²©²ÊÍøÕ¾

Bukti RI Ketiban Durian Runtuh, yang Kaya Negara Lain

haa, ²©²ÊÍøÕ¾
07 October 2022 14:25
Kenapa Dolar AS Jadi Patokan Mata Uang Dunia? Ini Jawabnya
Foto: Infografis/ Kenapa Dolar AS Jadi Patokan Mata Uang Dunia? Ini Jawabnya / Aristya Rahadian

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia diuntungkan dengan adanya kenaikan harga komoditas global, terutama batu bara, gas, nikel dan crude palm oil (CPO), seiring dengan terganggunya rantai pasok dunia akibat perang Rusia dan Ukraina.

Bak tertiban 'durian runtuh' atau rejeki nomplok, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 28 bulan berturut-turut.

Pundi-pundi dolar AS milik Indonesia sempat gemuk. Pada September 2021, cadangan devisa tercatat tembus US$ 146,9 miliar. Ini adalah rekor cadangan devisa tertinggi sepanjang sejarah.

Namun seiring dengan perlambatan ekonomi global, harga komoditas meredup. Buktinya, CPO harus tenggelam.

Mengutip data Refinitiv, harga CPO tercatat turun 22,54% secara tahunan. Sementara itu, batu bara tetap berjaya, meski stagnan di level US$ 400 per ton.

Pada perdagangan Kamis (6/10/2022), harga batu kontrak November di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 405,95 per ton.

Di tengah perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia anjlok pada September lalu.

Bahkan, ²©²ÊÍøÕ¾ mencatat cadangan devisa September menyentuh level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2022 mencapai US$ 130,8 miliar. Realisasi ini anjlok US$ 1,4 miliar dibandingkan posisi Agustus 2022 yang sebesar US$ 132,2 miliar.

Penurunan posisi cadangan devisa pada September 2022, menurut BI, dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Direktur CELIOS Bhima Yudhistira menilai intervensi BI terhadap stabilitas kurs rupiah menggerus cadangan devisa cukup besar.

"Tanpa dibantu global bond sulit nampaknya cadev masih berada diatas US$130 miliar," kata Bhima saat dihubungi ²©²ÊÍøÕ¾, Jumat (7/10/2022).

Menurutnya, cadangan devisa tidak bisa terus ditopang dari penerbitan obligasi global (global bonds) karena ada perubahan stance investor asing menghindari risiko surat utang di negara berkembang.

Investor masih memperhatikan spread surat utang negara berkembang dengan US Treasury, dan faktor risiko politik jelang pemilu.

"Kalaupun global bond didorong maka bunga yang dibayar pemerintah akan lebih mahal justru menjadi beban devisa dalam tahun mendatang," paparnya.

Sebagai catatan, pada awal September, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan global bonds senilai US$ 2,65 miliar atau sekitar Rp 39,55 triliun dalam tiga seri. Jika dihitung, artinya tanpa global bonds, penurunan devisa bisa mencapai US$ 4 miliar lebih. Ini adalah harga yang harus dibayar dalam menjaga stabilitas rupiah, selain keperluan pembayaran utang. 

Selain itu, Bhima mengingatkan situasi ekonomi di China memberikan dampak signifikan terhadap perdagangan dan investasi Indonesia.

"Kita perlu mengawasi terus properti bubble dan arah pertumbuhan ekonomi China. Game changer dari China lebih perlu diwaspadai dibanding resesi di zona Eropa-Inggris dan AS," ungkapnya.

Dia berharap BI dan Pemerintah sebaiknya mendorong penguatan devisa ekspor dengan pemberian insentif yang lebih besar ke industri pengolahan bernilai tambah yang berorientasi ekspor ke negara alternatif.

"Kemudian terus memperbaiki dan menambah besaran DHE (Devisa Hasil Ekspor) untuk dikonversi ke rupiah," tegas Bhima.

Masalah cadangan devisa menjadi sorotan Ekonom Senior Chatib Basri. Menurutnya, neraca perdagangan yang surplus besar, tidak diikuti dengan posisi cadangan devisa yang tinggi.

"Neraca perdagangan kita surplusnya tercatat, tapi duitnya gak di sini," kata Chatib saat berbincang dengan ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Jumat (7/10/2022).

"Kenapa saya bilang begini, lihat di foreign reserve, surplus gede tapi masa foreign reserve-nya stagnan," sambung Chatib.

Dia melihat kondisi ini dipengaruhi oleh aturan pencatatan DHE.

"Mungkin karena sistem DHE-nya begitu ekspor catatin di sini dan taruh luar lagi karena risiko exchange rate," jelasnya.

Di samping itu, bunga valas yang ditawarkan perbankan dalam negeri cenderung rendah dibandingkan negara lain. Bunga valas perbankan dalam negeri 0,20%, sementara Singapura saja sampai 3,5%.


(haa/haa) Next Article Cadangan Devisa RI Turun Lagi, Jadi US$ 135,6 Miliar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular