Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Malaysia melesat hingga menembus harga tertinggi dalam 10 tahun terakhir pada perdagangan Kamis (6/5/2021). Kenaikan tinggi harga minyak nabati ini dipicu oleh faktor ketatnya pasokan.
Kamis kemarin, harga kontrak CPO pengiriman Juli di Bursa Malaysia Derivatif Exchange melonjak sebesar 4,23% ke RM 4.215/ton.
Selama sebulan terakhir, harga CPO memang cenderung menanjak. Ini bisa dilihat dari kenaikan harga CPO sebesar 9,62% dalam 30 hari. Tidak hanya itu, secara year to date (YTD) harga CPO juga sudah melambung setinggi 17,08%.
Seiring harga CPO yang moncer tersebut, bagaimana dengan kinerja saham emiten sawit Tanah Air? Apakah ikut melonjak atau malah loyo?
Di bawah ini Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ menyajikan tabel yang berisi kinerja delapan saham emiten sawit di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam sebulan dan tahun berjalan atau year to date (ytd).
Sejumlah emiten sawit lainnya tidak dimasukkan di sini karena tergolong tidak likuid atau memiliki nilai transaksi saham yang mungil.
Berdasarkan tabel di atas, dari delapan saham sawit yang diamati, hanya saham emiten sawit Grup Salim, SIMP, yang mencatatkan kinerja ciamik dalam sebulan dan secara ytd.
Selama sebulan belakangan saham SIMP berhasil naik 10,78%, sementara sejak awal tahun saham emiten produsen brand minyak goreng Bimoli ini sudah melesat 34,52% ke posisi Rp 565/saham.
Kinerja saham SIMP seiring dengan kinerja keuangan yang positif.
Pada tahun lalu, SIMP mencatat laba bersih Rp 234,28 miliar dari tahun sebelumnya yang rugi bersih Rp 546,15 miliar. Pemulihan laba bersih dari rugi ini seiring dengan pendapatan yang naik 6% menjadi Rp 14,48 triliun dari Rp 13,65 triliun.
Pendapatan usaha pun naik 6,04% menjadi Rp 14,47 triliun sepanjang tahun lalu.
Grup SIMP mencatat penjualan yang lebih tinggi di FY2020 terutama karena kenaikan harga jual rata-rata produk sawit dan produk minyak dan lemak nabati (EOF) yang sebagian diimbangi oleh total volume penjualan produk sawit dan produk EOF yang lebih rendah.
Adapun sang anak usaha SIMP, LSIP, memang masih tumbuh dalam sebulan, tetapi sejak awal tahun harga sahamnya terkoreksi. Selama 30 hari terakhir saham LSIP naik 1,12%, tetapi secara ytd saham ini merosot 1,82%.
NEXT: Pemicu Kenaikan Harga CPO
Seperti sang induk, kinerja Londos Sumatra atau LSIP juga oke sepanjang tahun lalu. Laba bersih LSIP tahun lalu mencapai Rp 696,01 miliar,melesat 174,12% dari posisi Rp 253,90 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan laba bersih ini terjadi kendati pendapatan perusahaan di periode tersebut turun 4,39% YoY(year on year) menjadi senilai Rp 3,53 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 3,69 triliun. Penurunan penjualan ini terjadi karena turunnya volume penjualan produk sawit dan karet.
Sementara itu, 6 saham emiten sawit lainnya malah cenderung mencatatkan kinerja jeblok baik dalam sebulan maupun ytd. Bahkan, saham SSMS ambles 25,60% sejak awal tahun dan longsor 4,12% dalam sebulan.
Sebenarnya, kinerja fundamental SSMS moncer sepanjang 2020. Penjualan dan pendapatan usaha SSMS melesat 22,37% menjadi RP 4,01 triliun per akhir Desember 2020. Laba bersih pun meroket sebesar 4836,85% menjadi Rp 576,63 miliar pada tahun lalu.
Melihat gerak saham sawit di atas, ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga kontrak CPO di pasar tidak serta-merta menjadi katalis positif bagi saham-saham emiten produsen CPO, setidaknya selama sebulan dan sejak awal tahun ini.
Pemicu Kenaikan Harga CPO
Kenaikan harga CPO didorong oleh naiknya harga komoditas pertanian lain dan melesatnya harga minyak mentah. Harga si emas hitam terutama untuk kontrak Brent semakin mendekati US$ 70/barel setelah stok minyak mentah AS dilaporkan turun 8 juta barel di akhir April.
Harga kontrak berjangka jagung di Chicago Boardof Trade juga melesat tajam menyentuh level tertingginya dalam 8 tahun terakhir. Apresiasi sebesar 2% kontrak berjangka untuk komoditas jagung ini dipicuoleh kekhawatiran cuaca kering di Brazil di tengah tingginya permintaan untuk pakan ternak.
"Kenaikan harga minyak nabatisubstitusi mendukung permintaan dan kemungkinan akan menjaga harga CPOtetap kuat dalam waktu dekat," kata Ivy Ng, kepala penelitian perkebunan regional di CGS-CIMB Research dalam sebuah catatan sebagaimana diwartakan Reuters.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan indeks harga pangan dunia bulan Maret juga mengalami kenaikan sebesar 2,1% dibanding Februari. Indeks harga minyak nabati tercatat naik 8% dibanding bulan Februari dan menyentuh level tertingginya sejak Juni 2011.
Penguatan indeks yang terjadi secara terus-menerus didorong olehkenaikan harga minyak sawit, kedelai, rapeseed, dan bunga matahari.
Harga minyak sawit internasional mencatatkan kenaikan10 bulan berturut-turut, karena kekhawatiran yang masih ada atas tingkat persediaan yang ketat di negara-negara pengekspor utama bertepatan dengan pemulihan bertahap dalam permintaan impor global.
"Sementara itu, harga kedelai naik tajam, terutama ditopang oleh prospek permintaan yang menguat terutama dari sektor biodiesel," tulisFAOdalam rilis resminya. Harga minyak sawit diperkirakan akan tetap kuat hingga paruh pertama tahun ini.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA