
Gara-gara The Fed, Saham Teknologi Tamat!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Nasdaq 100, indeks yang fokus pada saham teknologi atau tech stock mengalami koreksi pada hari Kamis waktu setempat. Nasdaq 100 berbalik arak secara cepat setelah menyentuh level tertinggi sepanjang masa (all time high) pada November.
Berbalik arahnya indeks tersebut karena kenaikan imbal hasil (yield) Treasury AS. Kenaikan ini mengurangi daya pikat untuk saham teknologi yang umumnya memiliki proyeksi pertumbuhan kinerja tinggi (growth stock).
Indeks pasar saham yang terdiri dari 100 perusahaan non-finansial terbesar yang terdaftar di Nasdaq tersebut turun 1,3% dan ditutup di level 14.846,46, turun lebih dari 10% dari rekor penutupan perdagangan tanggal 19 November.
Perubahan besar dalam saham teknologi berlanjut pada hari Kamis kemarin, dengan indeks yang berisi perusahaan teknologi raksasa ini berbalik turun tajam pada jam terakhir perdagangan setelah sebelumnya sempat naik sebesar 2% selama perdagangan intraday. Pada hari Rabu, Indeks Komposit Nasdaq yang lebih luas jatuh melewati ambang batas menuju wilayah koreksi.
Amazon adalah perusahaan dengan penurunan terbesar Kamis di antara saham teknologi dengan valuasi di atas US$ 200 miliar atau setara dengan Rp 2.870 triliun. Bukan lagi big cap, valuasi sebesar ini sudah masuk kategori megacap. Harga saham teknologi Amazon sudah turun 3% dan ditutup pada level terendah sejak Maret 2021.
Lonjakan yield Treasury AS memberi sinyal dan prospek bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lebih dari 0,25% pada bulan Maret untuk menjinakkan inflasi. Patokan imbal hasil Treasury AS 10-tahun mencapai 1,87% pada hari Selasa, level tertinggi sejak Januari 2020 sebelum pandemi virus corona mengguncang pasar. Pada hari Kamis, imbal hasil 10-tahun turun menjadi 1,82%.
Saham teknologi AS telah jatuh di tahun baru karena investor menukar growth stock dengan saham energi, keuangan, dan saham sikliklal lainnya yang mendapat manfaat dari peningkatan pertumbuhan ekonomi dan suku bunga yang lebih tinggi.
Saham teknologi yang lebih kecil dengan pertumbuhan cepat sangat dirugikan karena kekhawatiran bahwa mereka akan lebih rentan terhadap kebijakan moneter yang lebih ketat karena masih relatif sangat bergantung pada pasar modal untuk pembiayaan.
"Growth stock semakin terpukul tahun ini, terutama yang berkualitas lebih rendah dengan valuasi yang sangat tinggi," ungkap Eric Beiley, direktur pelaksana eksekutif manajemen kekayaan di Steward Partners Global Advisory, dilansir Bloomberg.
"Kita kemungkinan akan melihat lebih banyak pengembalian [yang lebih rendah] di pasar ekuitas AS tahun ini karena investor beralih ke saham siklikal dan value stock saat The Fed bergeser untuk menaikkan suku bunga."
Dua bagian dalam satu cerita
Setelah tahun 2021 lalu saham-saham AS mengalami kenaikan dua digit pertumbuhan pendapatan, tahun ini sebagian besar ahli strategi mengharapkan pengembalian (return) yang lebih kecil karena The Fed menarik stimulus yang diterapkan selama pandemi yang pada akhirnya berkontribusi mengirim beberapa saham menuju rekor perdagangan tertinggi. Yield Treasury dengan cepat bergerak lebih tinggi karena ekspektasi investor tumbuh bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga lebih awal dan juga lebih agresif, dengan spekulasi pasar menyebut kenaikan mencapai 50 basis poin di bulan Maret.
Namun, para analis tidak merasa kekhawatiran yang berlarut-larut tentang kebijakan moneter yang lebih ketat atau penyebaran Covid-19 akan mencegah pasar modal yang lebih luas untuk mencatatkan kembali kenaikan tahun ini. Faktanya, terdapat empat periode berbeda siklus kenaikan suku bunga yang dilaksanakan The Fed dalam tiga dekade terakhir, yang secara historis tidak memberikan hantaman keras terhadap pasar ekuitas.
Secara rata-rata, teknologi adalah salah satu sektor di indeks S&P 500 dengan kinerja terbaik selama siklus tersebut, dengan kenaikan hampir 21%, menurut Strategas Securities.
Dilansir Bloomberg, Joseph Biondo, chief executive officer (CEO) di Biondo Investment Advisors, mengatakan bahwa bukanlah hal yang aneh jika terjadi rotasi dari growth stock selama kenaikan suku bunga. Meski demikian, Ia juga menyebutkan ada 'alur cerita' lain setelahnya yakni terciptanya peluang beli bagi saham-saham tersebut.
"Tahun ini kemungkinan akan menjadi kisah dua bagian di pasar saham. Di paruh pertama, kita kemungkinan akan melihat kelanjutan dari penilaian kembali terhadap growth stocks, yang akan menciptakan peluang beli yang besar di paruh kedua tahun ini dan seterusnya begitu masalah [terkait kenaikan suku bunga] mereda."
(fsd) Next Article AS Diyakini Terhindari dari Resesi, Wall Street Dibuka Hijau
