
7 Hari di Zona Merah, Saham Bank Jago Jadi Perhatian Investor

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Emiten bank digital yang sebagian sahamnya dimiliki Gojek, PT Bank Jago Tbk (ARTO) berbalik menguat setelah 7 hari beruntun berada di zona merah. Para analis menilai, investor sempat melepas kepemilikan pada saham-saham bank digital dan mengalihkan portofolio mereka ke saham-saham berbasis komoditas, terutama batu bara dan CPO.
Berdasarkan data perdagangan BEI, Selasa kemarin (12/10/2021), emiten bersandi ARTO ini berhasil keluar dari tekanan. Saham bank digital berbasis ekosistem ini ditutup menguat 2,83% ke level Rp 12.700 dengan nilai transaksi mencapai Rp 542 miliar dengan posisi asing melakukan beli bersih (net buy) senilai Rp55,93 miliar di seluruh pasar. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 24,71 miliar dilakukan di pasar negosiasi.
Penguatan harga saham Jago Selasa kemarin mengakhiri siklus penurunan harga selama sebulan terakhir. Sejak emiten penghasil batubara, CPO dan bank besar mencatatkan kenaikan yang signifikan, ARTO justru menyelam di kedalaman Rp12.300 dari posisi Rp 16.000 pada akhir September lalu.
Direktur Equtor Swarna Investama Hans Kwee menilai, penguatan tersebut karena saham Jago sudah masuk fase jenuh jual. Seperti diketahui, beberapa waktu terakhir saham Jago telah melemah cukup signifikan, karena derasnya aksi jual saham, khususnya yang dilakukan investor asing. Ketika tekanan jual mereda, investor mulai mengakumulasi kembali saham ini.
Hans menambahkan, asing belakangan cenderung masuk ke bank-bank konvesional karena terpicu bangkitnya sektor komoditas. "Dalam perspektif investor, saat ini hanya bank konvesional yang paling banyak menyalurkan kredit ke sektor komoditas, bukan bank digital. Jadi, ketika harga komoditas terbang tinggi, investor beranggapan bank bank besar bakal ikut ketiban berkah," katanya, Rabu (13/10/2021).
Fenomena ini menjelaskan mengapa investor melakukan aksi ambil untung (profit taking) dari emiten yang telah menikmati kenaikan harga saham selama pandemi, seperti farmasi, teknologi dan bank digital.
Setelah itu, mereka merotasi portofolio dengan memperbanyak saham komoditas, konsumer dan bank besar. Situasi ini akan tetapi bersifat sementara. Investor tetap menaruh harapan besar terhadap saham bank digital, namun lebih selektif. Bank yang menyandang status fully digital, dan terintegrasi dengan ekosistem, bakal kembali menjadi primadona.
Sementara itu, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan secara teknikal saham Jago menunjukkan tanda tanda pembalikan arah (reversal). "Ke depannya kami perkirakan masih rawan koreksi dalam jangka pendek. Saham Jago akan menguji area Rp12.700 terlebih dahulu. Namun demikian, apabila mampu bertahan di atas Rp12.575 sebagai supportnya, maka ARTO berpeluang menguat kembali," ungkap Henditya.
Selain itu, pelaku pasar menganggap harga Jago saat ini jauh lebih rendah dari harga beli Ribbit Capital pada saat mengumumkan investasi di Jago. Jadi, investor menilai Jago layak dikoleksi karena telah menjadi portfolio investor kakap sekelas Ribbit, yang terkenal sangat jeli dalam melakukan valuasi. Ibarat kata, investor ritel ikut mengoleksi barang nya Ribbit di harga diskon.
Ke depan, saham Bank Jago masih memiliki banyak ruang untuk menguat kembali. Faktor pemicunya adalah publkasi data kinerja kuartal III - 2021 yang akan dirilis pada akhir Oktober. Beredar rumors Jago akan mencetak profit pada kinerja kuartal III - 2021.
Informasi ini telah terendus sejak Jago mencatatkan pertumbuhan kredit yang impresif pada kuartal II lalu dan rasio keuangan yang semakin baik dari waktu ke waktu. Jika ini terjadi, Jago akan menjadi salah satu bank digital tercepat dalam menghasilkan laba bersih.
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menjelaskan, bank digital akan tetap menjadi primadona karena diperkirakan mampu membuat persaingan industri perbankan menjadi lebih efisien, jumlah sektor usaha yang dibiayai pinjaman meningkat, serta mampu menciptakan ekosistem digital yang semakin lengkap.
Ke depan, bank digital yang mampu meningkatkan integrasi layanan dengan platform digital lain, serta mampu menjadi leader dalam inovasi teknologi, berpotensi menjadi market movers. "Integrasi layanan yang dimaksud misalnya nasabah cukup membuka tabungan bank digital di platform e-commerce, sebaliknya nasabah juga bisa lakukan investasi reksadana saham di bank digital tanpa harus membuka akun baru di platform khusus investasi. Ini akan memberikan user experiences yang berbeda dari bank tradisional," ujarnya.
Berdasarkan konsensus analis di Bloomberg hingga 10 Oktober 2021, sebanyak 14 dari 16 analis memberikan rekomendasi buy, 1 neutral, dan 1 sell. Dengan harga penutupan 13.700, level harga Bank Jago memiliki potensi upside cukup lebar, berdasarkan target price di konsensus analis Bloomberg. Target price ini berlaku dalam rentang waktu 12 bulan.
Catatan ²©²ÊÍøÕ¾, pada Maret lalu, Morgan Stanley memprediksi tiga skenario pergerakan saham Bank Jago. Pertama, skenario paling bullish, saham Bank Jago bisa menembus Rp 21.476 per saham atau setara 38,1 kai nilai buku per saham dari level saat ini rata-rata di kisaran Rp 9.875 sampai Rp 10.750 per saham. Asumsinya, pertumbuhan ini dapat dicapai bila pertumbuhan PDB mampu tumbuh 7,4%.
Skenario kedua, best case saham ARTO bisa mencapai Rp 14.528 per saham, setara 25,8 kali nilai buku dengan asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 6.2%. Sedangkan skenario paling buruk, atau bear case saham ARTO bisa mencapai Rp 6.049 per saham, atau 10,7 kali nilai buku per saham bila pertumbuhan PDB di tahun ini sebesar 5.2%.
Morgan Stanley juga menyoroti, ARTO turut diuntungkan dengan masuknya Gojek sebagai salah satu pemegang saham perseroan. Sebabnya, dengan memanfaatkan ekosistem online pemegang saham Gojek, Bank Jago membuka jalan untuk mendapatkan yang terbaik dari dua dunia sekaligus, bank konvensional dan fintech.
Bank Jago, berpeluang memiliki akses ke 20 juta pengguna aktif Gojek sebagai bagian dari fase ekspansi awal. Morgan Stanley juga mencatat, kedua pihak saat ini masih mempersiapkan integrasi yang ingin mereka selesaikan pada tahun 2021.
Selain itu, Gojek adalah unicorn pertama di Indonesia dan menjadi super app terbesar di Indonesia yang menawarkan berbagai layanan mulai dari transportasi, pembayaran, hingga makanan & belanja, dan lain-lainnya. Perusahaan ini menjadi unicorn hanya dalam waktu enam tahun setelah didirikan pada 2010 dan sembilan tahun berselang, perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim ini mencatat nilai transaksi bruto sebesar US $ 6,3 miliar.
Tak hanya dengan ekosistem Gojek, bank digital ini punya ruang pertumbuhan yang besar, apalagi fokus perhatian Bank Jago menyasar generasi milenial yang sangat lekat dengan dunia teknologi digital. Generasi ini juga mendomasi demografi penduduk atau sebesar 65% yang setara dengan 180 juta orang dari total populasi yang menjadikannya sebagai segmen yang potensial untuk penyaluran pembiayaan di segmen ritel.
![]()
|
(hps/hps) Next Article Kuartal I-2022, Bank Jago Balikkan Keadaan dengan Cetak Laba