²©²ÊÍøÕ¾

Siapin Kocek! Ini 5 Saham Blue Chip Paling 'Mahal' di Bursa

Aldo Fernando, ²©²ÊÍøÕ¾
24 September 2021 12:25
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Saham-saham unggulan (blue chip) atau berkapitalisasi pasar besar (big cap) penghuni indeks LQ45 mulai kembali menguat alias rebound. Hal ini terjadi di tengah naiknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan LQ45 setidaknya dalam sebulan belakangan.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sudah terapresiasi 0,54% dalam sepekan terakhir dan dalam sebulan mendaki 1,40% ke 6.142,712 dalam penutupan pasar Kamis (23/9/2021) kemarin.

Indeks LQ45 pun terkerek 0,33% dalam seminggu dan naik 1,80% dalam sebulan ke posisi 865,510.

Indeks LQ45 acapkali menjadi acuan para manajer investasi dan investor institusi kelas kakap. Ini lantaran indeks ini 'berpenghuni' 45 emiten dengan nilai kapitalisasi pasar besar dan paling liquid di pasar.

Di samping itu, yang juga disoroti para investor dalam indeks ini ialah fundamental perusahaan yang kokoh dan prospek emiten yang cerah ke depannya.

Memang, selain para investor institusi, investor ritel juga gemar mengoleksi saham-saham LQ45. Selain poin-poin yang telah tercantum di atas, para investor pun turut mempertimbangkan harga suatu saham; apakah saham X, misalnya, sudah 'kemahalan' atau overvalued alias overpriced, sesuai, atau malah 'murah' alias undervalued.

Namun, seperti halnya di indeks BEI lainnya, tidak semua saham-saham penghuni 'elite club' LQ45 memiliki valuasi yang 'murah'.

Nah, lantas, apa saja saham-saham LQ45 yang sudah termasuk 'mahal'?

Di dalam tulisan ini Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ akan membahas secara ringkas 5 besar saham LQ45 yang memiliki valuasi yang 'mahal'.

Untuk melihat rasio harga tersebut Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾ memakai dua metode, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV) yang biasa digunakan sebagai analisis fundamental untuk menilai saham suatu emiten.

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Berikut ini tabel 5 besar saham LQ45 dengan valuasi yang tergolong 'mahal' baik secara PER maupun PBV.

5 Besar Saham LQ45 Paling 'Mahal'

Emiten

Kode Ticker

Harga Terakhir (Rp)

PER (x)

PBV (x)

Merdeka Copper Gold

MDKA

2,650

62.03

7.97

Tower Bersama

TBIG

3,070

44.20

7.99

Chandra Asri Petrochemical

TPIA

7,200

42.85

6.05

Summarecon Agung

SMRA

815

37.06

1.97

Mitra Keluarga Karyasehat

MIKA

2,380

32.26

6.89

Sumber: BEI, RTI | Harga terakhir per 23 September 2021

Menurut data di atas, emiten tambang emas Grup Saratoga MDKA menjadi saham paling mahal secara PER, yakni 62,03 kali di atas rule of thumb 10 kali.

Sementara, secara PBV, emiten menara telekomunikasi yang juga dimiliki Grup Saratoga TBIG menjadi yang paling mahal, mencapai 7,99 kali, di atas rule of thumb dan rerata PBV industri (6,14 kali). Di posisi kedua saham dengan PBV tertinggi adalah MDKA, yakni 7,97 kali, berada di atas rerata PBV industri (4,24 kali).

NEXT: Simak Analisis Saham Lainnya

Selain duo Grup Saratoga di atas, saham emiten petrokimia milik taipan Prajogo Pangestu, TPIA, juga mencatatkan PER yang tinggi, yakni 42,85 kali. Angka ini sedikit di atas rerata PER industri sebesar 41,66 kali. Rasio PBV TPIA yang sebesar 6,05 kali juga berada di atas rata-rata industri (4,84 kali).

Hanya emiten properti SMRA yang memiliki PBV mendekati 1 kali, yakni 1,97 kali--sesuai dengan rerata industri. Namun, PER SMRA berada di atas rule of thumb sebesar 37,06, kendati masih berada di bawah rerata industri (64,19 kali).

Tidak ketinggalan, emiten pengelola rumah sakit (RS) Mitra Keluarga milik pendiri PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Boenjamin Setiawan, MIKA, juga memiliki PER dan PBV yang tinggi, masing-masing 32,26 kali dan 6,89 kali.

Dari kelima emiten di atas, tiga emiten berhasil membukukan kenaikan laba bersih sepanjang semester I 2021, yakni TBIG, SMRA, dan MIKA.

Kemudian, satu emiten membalik rugi menjadi laba bersih, yakni TPIA. Lalu, satu emiten sisanya, MDKA, mengalami penurunan laba bersih sepanjang 6 bulan pertama tahun ini.

TBIG, misalnya, membukukan perolehan laba bersih sebesar Rp 663,26 miliar pada semester pertama tahun ini. Kenaikan ini terutama ditopang oleh kenaikan pendapatan dari penyewa pihak ketiga.

Perolehan laba bersih tersebut meningkat 29,92% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 510,48 miliar.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan perusahaan, pada semester pertama tahun ini, TBIG mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 16% menjadi Rp 2,97 triliun dari sebelumnya Rp 2,57 triliun.

Contoh lain, TPIA, berhasil membalikkan kinerja rugi yang dialami pada 6 bulan tahun lalu, menjadi laba bersih di semester I-2021 di tengah pandemi Covid-19.

Anak usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ini mencatatkan laba bersih US$ 164,38 juta atau setara dengan Rp 2,38 triliun (kurs Rp 14.500/US$) di semester I-2021, dari periode semester I-2020 yang menderita rugi bersih US$ 40,12 juta atau setara Rp 582 miliar.

Berdasarkan publikasi laporan keuangan, pada 30 Juli 2021, pendapatan naik 50% menjadi US$ 1,26 miliar atau setara Rp 18,27 triliun, dari periode yang sama tahun lalu US$ 839,28 juta atau Rp 12,17 triliun.

Kabar teranyar, TOP Investment Indonesia (TII), anak usaha dari Thai Oil Public Company Limited (Thai Oil), resmi menjadi investor baru TPIA melalui skema penambahan modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue baru-baru ini.

Asal tahu saja, indeks LQ45 adalah indeks pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdiri dari 45 perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu di antaranya termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir, nilai transaksi tertinggi di pasar reguler dalam 12 bulan terakhir.

Selain itu, emiten tersebut telah tercatat di BEI selama minimal 3 bulan, memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan, dan nilai transaksi yang tinggi, serta mengalami penambahan bobot free float (saham publik) menjadi 100% yang sebelumnya hanya 60% dalam porsi penilaian. Indeks LQ45 dihitung setiap 6 bulan oleh Divisi Riset BEI.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular