²©²ÊÍøÕ¾

Analisis

IHSG Ngacir, UNVR Malah Longsor 5 Hari Beruntun! Gegara Ini?

Tri Putra, ²©²ÊÍøÕ¾
10 June 2021 07:40
unilever
Foto: unilever.co.id

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Investor di pasar modal dalam negeri yakni pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam beberapa hari terakhir ini sedang 'happy'.

Bagaimana tidak, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada akhir Mei sempat longsor ke zona 5.700-an, saat ini kuat diperdagangkan di atas level 6.000.

Catat saja, sejak tanggal 24 Mei 2021, indeks acuan pasar modal dalam negeri yang sempat ditutup di level 5.763 ini sudah ngacir 4,92% bahkan sempat membukukan reli fantastis 6 hari beruntun.

Meskipun demikian ternyata ada salah satu emiten berkapitalisasi pasar besar yang investornya terpaksa bermuram durja karena harga sahamnya gagal mengikuti tren reli IHSG.

Adalah saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang pada periode yang sama dengan reli IHSG, harga sahamnya malah terus-terusan terkoreksi.


Data BEI menunjukkan, tercatat sejak 24 Mei 2021, harga saham UNVR sudah ambruk 7,42% ke level Rp 5.300/unit.

Bahkan pada penutupan perdagangan kemarin, di tengah kenaikan IHSG hingga 0,8%, UNVR malah kembali terkoreksi parah 3,2% dan melanjutkan tren koreksi UNVR selama 5 hari beruntun.

Koreksi beruntun tersebut menyebabkan harga saham UNVR berada di level terendahnya selama 8 tahun terakhir dan bahkan lebih rendah dibandingkan dengan level penutupan terendah UNVR Maret 2020 silam saat mayoritas saham di BEI longsor akibat ketakutan akan Covid-19.

Hal ini tentu saja memunculkan pertanyaan di benak 123.000 investor UNVR.

Hal ini mengingat UNVR sempat lama menduduki posisi saham dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di BEI, tapi saat ini karena harga sahamnya terus longsor, maka market cap-nya terpaksa turun ke angka Rp 202 triliun dan posisinya di bursa terpaksa terdorong ke ranking 5.

Well, permasalahan UNVR sejatinya bukan terletak pada perusahaannya.

Siapa tak kenal produk Unilever, mulai dari es krim Walls, sabun Lifebouy, hingga deterjen Rinso nama-nama yang dikenal, dipergunakan, dan bergesekan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat ini merupakan produk Unilever Indonesia.

Pengelolaan perusahaan alias good corporate governance (GCG) juga cenderung baik.

Perseroan dikelola langsung oleh group Unilever International yang masuk melalui holding-nya di Indonesia. Selain itu tidak banyak pula transaksi afiliasi yang bisa membuat investor mengangkat alis dan mempertanyakan tata kelola perusahaan.

Bahkan kinerja perusahaan tergolong 'ajaib' di mana UNVR merupakan salah satu perusahaan dengan Return on Equity (ROE) dan Return on Asset (ROA) terbesar seantro Bursa Efek.

Bayangkan saja imbal hasil aset terhadap pendapatan bersih UNVR alias ROA mencapai angka 31,3%.

Bahkan apabila menggunakan imbal hasil ekuitas alias ROE angka ini akan membengkak menjadi 103,52% jauh lebih tinggi daripada perusahaan Big Cap lain yang hanya memiliki ROE belasan persen.

Ini artinya setiap tahunya UNVR mampu membukukan laba bersih lebih banyak daripada ekuitasnya, bahkan di tahun pandemi sekalipun.

Tercatat UNVR pada tahun 2020 mampu membukukan laba bersih sebesar Rp 9,47 triliun dan pada Q1-2021 UNVR sudah membukukan laba Rp 1,7 triliun, di mana angka-angka ini tentunya jauh lebih besar dari ekuitasnya yang 'hanya' Rp 4,94 triliun.

Profitabilitas UNVR yang besar tentunya tidak lepas dari produk Unilever yang mempunyai margin keuntungan yang tinggi yang ditunjukkan oleh Gross Profit Margin (GPM) UNVR yang berada di angka 52,45%. Ini artinya biaya produksi produk Unilever tidak sampai separuh harga jual pasarnya.

Nah, hal ini tentu saja membuat para investor bertanya-tanya, jadi apa yang salah dengan saham UNVR?

NEXT: Apa Masalah UNVR?

Perusahaannya oke, produknya oke, ternyata harga sahamnya yang kurang oke.

Valuasi saham UNVR juga sudah tergolong sangat premium.

Tercatat apabila menggunakan metode valuasi harga dibandingkan dengan nilai buku alias PBV (price to book value), maka saat ini UNVR ditransaksikan 50,03 kali lipat nilai bukunya.

Angka ini tentu saja tergolong premium apabila dibandingkan dengan rata-rata PBV saham consumer goods di angka 3,8 kali, dalam rule of thumb saham dengan PBV di atas 2 kali sudah dapat digolongkan mahal.

Sedangkan apabila menggunakan metode valuasi harga dibandingkan dengan laba bersihnya alias PER (price to earnings ratio), maka saat ini UNVR ditransaksikan 34,48 kali lipat laba bersihnya.

Angka ini lagi-lagi tergolong premium apabila dibandingkan dengan rata-rata PER saham consumer goods di angka 18,5 kali atau rule of thumb saham dengan PER di atas 20 kali sudah dapat digolongkan mahal.

Selain itu perseroan juga sudah tergolong mature yang ditunjukkan dengan keberanian perseroan untuk membagikan seluruh laba bersihnya sebagai dividen dalam tahun-tahun terakhir sebelum terjadinya pandemi sehingga perseroan tak lagi melakukan ekspansi usaha dan pendapatan perusahaan menjadi stuck di situ-situ saja.

Tercatat selama 5 tahun terakhir, omzet perusahaan rata-rata hanya mampu tumbuh sebanyak 1,78% per tahun, tentu saja pertumbuhan ini sangat rendah apalagi mengingat angka ini berada di bawah inflasi Indonesia selama 5 tahun terakhir yang berada di kisaran 3% - 5%.

Tentu saja valuasi perusahaan baik PBV maupun PER yang sudah sangat premium dan fakta bahwa perseroan sudah tergolong mature menyebabkan perlahan-lahan harga saham UNVR terkoreksi dan mencari keseimbangan baru.

Terakhir, tahun 2021 yang diprediksikan akan menjadi tahun kebangkitan ekonomi juga menjadi momen yang kurang pas untuk UNVR. Mengingat status perseroan sebagai saham difensif yang bergerak di sektor consumer goods dimana dengan adanya booming ekonomi kinerja perseroan tidak akan terlalu berdampak.

Hal inilah yang menyebabkan adanya peralihan sektoral dari para investor UNVR ke saham-saham siklikal yang akan diuntungkan dengan melesatnya perekonomian seperti dari sektor perbankan.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular