
IMF Peringatkan Risiko Inflasi Tinggi, Indonesia Bakal Kena?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ketakutan akan dampak pandemi yang lebih luas dari varian terbaru, Omicron, telah meningkatkan ketidakpastian secara tajam seputar prospek ekonomi global. Merebaknya varian baru ini terjadi ketika beberapa negara bergulat dengan inflasi yang berada jauh di atas target kebijakan moneter yang semula ditetapkan.
Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan jika tekanan inflasi menjadi semakin luas di berbagai negara, penting bagi bank-bank sentral utama untuk secara hati-hati mengomunikasikan tindakan kebijakan mereka agar tidak memicu kepanikan pasar yang akan berdampak buruk tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri, terutama pada ekonomi berkembang dengan leverage yang tinggi.
"Mengingat ketidakpastian yang sangat tinggi, termasuk dari Omicron, pembuat kebijakan harus tetap gesit, bergantung pada data, dan siap untuk menyesuaikan arah sesuai kebutuhan," tulis Tobias Adrian, Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF dan Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF.
Pejabat IMF tersebut mengatakan naiknya harga energi dan pangan telah memicu inflasi yang lebih tinggi di banyak negara. Faktor-faktor global tersebut dapat terus menambah inflasi pada tahun 2022, terutama harga komoditas pangan yang tinggi.
Kondisi tersebut akhirnya memiliki konsekuensi negatif khususnya bagi rumah tangga di negara-negara berpenghasilan rendah di mana sekitar 40 persen pengeluaran konsumsi digunakan untuk makanan.
Ukuran inflasi yang tidak memperhitungkan volatilitas inflasi bahan bakar dan pangan, yang dikenal sebagai inflasi inti (core consumer price inflation) juga meningkat tetapi menunjukkan variasi yang signifikan di seluruh negara. Beberapa negara yang mengalami peningkatan inflasi inti mencerminkan pembalikan penurunan harga pada tahun 2020, seperti dari pelonggaran pemotongan pajak PPN di Jerman. Oleh karena itu di antara negara-negara maju inflasi inti telah meningkat paling tajam di Amerika Serikat, diikuti oleh Inggris dan Kanada, dengan kawasan Uni Eropa peningkatannya jauh lebih sedikit.
Sementara itu tekanan inflasi inti di Asia masih terbatas, termasuk di China, Jepang, dan dari dalam negeri, Indonesia. Di antara pasar negara berkembang, inflasi inti meningkat secara dramatis di Turki.
![]() Tekanan Inflasi di Berbagai Negara |
Sementara inflasi diperkirakan akan tetap tinggi hingga tahun 2022 di beberapa negara, ukuran ekspektasi inflasi untuk jangka menengah dan panjang tetap mendekati target kebijakan di sebagian besar ekonomi. Hal ini mencerminkan, selain ekspektasi melemahnya tekanan inflasi, kebijakan yang diambil juga dapat membawa inflasi kembali menuju target yang diharapkan.
Di Amerika Serikat, ekspektasi inflasi jangka panjang telah meningkat tetapi tetap mendekati rata-rata historis. Ekspektasi kawasan Uni Eropa telah meningkat tetapi masih di bawah target yang diharapkan oleh Bank Sentral Eropa di angka 2%. Sebaliknya, ekspektasi inflasi di Jepang masih jauh di bawah target yang diharapkan.
Sementara itu untuk beberapa pasar negara berkembang - termasuk India, Indonesia, Rusia, dan Afrika Selatan - ekspektasi menunjukkan tanda-tanda inflasi dapat ditahan. Pengecualian untuk Turki, di mana risiko ekspektasi inflasi menjadi tidak menentu terlihat karena kebijakan moneter dilonggarkan meskipun inflasi meningkat.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA
(fsd/fsd) Next Article Omicron Mengintai, Ekonomi Global di 2022 Aman atau Suram?