
Ekonom Pecah Kongsi Soal Suku Bunga Acuan BI, Ini Ramalannya!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Hari ini, Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) setelah menjalani rapat yang berlangsung pada pada Rabu dan Kamis (16-17 November 2022). Kali ini ramalan ekonom pun terpecah.
Konsensus pasar yang dihimpun ²©²ÊÍøÕ¾ memproyeksikan BI akan menaikkan suku bunga acuan secara agresif pada bulan ini.
Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, delapan lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek BI7DRR sebesar 50 basis points (bps) menjadi 5,25%.
Sementara itu, enam lembaga/institusi memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,00%.
Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 125 bps hanya dalam waktu tiga bulan, masing-masing sebesar 25 bps pada Agustus, 50 bps pada September, dan 50 bps pada Oktober.
Pada Oktober 2022, posisi suku bunga acuan BI berada di 4,75% sementara suku bunga Deposit Facility sebesar 4,00%, dan suku bunga Lending Facility ada di 5,50%.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan BI akan menaikkan suku bunga secara agresif untuk menahan pelemahan rupiah. Kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan masih agresif juga menjadi pertimbangan BI untuk mengerek suku bunga sebesar 50 bps pada bulan ini.
"Tekanan nilai tukar rupiah masih tinggi. Kami memperkirakan BI akan melakukan front-loading kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps. Ini akan memberi sinyal jelas jika stance kebijakan BI akan lebih hawkish," tutur Irman, kepada ²©²ÊÍøÕ¾.
Merujuk data Refinitiv, rupiah terpuruk sejak Oktober bahkan sempat melemah 0,51% pada pekan pertama November 2022. Dalam sepekan terakhir, rupiah sebenarnya sudah menguat sebesar 0,4% terhadap dolar AS.
Namun, mata uang Garuda terancam melemah kembali jika The Fed menaikkan suku bunga acuan agresif pada pertengahan Desember mendatang.
Ekspektasi pelaku pasar AS kini memperkirakan The Fed hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps pada Desember 2022 dan kemudian akan melonggarkan kebijakan agresifnya pada 2023. Namun, pekan lalu, Gubernur The Fed Christopher Waller mengatakan investor bereaksi berlebihan terhadap data inflasi yang melandai. Dia mengatakan pasar harus bersiap untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menjelaskan kenaikan surplus neraca perdagangan pada Oktober 2022 memang menjadi modal positif bagi kubu MH Thamrin dalam menjaga stabilitas rupiah. Namun, ancaman capital outflow masih mengintai karena tren kenaikan suku bunga acuan global.
"Surplus akan menopang cadangan devisa dan stabilitas rupiah untuk level tertentu di tengah capital outflow," tutur Faisal dalam MacroBrief.
Seperti diketahui, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 5,67 miliar pada Oktober 2022, jauh di atas ekspektasi pasar sebesar US$ 4,5 miliar.
(mij/mij) Next Article BI Masih Tahan Suku Bunga Acuan di Level 3,5%