
Banjir Proyek Pemerintah, Saham BUMN Karya Masih Aja Jeblok

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Saham-saham BUMN Karya mencatatkan kinerja yang buruk sejak awal tahun ini. Saham-saham konstruksi pelat merah terus ambles, kendati emiten-emiten tersebut mendapat banyak proyek penugasan dari pemerintah.
Berikut gerak saham emiten konstruksi pelat merah dalam harian dan year to date (YTD), mengacu pada data Bursa Efek Indonesia pada Selasa (6/4/2021), pukul 11.30 WIB.
Bila menilik tabel di atas, sebenarnya mayoritas saham BUMN Karya kembali menghijau pada sesi I hari ini. Akan tetapi, secara YTD saham-saham tersebut membukukan rapor merah. Bahkan, ada satu saham yang terjun bebas sebesar 30,29%.
Di antara 8 emiten di atas, hanya JSMR yang ambles di bawah 10%, karena sisanya tercatat anjlok lebih dari 20%.
PTPP
Saham PTPP menjadi yang paling anjlok secara YTD, yakni sebesar 30,29%. Memang, dalam sepekan dan sebulan terakhir pun saham ini masih terus berkubang di zona merah, yakni anjlok berturut-turut 11,86% dan 15,31%.
Pada tahun ini, penggunaan capital expenditure (capex) PTPP akan didominasi oleh pengembangan jalan tol.
Adapun perusahaan menargetkan perolehan kontrak baru sebesar Rp 30,1 Triliun, naik 35% dari pencapaian di tahun sebelumnya.
Sementara, target perolehan capex di 2021 adalah sebesar Rp 6,2 Triliun atau naik dua kali lipat dari tahun 2020. Penggunaan capex akan didominasi pada proyek pengembangan jalan tol sebesar 37%, proyek pengembangan properti & residential sebesar 9%, pengembangan kawasan & bandar Udara sebesar 12%, dan pengembangan investasi di Anak Perusahaan sebesar 33%.
Sementara, berkaca pada pencapaian tahun lalu, konstruksi infrastruktur menyumbang 27% dari perolehan total kontrak baru PTPP yang senilai Rp 22,26 triliun.
Sumbangan lainnya d diperoleh dari konstruksi proyek Gedung senilai 26%, konstruksi proyek EPC (Engineering, Procurement, and Construction) 32% dan dari Anak Perusahaan 15%.
Pencapaian kontrak baru di tahun 2020 diraih dari 28 proyek Gedung, 35 proyek Infrastruktur, 13 proyek EPC serta proyek Anak Perusahaan.
Terbaru, PTPP menargetkan penyelesaian dua bendungan yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) di tahun ini. Kedua bendungan ini memiliki nilai kontrak sebesar Rp 1,66 triliun.
Dua bendungan yang dimaksud adalah Bendungan Way Sekampung Paket I & III yang berlokasi di Lampung dan Bendungan Pidekso di Jawa Tengah (Jateng).
ADHI
Di tempat kedua, ada saham ADHI yang tercatat anjlok 29,64% secara YTD. Dalam sebulan, saham ini juga ambles 18,18%.
ADHI baru saja melaporkan kinerja keuangan pada tahun lalu yang sangat tertekan.
Perusahaan mencetak laba bersih sebesar Rp 23,98 miliar, anjlok hingga 96% jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang mana perusahaan memperoleh keuntungan Rp 663,8 miliar.
Adapun sepanjang tahun lalu, dari total perolehan kontrak baru senilai Rp 19,7 triliun, segmentasi kepemilikan pemerintah mendominasi, yakni sebesar 44%. Kemudian disusul BUMN sebesar 11%, swasta sebesar 5%, dan investasi sebesar 40%.
Berdasarkan tipe pekerjaan, perolehan kontrak baru terdiri dari proyek gedung sebesar 19%, MRT sebesar 7%, jalan dan jembatan sebesar 56%, serta proyek infrastruktur lainnya seperti pembuatan bendungan, bandara, dan proyek-proyek EPC sebesar 18%.
Untuk tahun ini, perusahaan optimis bisa memperoleh pertumbuhan kontrak di kisaran 15-20%.
Hal ini, didorong dengan masih besarnya alokasi anggaran pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur di tahun depan mencapai Rp 414 triliun, anggaran untuk infrastruktur tersebut naik 47%.
Selain PTPP dan ADHI, WIKA dan WSKT juga mendapat porsi proyek pemerintah.
WIKA
Untuk WIKA, misalnya, pada awal tahun ini membentuk usaha patungan bersama PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (JKON) dan PT Tirta Gemah Ripah (TGR).
Perusahaan patungan ini akan menggarap Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Jatiluhur I dengan nilai investasi mencapai Rp 1,67 triliun.
WIKA hanya memiliki porsi 30% di perusahaan patungan tersebut dengan menyetor modal awal sebesar Rp 3 miliar.
Sementara itu, saham mayoritas dipegang JKON sebesar 60% dan 10 persen lainnya dimiliki TGR.
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum, SPAM Jatiluhur I ini merupakan proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atas prakarsa badan usaha (unsolicited project) dengan kompensasi menyamakan penawaran (right to match) pada konsorsium Jaya Konstruksi Manggala Pratama, WIKA, dan TGR.
Waskita Karya (WSKT)
Sementara, WSKT pada tahun ini menargetkan dapat memperoleh kontrak baru senilai Rp 31 triliun. Nilai kontrak baru ini naik Rp 4 triliun dari realisasi tahun 2020 sebesar Rp 27 triliun.
Adapun dari jumlah tersebut, porsi proyek pemerintah diproyeksikan masih akan memberi andil terbesar yakni 35%. Dari BUMN sebesar 25%, proyek swasta sekitar 25% dan sisanya dari pengembangan bisnis perseroan.
Sebagai informasi, perseroan sudah memperoleh kontrak baru senilai Rp 12,5 triliun dengan PT Terregra Asia Energy.
Waskita telah menandatangangi Master Agreement (MoA) untuk pembangunan 5 pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Provinsi Sumatera Utara dan 2 pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Propinsi Nangroh Aceh Darussalam, dengan total nilai investasi Rp 12,5 triliun atau setara dengan US$ 893 juta.
Pada tahun ini, emiten bersandi WSKT di Bursa Efek Indonesia ini mengalokasikan belanja modal sebesar Rp 11 triliun. Dana ini, rencananya akan dipakai untuk membiayai beberapa ruas tol yang dibangun Waskita seperti di ruas tol Jogja Bawen melalui konsorsium dan beberapa ruas tol lainnya di Jawa Barat.
(adf/adf) Next Article Nasib Saham Konstruksi BUMN, Masih Diobral karena Utang Jumbo