Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ekonomi Indonesia tidak kebal dari gejolak perkembangan global. Situasi di tingkat global tidak jarang menggoyang pasar keuangan, pertumbuhan ekonomi, dan laju inflasi. Bank Indonesia (BI) pun kerap turun tangan dengan mengetatkan kebijakan moneternya.
Perekonomian Indonesia pernah hancur lebur saat Krisis Keuangan Asia atau lebih dikenal dengan krisis moneter alias krismon pada 1997/1998. Sebelum krisis moneter, ekonomi Indonesia sebenarnya tengah dalam periode pertumbuhan yang tinggi di kisaran 6%.
Inflasi Indonesia juga hanya berada di angka 5,1%. Namun, landasan ekonomi Indonesia yang rapuh dan kejatuhanÌýsistem perbankan membuat Indonesia limbung saat krisis moneter datang.
Krisis moneter yang berawal dari Thailand dan hanya berpusar pada sektor keuangan dengan cepatÌýmenjalar ke ranah politik dan sosial hingga menjatuhkan kepemimpinan Presiden Soeharto yang sudah berlangsung 32 tahun. Pada 1998, inflasi Indonesia melambung 77,63% sementara ekonomi terkontraksi hingga 13,16%.Ìý
Pada periode tersebut, Bank Indonesia belum independen dan belum memiliki rezim kebijakan suku bunga acuan. Merujuk kajian berjudul Kondisi dan Respons Kebijakan Ekonomi Makro Selama Krisis Ekonomi Tahun 1997/1998 yang diterbitkan BI, sejumlah langkah dilakukan bank sentral untuk menekan gejolak ekonomi pada saat krisis.
Salah satunya adalah dengan menghentikanÌýSurat Berharga Pasar UangÌý(SBPU) perbankan dan Fasilitas Diskonto I dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Repo sejak Juli 1997.ÌýSPBU dan SBI ditujukan untuk mengendalikan likuiditas perbankan melalui operasi pasar terbuka.ÌýPengendalian dilakukan dengan menjalankan fungsi SBI yang diharapkan kontraktif dan SBPU yang ekspansif.
Sebagai catatan, SBPU merupakan surat utang yang diterbitkan oleh badan usaha swasta, pemerintah dan agen pemerintah, umumnya berjangka waktu maksimum satu tahun.
Sementara itu, SBI merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI bisa diperjualbelikan dengan diskonto.
Dalam kajian tersebut juga disebutkan, pada Agustus 1997, BI menaikkan suku bunga SBI intervensi untuk seluruh jangka waktu yang mencapai tertinggi 30% untuk jangka waktu 1 bulan. Akibat peningkatan SBI tersebut, suku bunga overnight di pasar uang antarbank sempat mencapai 159%.
BI juga menaikkan suku bunga SBI hingga empat mencapai 70,2% pada lelang tanggal 2 September 1998.ÌýAkibat dari suku bunga BI yang melesat tersebut, ekonomi terkontraksi dan banyak perusahaan gulung tikar.
Krisis moneter memaksa Indonesia melakukan banyak reformasi termasuk di sektor lembaga keuangan seperti BI. Sesuai Undang-Undang (UU) No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BI baru ditetapkan sebagai bank sentral yang bersifat independen.Ìý
Sejak itu, BI kemudian memberlakukan rezim kebijakan moneter denganÌýinflation targeting framework.ÌýMelalui rezim tersebut, kredibilitas BI akan dinilai memadai jika mampu menjaga sasaran inflasi sesuai yang ditetapkan.ÌýSejak Juli 2005, BI memperkenalkan BI Rate sebagai suku bunga acuan untuk lembaga perbankan. BI Rate juga dijalankan untuk menjaga laju inflasi.
BI akan menerapkan kebijakan moneter ketat atau suku bunga acuan saat terjadi lonjakan inflasi,ÌýÌýstabilitas nilai tukar terganggu atau saat tingkat suku bunga global melonjak.ÌýBI kerap akan menurunkan BI rate nya saat pertumbuhan ekonomi membutuhkan daya dongkrak.
Berbeda dengan krisis moneter 1997/1998 yang berpusat di Asia, krisis keuangan 2008-2009 dipicu oleh kredit macet di sektor properti AS (sub-prime mortage). Krisis tersebut kemudian menumbangkan sejumlah perusahaan seperti Lehman Brothers.
Krisis di AS menjalar di tingkat global melalui sektor keuangan. Pasar keuangan Indonesia baik saham, mata uang, hingga obligasi jatuh akibat aksi jual.ÌýDampak krisis keuangan 2008 kepada ekonomi domestik tidak terlalu besar karena ekonomi Indonesia bertumpu kepada konsumsi domestik.
Namun, sektor keuangan Indonesia terimbas besar karena derasnya arus modal ke luar (capital outflow).ÌýPada 2008 inflasi global termasuk Indonesia juga melonjak karena harga minyak mentah dunia melambung.
Pemerintah kemudian menaikkan harga BBM subsidi sebesar 29% pada Mei 2008. Langkah ini membuat inflasi melambung hingga 10,4% (year on year/yoy) pada Mei 2008. Secara keseluruhan inflasi mencapai 11,06% pada 2008.
Tingginya inflasi dan capital outflow membuat BI mengetatkan kebijakan moneternya. ÌýBI menaikkan BI Rate secara bertahap dari 8% menjadi 9,5% pada Oktober 2008.
Merujuk pada Laporan Perekonomian 2008 yang dikeluarkan BI, stance kebijakan moneter yang relatif ketat tidak hanya dianut Indonesia. Sejumlah bank di beberapa negara emerging markets Asia juga melakukannya seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina.
Namun, BI menurunkan BI rate pada November dan Desember untuk mengerek pertumbuhan sehingga BI rate ada di posisi 9,25% pada Desember 2008.
Kebijakan moneter ketat juga diterapkan BI pada 2013 saat pasar keuangan global goyang karena Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed)ÌýmenarikÌýquantitative easing.
Pada periode tersebut, capital outflow dari pasar keuangan Indonesia mengalir deras karena investor asing memilih kabur dan beralih ke dolar AS. Akibatnya rupiah tertekan.
Pada 2013, inflasi juga melonjak hingga 8,38% setelah pemerintah menaikkan harga BBM pada Juni 2013. Pertumbuhan ekonomi Indonesia turun Ìýmenjadi 5,7% pada 2013 dari 6,3% pada 2012.
Melemahnya pertumbuhan disebabkan Ìýmerosotnya konsumsi rumah tangga setelahÌýkenaikan BBM, melandainya harga komoditas, serta dampak perlambatan ekonomi global.
Merujuk pada Laporan Perekonomian Indonesia 2013, untuk memerangi inflasi, BI menaikkan BI Rate pada 13 Juni 2013 dari semula 5,75% menjadi 6% sebelum kenaikan harga BBM susbisidi dilakukan. BI juga kembali menaikkan suku bunga acuan setelah kenaikan BBM sebanyak lima kali sehingga secara keseluruhan BI Rate naik sebesar 175 bps menjadi 7,5% pada akhir 2013.
Kondisi perekonomian global diterpa sejumlah persoalan pada tahun ini mulai dari lonjakan inflasi, perang, suku bunga ketat, hingga perlambatan ekonomi.
Hingga kini, Bank Indonesia belum menaikkan suku bunga acuan meskipun inflasi kemungkinan akan ada di atas target BI di kisaran 2-4%.
Bank sentral di banyak negara juga sudah mengetatkan kebijakan moneternya.ÌýPelaku pasar kini menantiÌýsampai kapan BI akan mempertahankan bunga acuan sebesar 3,5%.Ìý
TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA