²©²ÊÍøÕ¾

Efek SVB Sampai ke Eropa, Big Bank RI Buka Suara

Zefanya Aprilia, ²©²ÊÍøÕ¾
28 March 2023 19:10
FILE PHOTO: A locked door to a Silicon Valley Bank (SVB) location on Sand Hill Road is seen in Menlo Park, California, U.S. March 10, 2023. REUTERS/Jeffrey Dastin/File Photo
Foto: REUTERS/JEFFREY DASTIN

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Industri perbankan tengah dikhawatirkan kinerjanya, akibat efek kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) yang telah menjalar secara global. Setelah krisis sejumlah bank di Amerika Serikat (AS), krisis tengah melanda Credit Suisse di Swiss dan Deutsche Bank di Jerman.

Adapun saham Deutsche Bank AG anjlok pada hari Jumat (24/3/2023) pekan lalu setelah biaya asuransi utang terhadap gagal bayar (Credit Default Swap/CDS) melonjak ke level tertinggi dalam beberapa tahun. Kenaikan CDS menjadi sinyal baru akan kekhawatiran investor terhadap bank global.

Meskipun begitu, 'big bank' di Indonesia kompak meyakini bahwa perbankan Indonesia aman dari krisis. Masing-masing bank besar itu juga yakin tidak akan terkena dampak SVB.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) atau BRI meyakini bahwa kemungkinan efek SVB pada industri perbankan Indonesia relatif kecil. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni tingginya permodalan perbankan RI, menurunnya utang luar negeri perbankan, dan kegiatan pasar finansial yang prudent.

"Selain itu struktur aset dan penerimaan perbankan RI relative terdiversifikasi dan fluktuasi imbal hasil surat berharga pemerintah RI minim. Risiko penurunan likuiditas global sudah menurun seiring dengan backstop Swap The Fed dengan bank sentral lainnya," ujar Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Selasa (28/3/2023).

Selaras dengan pernyataan itu, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) atau BNI Royke Tumilaar berpendapat bahwa kondisi perbankan di Indonesia berbeda.

"Kondisinya perbankan Indonesia agak berbeda ya. Karena komposisi asset di Indonesia mayoritas loan dan trade finacing. Surat berharga atau marketable securities relatif lebih kecil dan jangka waktu relatif tidak panjang," ujarnya saat dihubungi ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (27/3/2023).

Sementara itu PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) memandang bahwa krisis AS dan Eropa justru membawa keuntungan dengan menyebabkan penguatan mata uang regional.

"Fenomena kolapsnya beberapa bank di AS dan Eropa menurut hemat kami, cukup memberi sentimen negatif pada Dolar AS dan menyebabkan indeks Dolar AS melemah, sehingga justru berdampak pada penguatan pada mata uang regional," ujar Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (27/3/2023).

Ia menyampaikan pasar juga berekspektasi bahwa The Fed tidak akan terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga ke depan, sehingga risiko gejolak di pasar keuangan domestik relatif terbatas. Pada FOMC meeting Maret 2023, sesuai ekspektasi The Fed hanya menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi ke kisaran 4,75% sampai 5%, setelah sebelumnya sempat terdapat spekulasi kenaikan suku bunga yang lebih tinggi.

Di sisi lain, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja menilai bahwa krisis Credit Suisse terjadi karena bank Swiss yang berusia 167 tahun itu sudah salah sebelumnya. Tetapi tidak lama kemudian, bank itu kini berada di ambang kegagalan.

"Credit Suisse sudah salah sejak beberapa waktu lalu sudah seperti orang baru kena Covid-19 kena DBD (demam berdarah dengue) lagi," ujar Jahja kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (27/3/2023).

Jahja mengatakan pihaknya sudah menjaga risk management sejak lama. Berbeda dengan di AS, katanya, di mana middle size bank kurang menjaga risikonya.


(Zefanya Aprilia/ayh) Next Article Gonjang-Ganjing Credit Suisse Makan Korban Baru, Siapa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular