²©²ÊÍøÕ¾

Bahaya... The Great Inflation Mengancam! Persiapkan Diri Anda

Muhammad Maruf, ²©²ÊÍøÕ¾
03 October 2022 12:00
Apa itu Inflasi? Simak Pengertian, Penyebab & Dampaknya
Foto: Infografis/Apa itu Inflasi? Simak Pengertian, Penyebab & Dampaknya/Aristya rahadian

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Inflasi menggila dimana-mana, di Amerika Serikat, di Benua Eropa, termasuk juga emerging markets seperti Indonesia. Setiap negara berlomba-lomba memecahkan rekor inflasi tertingginya.

AS mencetak rekor tertinggi dalam 40 tahun pada Juni di angka 9,1% dan tetap melayang tinggi di Agustus sebesar 8,3%. Adapun Eropa mencatat inflasi double digit dan tertinggi pada September, dimana Eurostat mengestimasi angka inflasi untuk 19 anggota blok mencapai 10.0%, naik dari 9.1% di Agustus.

Di Indonesia, tak biasanya hari ini pengumuman inflasi September di kantor Badan Pusat Statistik pusat Jakarta dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Tak tahunya, inflasi memang benar-benar meroket, sebesar 1,17% untuk bulanan atau month to month, tertinggi sejak Desember 2014.Ìý Sementara inflasi tahunan atau year on year 5,95%, hampir sama dengan ekspektasi pasar yang dikumpulkan ²©²ÊÍøÕ¾ÌýIndonesia di angka 5,98%.Ìý ÌýÌý

Semua bank sentral berjibaku memeranginya dengan suku bunga tinggi, dan mempertaruhkan segala risiko. Tak peduli efek-dalam jangka pendek-tingkat pengangguran warga +62 naik, biaya hidup melonjak, atau tutup kuping atas jeritan wong cilik yang beban cicilan motor dan rumah ikut-ikutan naik.

Semata-mata dilakukan agar inflasi tak terus naik dan lama, atau popular disebut the great inflation. Frasa ini menggambarkan dua dekade situasi makro ekonomi di AS yang akhirnya mengubah cara pandang moneter bank sentral AS (Federal Reserve/Fed) dan bank sentral seluruh dunia sampai kini.

Peristiwa itu merujuk kejadian inflasi berkepanjangan di AS antara 1965 hingga 1982. Pada 1964, inflasi hanya 1% namun perlahan naik hingga meroket lebih dari 14% pada 1980.

Usut punya usut, kegilaan ini disengaja oleh the Fed, karena terpaku pada teori Kurva Phillips, bahwa untuk mengejar tingkat partisipasi kerja penuh, keberadaan inflasi adalah keniscayaan atau malah dibutuhkan.

Dengan latar belakang ekonomi yang masih morat-marit pasca Perang Dunia II, Fed memompa uang dalam jumlah banyak sekali ke masyarakat, suku bunga murah, kredit digenjot.

Saking bersemangatnya, sampai ampai AS melanggar perjanjian Bretton Woods tahun 1944, yang mewajibkan AS menyandarkan nilai dolar pada cadangan emas. Ini dilakukan oleh oleh Presiden Richard Nixon tahun 1972, yang membuat Fed bebas mencetak uang untuk menyuntik likuiditas hingga kini.

Maksud kebijakan easy money ini agar masyarakat ringan tangan berbelanja, karena toh biaya pinjaman murah. Harapannya, permintaan naik, sehingga para pebisnis dapat berekspansi dan akhirnya membuka lapangan kerja baru. Begitu.

Ada banyak kemiripan situasi sekarang dengan apa yang terjadi di AS tempo dulu. Mulanya, jumlah uang beredar terlalu masif, tiba-tiba ada krisis energi, dan pemerintah harus berutang banyak, membiarkan defisit anggaran jumbo.

Apa sebenarnya yang terjadi, yang dilakukan bank sentral, pemerintah dan imbasnya pada kantong anda, ini ulasannya.

Bila dulu AS menggelontorkan banyak dolar untuk stimulan habis perang, maka Fed, bank sentral di dunia termasuk BI kini melakukan hal yang sama saat pandemi Covid-19 melanda.

Demikian pula dari sisi fiskal, Kemenkeu jor-joran dengan bantuan sosial, stimulus fiskal, hingga membiayai penanganan pandemi tanpa banyak perhitungan. Dua kombinasi inilah yang memicu uang beredar masif sejak pandemi, sementara ekonomi memble.

Apakah kebijakan waktu itu efektif menolong si miskin? Di AS, kekayaan orang-orang kaya berlipat dua di pasar saham imbas dari easy money ini, dimana indeks S&P500 meroket 85%, dari titik terendah awal ÌýMaret 2020 menjadi 4769 pada awal Desember 2021.Ìý

Sementara di Indonesia, grafik Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) merangkak naik sejak pandemi. Melonjak 85% dari akhir Maret 2020 hingga menembus level psikologis 7000-an di pertengahan April 2022.

Bank-bank sentral, termasuk Bank Indonesia lantas akan menerapkan kebijakan kontra. Sekarang eranya tightening monetary policy dengan menarik kembali uang beredar di masyarakat via kenaikan suku bunga.

Pil pahit yang akan anda telan, bukan oleh pegawai BI atau Kementerian Keuangan, adalah daya beli turun, dan bunga cicilan naik mengikuti suku bunga acuan. Inilah yang kemudian disebut-sebut dengan istilah sebagai resesi.

Maka bagi pengusaha sudah mampu bertahan saja sudah baik, untuk para pedagang agar lebih kreatif karena order akan makin sepi. Bagi karyawan yang sudah pusing dengan cicilan bulanan motor, mobil dan rumah, selamat, jumlah tagihannya akan bertambah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah keynesian sejati. Jurus andalannya countercyclical. Berutang besar-besaran dikala ekonomi tak dapat diharapkan, dengan impian hasil stimulus di depan. Tapi siapa pula menkeu di negara lain yang tak mendadak Keynesian saat pandemi, tak satupun.

Ada duit rakyat lebih dari Rp1.100 triliun dalam APBN 2021 dan tahun ini khusus membiayai Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Mayoritas dana diperioleh dari utang, dan hasilnya pertumbuhan ekonomi 3,69% year-on-year (yoy) tahun lalu dan diharapkan 5,2% tahun ini.

Cukup membanggakan, meski jangan lupa defisit APBN juga berdarah-darah. Melampaui batas disiplin undang-undang 3% dari produk domestik bruto (PDB). Mencapai 6,14% dari pada 2020, sebesar 4,57% pada 2021 dan diproyeksikan 4,85% tahun ini.

Semua pembiayaan defisit diperoleh dengan cara berhutang melalui surat berharga negara (SBN) atau obligasi yang dilelang saban dua pekan sekali, termasuk beberapa dijual kepada ritel atau individu.

Dulu, Departemen Keuangan AS juga melakukan hal yang sama, mereka menjual obligasi untuk membiayai perang Vietnam atau war bond pada 1975. Jadi situasinya memang nyaris sama. Beda pemicu saja.

Apa yang akan terjadi pada Anda?

Makna defisit besar adalah Kemenkeu makin getol berutang via lelang SBN. Dampaknya adalah crowding effect, dimana otoritas berlomba dengan swasta di pasar untuk memperebutkan modal. Tentu saja yang menang otoritas, selain kupon bunga menarik, meminjamkan dana ke mereka jauh lebih aman.

Yang terjadi, anda, para borrower akan lebih sulit untuk bisa mendapatkan pinjaman berbiaya murah. Ini membuat langkah ekspansi bisnis bakal sulit, dan nasib sial menimpa perusahaan yang menggantungkan hidup dari utang sebagai pembayaran kembali kewajiban jatuh tempo atau refinancing. Biaya utang meningkat drastis.

DI sisi investor saham, cek lagi portofolio emiten di buku Anda, berapa rasio utangnya, debt to equity ratio (DER). Untuk jaman sulit ini, kalau bisa janganlah sampai di 0,5 kali, amit-amit bila sampai di atas 1 kali dari nilai ekuitas.

Adapun bagi pembeli obligasi negara harap bersabar, semakin banyak Kemenkeu jualan SBN, maka pasokannya akan meningkat di pasar, sementara pembelinya hanya itu itu saja, plus investor asing sudah berbondong-bondong pergi. Anda sudah tahu apa yang akan terjadi.

Dulu krisis energi yang menimpa AS terjadi akibat embargo Arab Saudi pasa 1973. Mengakibatkan lonjakan harga gas dan bensin yang tak lagi masuk logika. Sekarang, tak hanya Amerika, dunia dibikin meriang gara-gara obsesi berlebihan Vladimir Putin atas Ukraina.

Krisis energi membuat biaya hidup makin mahal, karena harga barang dan jasa terkerek naik. Inflasi terjadi akibat tekanan biaya atau cost push inflation, sementara pendapatan tetap begitu-begitu saja karena perusahaan juga sedang kesulitan mengatur budget pengeluaran.

Tekanan inflasi akibat krisis energi tidak hanya datang dari domestik. Ada yang namanya imported inflation, yaitu tekanan inflasi akibat barang-barang impor naik.

Contoh saja, catatan impor non migas yang selalu menempatkan bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebagai top imported goods. Harga barang di dalam negeri yang diproduksi memakai bahan baku ini dipastikan naik, karena harga bahan baku sudah naik oleh adnyaa komponen biaya energiÌý tinggi dalam pembuatannya. Pada Juli lalu nilai impornya mencapai US$ 2,57 miliar, naik 28,21% secara year-on-year.

Periksa kembali bisnis anda, baik UMKM ataupun perusahaan besar, berapa besarkah ketergantungan bahan baku dari impor. Perhatikan, seberapa loyal dan elastis harga produk anda di mata konsumen.

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular