²©²ÊÍøÕ¾

Geger Erick Sebut Korupsi Krakatau, Eks Petinggi Buka-bukaan!

Syahrizal Sidik, ²©²ÊÍøÕ¾
05 October 2021 07:00
foto/ Peresmian Pabrik Industri Baja PT. Krakatau Steel (persero) Tbk, Kota Cilegon, 21 September 2021/ Youtube: Setpres
Foto: foto/ Peresmian Pabrik Industri Baja PT. Krakatau Steel (persero) Tbk, Kota Cilegon, 21 September 2021/ Youtube: Setpres

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Mantan Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) Roy Maningkas, buka-bukaan mengenai proyek pabrik tanur tiup (blast furnace) yang bernilai investasi sekitar Rp 10 triliun lebih dan mangkrak.

Ketidaksetujuan atas proyek fantastis ini pulalah yang membuatnya mengundurkan diri dari jabatannya pada 11 Juli 2019.

Roy menjelaskan, proyek blast furnace yang digunakan untuk mereduksi secara kimia dan mengkonversi secara fisik bijih besi yang padat, sudah diinisiasi sejak tahun 2011 lalu.

Saat sedang dimulai beroperasi, Krakatau Steel sudah mengeluarkan uang sekitar US$ 714 juta atau setara Rp 10,21 triliun (kurs Rp 14.300/US$). Namun terjadi over-run atau membengkak Rp 3 triliun, dari rencana semula Rp 7 triliun.

Kala itu, dewan komisaris sudah berkali-kali memberikan surat kepada direksi lama KRAS dan Kementerian BUMN yang isinya adalah mengingatkan dan bahkan meminta pertimbangan seluruh pihak termasuk kepada Kementerian BUMN.

Hal ini mengingat proyek tersebut menghasilkan Harga Pokok Produksi (HPP) lebih mahal US$ 82/ton jika dibanding harga pasar. Jika produksi 1,1 juta ton per tahun, potensi kerugian Krakatau Steel sekitar Rp 1,3 triliun per tahun.

Oleh sebab itu, Roy dan dewan komisaris lainnya meminta agar proyek itu dihentikan, dimodifikasi atau dikerjasamakan.

"Kenapa minta dihentikan, saya sudah melihat, teknologinya belum proven (teruji), kan kita punya juga joint venture untuk proyek yang sama dengan Posco, bikin produk yang sama, tapi teknologinya agak beda," ungkap Roy dihubungi ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia, Senin (4/10/2021).

Roy adalah mantan Komisaris Independen KRAS sejak April 2015 hingga mengundurkan diri 11 Juli 2019 karena Kementerian BUMN menolak dissenting opinion (opini ketidakpuasan) yang diajukannya terhadap tingkat kemajuan (progress) pabrik blast furnace.

Roy sebelumnya adalah kader PDI-Perjuangan dan anggota Tim Pokja Rumah Transisi Jokowi dan petinggi Barisan Relawan Jokowi Presiden.

Sementara Direktur Utama KRAS saat ini Silmy Karim adalah orang baru, yang menjabat Dirut Krakatau Steel sejak 6 September 2018 menggantikan Mas Wigrantoro Roes Setyadi yang sebelumnya menjabat sebagai direktur utama.

NEXT: Erick Murka

Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya murka karena adanya proyek mangkrak di Krakatau Steel yang nilai investasinya mencapai US$ 850 juta atau setara dengan Rp 12,15 triliun (kurs Rp 14.300/US$).

Padahal pembangunan proyek ini dinilai telah memakan biaya investasi yang besar hingga membebankan perusahaan dengan utang menggunung.

Investasi yang dimaksud adalah investasi untuk pembangunan pabrik tanur tiup (blast furnace).

"Krakatau Steel itu punya utang US$ 2 miliar, salah satunya investasi US$ 850 juta kepada proyek blast furnace yang hari ini mangkrak, ini kan hal-hal yang tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi," kata Erick dalam webinar virtual, Selasa (28/9/2021).

Lebih lanjut, mantan Komisaris Independen Krakatau Steel (KRAS) Roy Maningkas mengatakan kendati proyek itu ditentang, nyatanya proyek itu terus dijalankan di era kepemimpinan Menteri BUMN Rini Soemarno.

"Saya gak tahu proyek itu diperintahkan harus jalan terus, dari zamannya Bu Rini," kata dia menambahkan.

Meski begitu, Roy menambahkan, saat ini situasi KRAS sudah berubah lebih baik di bawah kepemimpinan Silmy Karim. Berbagai upaya restrukturisasi yang dijalankan perlahan membuahkan kinerja keuangan yang positif dalam tiga kuartal terkahir.

Manajemen KRAS, saat ini disebut-sebut sudah melakukan efisiensi sampai 30% dan menurunkan harga pokok produksi (HPP), sehingga sudah bisa bersaing dengan produk baja impor.

"Profit 3 kuartal berturut-turut dan saya kira 2021 juga akan profit, restrukrisasi hutang lama berjalan dengan baik walau manajemen sekarang cuci piring," katanya.

Adapun, terkait temuan indikasi kasus korupsi, ia menilai hal ini menjadi kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan penelurusan lebih lanjut.

"Sebetulnya sudah ada, kalau enggak benar, BPK [turun tangan], dulu saya minta proyek itu dihentikan, 2019 waktu saya dissenting opinion, saya minta mengundurkan diri. Saya mInta proyek itu yang katanya siap berproduksi tidak melakukan uji coba, [tapi] perintahnya harus tetap jalan," kata pendiri Praus Capital ini.

Sementara itu, Direktur Centr of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, jika indikasinya mengarah pada korupsi pengadaan barang dan jasa, maka Kementerian BUMN bisa langsung menggandeng BPK, Kejaksaan dan KPK sekaligus atau meminta dibuatkan task force khusus menelusuri kasus korupsi beberapa BUMN.

Tugas dari task force tersebut, kata dia, nantinya melakukan analisis terhadap dokumen perencanaan, pengadaan barang dan jasa, serta secara spesifik meminta keterangan dari pemenang tender saat korupsi terjadi.

"Bukan tidak mungkin juga jika korupsi dilakukan sistemik mulai dari keputusan direksi hingga pejabat pembuat komitmen tidak ada cara lain selain menyeret seluruh pihak yang terkait. Ini kan statemen dari Pak Erick tidak main-main, bukan sekedar ada miss-management atau kesalahan perencanaan belaka tapi mengarah pada indikasi korupsi,"katanya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (4/10/2021).

Bhima juga berharap agar indukasi kasus korupsi yang mengemuka di BUMN belakangan ini seperti yang terjadi di KRAS dan PTPN harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

"Jangan sampai kasusnya menguap, harus segera ditindak lanjuti karena mempertaruhkan kredibilitas BUMN dan anak usaha lainnya," tandasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular