti Schwan dan TD Ameritrade juga membangun teknologi ini, masalahnya Kamis kemarin kedua broker tidak memblokir akses nasabah terhadap pembelian saham-saham yang volatil ini dan hanya meningkatkan jumlah margin yang diperlukan untuk bertransaksi. Hal ini tentunya menyebabkan para investor bertanya ada masalah apa di sistem Robinhood.

"Saya tidak mau membahas mengenai detail apa yang terjadi. Saya kira apabila anda melihat apa yang terjadi merupakan hal kecil, ada saham yang viral di internet, sehingga seperti segala sesuatunya yang viral di sosial media dan internet, akan muncul ketertarikan publik," ujar Tenev.

Masalah apakah para nasabah Robinhood setuju dengan sang CEO akan muncul jawabannya dalam waktu dekat, karena Webull membuka akses pembelian ke saham-saham volatil ini sejak Kamis. Hasilnya, nasabah baru yang mendaftar sudah naik mencapai 2.000%.


(trp/trp) Next Article Mulai Panik? Broker AS Mulai Batasi Trading Saham Gamestop

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular