²©²ÊÍøÕ¾

Sentimen Sepekan

Digoyang Isu Dalam & Luar Negeri, IHSG Bisa Balik ke 6.600?

Arif Gunawan, ²©²ÊÍøÕ¾
31 October 2021 22:00
Presiden Jokowi Tutup Perdagangan Bursa 2017

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini gagal memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa pada 6.693,466 (20/22018) dan malah melemah 0,79% ke 6.591,346. Pekan ini, level 6.600 berpeluang dilewati kembali dipicu sentimen berikut ini.

Sentimen positif pertama bakal berasal dari dalam negeri, yakni rilis Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) sektor manufaktur Indonesia per Oktober, versi Markit, yang bakal memotret optimisme atau pesimisme pelaku industri nasional.

Menurut proyeksi Tradingeconomics, angka PMI tersebut bakal berada di level 53 alias membaik dari sebelumnya 52,2. Angka PMI menggunakan 50 sebagai titik tengah. Di bawah itu, aktivitas manufaktur dianggap terkontraksi, dan jika di atas level itu maka dianggap berekspansi.

Namun, sentimen kedua berpeluang menjegal reli indeks saham nasional yakni data inflasi yang juga akan dirilis pada Senin, oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Konsensus pasar yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾ memperkirakan terjadi inflasi 0,09% secara bulanan (month-to-month/mtm).

Sementara itu, inflasi tahunan (year-on-year/yoy) diperkirakan 1,63%. Adapun inflasi inti yang mengecualikan harga barang yang pergerakannya volatil dan mencerminkan daya beli masyarakat diprediksi sebesar 1,36% yoy.

Jika realisasinya memang sejalan dengan proyeksi ekonom dan analis nasional tersebut, maka terbukti ada percepatan laju inflasi. Pasalnya, pada September 2021 terjadi deflasi 0,04% mtm sedangkan inflasi tahunan di angka 1,6% dan inflasi inti 1,3% yoy.

Laju inflasi yang tinggi sementara penyerapan tenaga kerja belum optimal bisa berujung pada stagflasi, yang menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi belum berjalan dan malah tertimpa persoalan dari sisi suplai barang/jasa.

Sentimen ketiga akan muncul dari luar negeri dengan rilis neraca perdagangan dan PMI manufaktur Korea Selatan (Korsel) per Oktober. China juga merilis PMI Manufaktur, versi Caixin, yang diprediksi berujung pada angka 50, flat tak berubah dari sebulan sebelumnya.

Selanjutnya, Amerika Serikat (AS) bakal merilis indeks PMI sektor manufaktur mereka per Oktober, versi Markit dan ISM. Tradingeconomics memperkirakan sektor manufaktur AS versi Markit masih ekspansif, meski melambat, di angka 59,2. Namun, PMI versi ISM justru diprediksi mengindikasikan perlambatan dari 61,1 menjadi 60,3.

Pada Selasa, Korsel juga akan merilis angka inflasi Oktober, sementara zona euro giliran merilis indeks PMI sektor manufaktur mereka, yang diprediksi masih ekspansif meski sedikit melambat dari 58,6 menjadi 58,5.

Pada Rabu, giliran China merilis indeks PMI sektor jasa, yang menurut Tradingeconomics masih ekspansif meski melambat, dari 53,4 menjadi 53. AS menyusul dengan rilis data sama versi Markit yang diprediksi berujung pada ekspansi lanjutan, dari angka 54,9 menjadi 58,2.

Pada Rabu, AS akan membagikan sentimen mayor keempat, yakni rilis stok minyak mentah dan BBM per Oktober, versi Energy Information Administration (EIA). Jika stok minyak mentah masih membumbung melanjutkan rilis pekan lalu, maka harga energi utama dunia bakal balik arah ke zona merah.

Sentimen kelima masih berasal dari AS, yakni konferensi pers bank sentral (Federal Reserve/The Fed) yang bakal merilis suku bunga acuan terbarunya pada Kamis, yang diprediksi masih dipertahankan di angka 0,25%.

Namun perhatian pelaku pasar dunia akan lebih tertuju pada sinyal percepatan kebijakan tapering (pengurangan suntikan likuiditas moneter di pasar modal). Bank sentral Inggris menyusul pada hari yang sama, dengan suku bunga acuan diprediksi masih ditahan di level 0,1%. Efek kedua sentimen tersebut baru bisa dirasakan pasar modal nasional pada Jumat.

Selanjutnya, pasar akan memperhatikan sentimen keenam yakni data tenaga kerja AS. Klaim baru tunjangan pengangguran per pekan ini akan dirilis Kamis pekan depan, yang diprediksi berujung pada angka 275.000 atau lebih baik dari posisi pekan sebelumnya di angka 281.000.

Sehari kemudian, akan dirilis data slip gaji sektor swasta (non-pertanian) dan angka pengangguran AS. Slip gaji baru, menurut Tradingeconomics, bakal bertambah 300.000 pada Oktober, atau lebih baik dari capaian bulan lalu sebanyak 194.000. Angka pengangguran diprediksi flat di 4,8%.

Terakhir, bakal ada rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2021, yang menurut konsensus Reuters bakal berujung pada pertumbuhan 4% (tahunan) dan 1,8% (kuartalan). Angka tersebut lebih rendah dari capaian kuartal sebelumnya di angka 7,07% (tahunan) dan 3,31% (kuartalan).

Artinya, ekonomi Indonesia diprediksi melambat. Meski demikian, pelaku pasar kemungkinan tidak merespons terlalu berlebihan karena basis pertumbuhan kuartal II memang terlalu tinggi akibat lonjakan usai kontraksi pada kuartal I.

Dengan kata lain, jika terjadi perlambatan pada kuartal III, sebenarnya secara fundamental masih terbilang wajar terjadi dan tetap mengindikasikan pemulihan ekonomi. Pasalnya, pertumbuhan 4% tersebut bakal lebih tinggi pada kuartal I-2020 (sebelum krisis pandemi) yang sebesar 2,97%.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular