
Gak Cuma AS, Komentar Powell Bikin Bursa Asia-Eropa Lemas!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pasar saham Asia dan Eropa merosot ke zona merah pada perdagangan Jumat (5/3/2021), menyusul kejatuhan bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street pada perdagangan Kamis waktu setempat.
Buruknya kinerja saham pasar global terjadi akibat melesatnya imbal hasil atau yield obligasi (Treasury) AS, merespon pernyataan ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell.
Berbicara mengenai kondisi ekonomi AS yang dipandu Wall Street Journal, Powell mengatakan pembukaan kembali perekonomian membuat inflasi naik untuk sementara. Ia juga menekankan The Fed akan bersabar untuk merubah kebijakannnya meski inflasi naik.
"Kami memperkirakan pembukaan kembali perekonomian dan mudah-mudahan menunjukkan pertumbuhan, kita akan melihat kenaikan inflasi" kata Powell sebagaimana dilansir ²©²ÊÍøÕ¾ International, Kamis (4/3/2021).
Selain itu, ia juga menegaskan jika kenaikan inflasi tidak bertahan lama, dan pasar tenaga kerja belum mencapai full employment, maka suku bunga tidak akan dinaikkan.
Tingkat pengangguran AS sudah jauh menurun dari rekor tertinggi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Pada Januari 2021, tercatat tingkat pengangguran sebesar 6,3%, masih cukup jauh di atas level sebelum pandemi di level 3,5%.
Sementara itu inflasi yang dilihat dari personal consumption expenditure (PCE) tumbuh 1,5%. The Fed sendiri menetapkan target rata-rata inflasi 2%, artinya inflasi akan dibiarkan lebih tinggi dari 2% selama beberapa waktu sebelum mulai menaikkan suku bunga.
Namun, Powell gagal meyakinkan pasar jika kebijakannya belum akan dirubah dalam waktu dekat. Bukannya menurun, yield Treasury justru makin menanjak merespon pernyataan Powell, alhasil Wall Street pun merosot, yang disusul bursa Asia dan Eropa hari ini.
Bursa saham utama Asia seperti Nikkei Jepang dan Kospi Korea Selatan pagi tadi sempat merosot lebih dari 1%. Sementara indeks FTSE Inggris melemah 0,4% di awal perdagangan.
Yield Treasury tenor 10 tahun naik 8,01 basis poin ke 1,5484%. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu.
Pada Kamis pekan lalu, yield ini memang sempat menembus level 1,6%, tetapi setelahnya terpangkas dan mengakhiri perdagangan di 1,5150%.
Dengan yield yang berada di level tertinggi sebelum virus corona belum dinyatakan sebagai pandemi dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%, artinya pelaku pasar melihat perekonomian AS sudah pulih dari kemerosotan.
Namun, kabar baik pulihnya ekonomi AS menjadi kabar buruk bagi pasar saham, sebab ada risiko The Fed akan mengurangi program pembelian aset (quantitative easing/QE) lebih cepat dari perkiraan. QE The Fed saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan.
"Kita kembali pada kabar baik untuk perekonomian menjadi kabar buruk bagi pasar. Saat yield terus naik akibat ekspektasi pertumbuhan ekonomi, pasar saham menjadi terpukul," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance, sebagaimana dilansir ²©²ÊÍøÕ¾ International, Kamis (4/3/2021).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kenaikan Yield Treasury Sudah Jadi Perhatian The Fed