
Kemarin Dibelai, Saham IATA Saat Ini Diobral Hingga ARB

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Harga saham emiten Grup MNC milik pengusaha Hary Tanoesoedibjo, PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) anjlok hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) 7% pada lanjutan sesi II perdagangan Senin (14/2/2022). Para investor tampaknya masih melakukan aksi ambil untung (profit taking) setelah sepanjang pekan lalu saham IATA melambung tinggi.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 13.58 WIB, saham IATA terjungkal hingga minus 6,83% ke posisi Rp 150/unit, dengan nilai transaksi Rp 24,84 miliar dan volume perdagangan 163,20 juta saham.
Koreksi ini melanjutkan penurunan pada Jumat pekan lalu (11/2) sebesar 1,83%.
Sebelum mengalami pelemahan, selama 4-10 Februari 2022 saham IATA mencatatkan reli kenaikan tanpa henti.
Alhasil, dalam sepekan, saham IATA melejit 72,41%. Sementara, sejak awal tahun (ytd), saham IATA terbang 130,77%.
Kenaikan signifikan saham IATA akhir-akhir terjadi di tengah perusahaan berencana mengubah fokus bisnis ke bidang investasi (batu bara) dan perusahaan induk.
Bursa sendiri sudah menyoroti pergerakan 'liar' saham IATA pada Rabu pekan lalu (9/2), dengan memasukkan saham ini ke dalam kategori saham dengan pergerakan di luar kebiasaan (unusual market activity/UMA).
Sejurus dengan itu, pada Kamis minggu lalu (9/2), menanggapi pertanyaan soal volatilitas transaksi saham perusahaan, manajemen IATA bilang, selain informasi mengenai transaksi material dan perubahan kegiatan usaha pada Selasa (8/2), tidak terdapat informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi saham perusahaan.
Mengenai rencana ke depan, pihak IATA menjelaskan, selain keterbukaan informasi yang telah disampaikan soal transaksi material dan perubahan kegiatan usaha di atas, perseroan memiliki beberapa aksi korporasi yang akan diumumkan pada waktunya.
Sebelumnya, IATA mengubah haluan bisnisnya, dari sebelumnya di bisnis pengangkutan udara niaga menjadi bisnis pertambangan batu bara.
Perubahan bisnis utamanya ini disetujui berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang menyetujui perubahan nama menjadi PT MNC Energy Investments Tbk.
Rapat itu juga menyetujui pengalihan aset transportasi udara kepada salah satu anak usaha IATA yang dimiliki 99,99% yakni PT Indonesia Air Transport (IAT). Perseroan juga telah mendapat restu dari pemegang sahamnya untuk mengambilalih 99,33% saham PT Bhakti Coal Resources (BCR) dari PT MNC Investama Tbk (BHIT).
Setelah transaksi, struktur perusahaan MNC Energy Investment berubah menjadi 4 entitas perusahaan dari sebelumnya hanya 2 entitas. PT MNC Energy Investments Tbk (IATA) menjadi perusahaan induk dari empat perusahaan yang terafiliasi, antara lain, PT Indonesia Air Transport (99,99%), PT Global Maintenance Facility (86,94%), PT MNC Infrastruktur Utama (99,99%), dan PT Bhakti Coal Resources (99,33%).
Dalam penjelasannya, manajemen IATA menyampaikan, perubahan haluan bisnis itu dilakukan untuk memitigasi kerugian akibat pandemi Covid-19.
IATA mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$ 7,2 juta di bulan September 2021, naik 15% dibanding US$ 6,3 juta pada bulan September 2020.
Akan tetapi, kenaikan tersebut diikuti dengan kenaikan berbagai beban usaha yang menghasilkan rugi bersih sebesar USD 4,7 juta untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 September 2021, naik 118% dibanding rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 2,1 juta.
"Mengingat industri penerbangan masih belum pulih, IATA meyakini ekspansi di bidang usaha baru menjadi solusi untuk memperbaiki nilai perusahaan," urai manajemen, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (11/2/2022).
Selain itu, perusahaan juga memanfaatkan momentum yang timbul dari lonjakan harga komoditas batubara yang berkelanjutan dan permintaannya yang terus meningkat, IATA mengambil langkah strategis dengan merambah ke sektor energi, khususnya tambang batubara.
Sepanjang tahun 2021, harga mineral ini melesat tinggi hingga menyentuh harga tertinggi sepanjang masa. Lonjakan dipengaruhi berbagai aspek, terutama untuk memenuhi kebutuhan energi yang disebabkan oleh pembukaan kembali ekonomi pasca pandemi.
Berbagai komplikasi tambahan seperti gangguan pasokan dan konflik antar negara, ditambah dengan permintaan yang untuk menyambut musim dingin serta banjir di provinsi Shanxi, pusat penambangan batu bara terbesar di China.
"Tahun 2022, harga batubara diprediksi akan terus melejit dampak permintaan yang tinggi dan pasokan yang terus menyusut. Kenaikan ini tentunya turut mendongkrak harga batubara nasional," tulis IATA.
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA
(adf/vap) Next Article Emiten Batu Bara Hary Tanoe Ternyata Dipantau Bursa