
Indonesia Mau Buang Dolar, Udah Siap?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Akhir-akhir ini, Indonesia semakin masif menerapkan transaksi bilateral dengan mata uang local currency settlement (LCS) dengan negara mitra dagang dan investasi. Tahun ini, merupakan tahun kelima bagi Indonesia yang sudah memulainya sejak 2018 bersama Malaysia dan Thailand.
Seperti diketahui, Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing. Ini merupakan transaksi yang memudahkan masyarakat untuk bisa berbelanja di negara tujuan menggunakan mata uang lokal, dalam hal ini rupiah.
Berdasarkan sejarahnya pada 2018 dulu, Bank Indonesia (BI) menginisiasi kerja sama LCS dengan Malaysia dan Thailand untuk mendorong penggunaan mata uang lokal oleh pelaku usaha dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral kedua negara. Dua tahun berselang, pada Agustus 2020 kerja sama serupa juga diimplementasikan dengan Jepang.
"Kerja sama ini dilakukan juga untuk mendorong penggunaan mata uang lokal (rupiah, ringgit, baht, yen) secara lebih luas untuk setelmen transaksi bilateral antara Indonesia dengan Malaysia, Thailand, dan Jepang," terang BI dalam laman resminya, dikutip Senin (10/4/2023).
Kemudian, pada 6 September 2021, kerjasama LCS juga efektif diimplementasikan dengan China. Kerangka kerja sama LCS antara Indonesia dan China meliputi antara lain penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung dalam transaksi antara mata uang rupiah dan yuan, serta relaksasi regulasi tertentu untuk mendorong penggunaan mata uang lokal.
Sejauh ini, BI mengungkapkan implementasi LCS telah memberikan banyak manfaat untuk Indonesia dan negara bilateral. Dari sisi biaya, BI melaporkan melalui LCS konversi transaksi menjadi lebih efisien karena tersedianya alternatif pembiayaan ekspor/direct investment dalam mata uang lokal. Selain itu, LCS juga memberikan manfaat dengan tersedianya alternatif instrumen hedging dalam mata uang lokal, dan (iv) diversifikasi eksposur mata uang yang digunakan dalam penyelesaian transaksi.
BI mengungkapkan dominasi dolar AS dalam pasar keuangan domestik menjadi salah satu alasan mendasar dilakukannya kerja sama LCS antara Bank Indonesia dengan otoritas lain. Penggunaan mata uang dolar AS sebagai settlement currency dalam transaksi perdagangan bilateral Indonesia dengan negara mitra dagang hingga saat ini masih dominan, yaitu di atas 90% pada transaksi ekspor dan di atas 85% pada transaksi impor.
Dalam struktur ekonomi Indonesia, dominasi dolar AS sebagai settlement currency dalam perdagangan Indonesia dengan berbagai mitra dagang menimbulkan ketergantungan ekonomi yang tinggi terhadap dolar AS, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko kerentanan eksternal ekonomi Indonesia terhadap shock yang bersumber dari dinamika ekonomi global.
Akibat ketergantungan yang tinggi terhadap dolar AS, setiap berita terkait kerentanan ekonomi global akan mendorong pelaku pasar keuangan bereaksi. Hal tersebut dapat berdampak pada stabilitas makroekonomi Indonesia, yaitu melalui jalur volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Bagi pelaku usaha, volatilitas nilai tukar rupiah dapat mempengaruhi stabilitas bisnis karena kewajiban pembayaran utang luar negeri atau perdagangan menjadi sulit diprediksi. Sementara dalam skala besar perekonomian, stabilitas nilai tukar menjadi ukuran penting untuk mendukung pertumbuhan dunia usaha secara berkelanjutan.
Sebagai catatan, BI telah mengubah nama LCS menjadi Local Currency Transaction (LCT). Hal ini dimungkinkan karena BI akan memperluas fungsi LCS yang tidak hanya mencakup settlement perdagangan, tetapi juga pembayaran transaksi individu.
Saat ini, menurut BI, kerja sama LCT Indonesia sudah diimplementasikan dengan Tiongkok, Jepang, Malaysia, dan Thailand. Sementara itu, untuk Singapura, telah ditandatangani MOU pada 29 Agustus 2022 dan tengah dalam tahap penjajakan untuk implementasi pada tahun 2023.
Ke depannya, BI telah merencanakan kerja sama LCT dengan Arab Saudi dan India.
(haa/haa) Next Article Video" Indonesia Mulai "Tinggalkan" Dolar AS, Sudah Tepat?