
AS Terancam Default Bulan Depan, Pasar Mulai Gonjang-ganjing!

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street ditutup berjatuhan pada perdagangan Selasa kemarin, di mana kekhawatiran akan krisis perbankan di AS kembali muncul jelang keputusan suku bunga terbaru bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,08% ke posisi 33,684.53, S&P 500 ambrol 1,16% ke 4,119,58, dan Nasdaq Composite merosot 1,08% menjadi 12,080,51.
Saham perbankan di AS merosot, karena investor mempertanyakan stabilitas lembaga keuangan regional yang lebih kecil setelah krisis yang melanda Silicon Valley Bank (SVB) dan First Republic Bank dan keduanya pun di ambang kebangkrutan.
Saham-saham bank di AS seperti Bank regional PacWest dan Western Alliance masing-masing anjlok hingga 27% dan 15%. Sedangkan saham bank raksasa di AS seperti Goldman Sachs dan Citigroup juga ambles lebih dari 2%, dan Bank of Amerika (BoA) ambrol sekitar 3%.
Hal ini juga terjadi setelah JPMorgan Chase resmi memenangi lelang atas akuisisi First Republic Bank, yang baru-baru ini ditimpa krisis. ÌýNamun, saham JPMorgan juga berbalik arah merosot 1,6%, setelah sempat melesat di awal sesi perdagangan kemarin.
Sebelumnya menurut laporan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) pada Senin kemarin, JPMorgan akan mendapatkan semua simpanan dari First Republic Bank termasuk sebagian besar asetnya.
JPMorgan mendapatkan sekitar US$ 92 miliar dalam bentuk deposito pada kesepakatan tersebut, termasuk sebesar US$ 30 miliar yang telah didepositkan JPMorgan dan bank-bank besar lainnya ke dalam First Republic bulan lalu. Bank ini juga mengambil pinjaman US$ 173 miliar dan sekuritas US$ 30 miliar.
"Kami berpikir bahwa kekhawatiran seputar sektor bank, dikombinasikan dengan kegelisahan terkait plafon utang AS, dan yang paling penting kekhawatiran atas sikap kebijakan suku bunga The Fed yang tidak pasti di masa depan, semuanya berkontribusi terhadap sentimen penghindaran risiko ini. Jadi di area seperti sektor bank yang sudah mengalami tekanan, kami juga melihat kegelisahan yang lebih besar karena faktor-faktor penyebab lainnya ini," kata Greg Bassuk, CEO AXS Investments, dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾ International.
Pasar juga dikhawatirkan dengan utang AS yang cenderung bermasalah. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa AS bakal gagal membayar utang (default) pada 1 Juni mendatang.
Hal ini akibat alotnya pembahasan untuk menaikkan plafon utang AS. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kini dipimpin Partai Republik memilih untuk menaikkan menaikkan batas pinjaman nasional.
Ada syarat yakni pemotongan drastis anggaran belanja karena pemerintah dianggap terlalu boros, yang bakal menjadi sandungan bagi Presiden Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat.
"Perkiraan terbaik kami adalah bahwa kami tidak akan dapat terus memenuhi semua kewajiban pemerintah pada awal Juni, dan berpotensi paling cepat 1 Juni," katanya dikutip AFP, Selasa (2/5/2023).
Di lain sisi, pasar masih menanti sikap The Fed terhadap kebijakan suku bunga acuan, meski pelaku pasar sudah memprediksi bahwa The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan Selasa-Rabu pekan ini.
Pertemuan kebijakan FOMC The Fed selama dua hari telah dimulai pada Selasa kemarin dan diperkirakan akan diakhiri dengan bank sentral mengumumkan kenaikan suku bunga seperempat poin lagi pada Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Sejauh ini, menurut alat FedWatch CME Group, sekitar 91,5% investor bertaruh bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp). Sedangkan 8,5% investor bertaruh The Fed akan mempertahankan suku bunganya.
Pelaku pasar di Wall Street juga akan memantau dengan cermat pernyataan dari Ketua The Fed, Jerome Powell yang akan memberikan petunjuk tentang arah kebijakan moneter The Fed ke depan.
(chd/chd)