
Jawab Nyinyiran Soal Food Estate, Prabowo Kutip Quote JFK Ini

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto berkomentar soal beberapa keraguan akan program Food Estate yang ia gadang. Menteri Pertahanan (Menhan) itu pun menjabarkan visinya secara lengkap di bidang pertanian.
Dalam menjelaskan visi ekonominya, Prabowo mengutip salah satu pernyataan dari Presiden ke 35 Amerika Serikat John F Kennedy. Gagasan ini ia kemukakan dalam acara Market Outlook Trimegah di Jakarta, Kamis, (1/1/2024).
"John F. Kennedy pernah mengatakan, If a free society cannot help the many who are poor, it cannot save the few who are rich. Untuk menjaga kekuatan ekonomi kita dan mencapai ketenangan dan stabilitas kita harus urus masalah fundamental rakyat," ujar Prabowo.
Salah satu masalah fundamental itu adalah soal pangan, sehingga dirinya menginisiasi program swasembada pangan jika terpilih.
"Kalau di pulau Jawa petani harus dibantu pupuk, dan harus kita bantu efisien, banyak pat gulipat harga pupuk. Jangan terlalu banyak org di tengah yang memanfaatkan. Karena ujungnya krisis pangan," jelasnya.
Sementara itu, Prabowo mengaku heran ada tokoh yang mempermasalahkan program food estatenya.
"Food estate adalah keharusan. Kalau ada tokoh nasional yang mempermasalahkan food estate itu antara dia tak paham atau tak mau paham. Ini gagasan sudah dari Bung Karno bahkan Belanda. Masa depan kita sangat cerah," tandas Prabowo.
Selanjutnya, ia mengatakan, ancaman lainnya yang dihadapi masyarakat adalah krisis air. Dia mengatakan, akan mengatasi masalah ini dengan menyulap rawa menjadi sawah.
"Kita akan atasi masalah air. Kita punya rawa. Rawa itu ada dua macam, istilahnya saya kurang menguasai, tapi Kita punya 22 juta hektar rawa. dari 22 juta, 11 juta rawa itu bisa dirobah jadi lumbung padi," kata dia.
Ke depan, food estate akan dibangun di atas Rawa. Hal ini diklaim telah terbukti di tanah Kalimantan Selatan dengan 50 ribu hektar sawah yang terbangun di atas tanah gambus.
Untuk menciptakan hal ini, Prabowo butuh bantuan praktisi, sehingga jika diangkat nanti, ia berjanji akan mengangkat Menteri yang berasal dari kalangan profesional.
"Menteri pertanian sekarang seorang praktisi, kalau saya yang terima mandat mungkin bisa menduga siapa yang akan saya pilih. I only wants doer. Jadi bukan soal usia tapi kemampuan. Jadi jangan menghina orang karena usia, ini terlalu muda, ini terlalu tua. Enak aja," jelasnya.
Food Estate Dicap Gagal
Food estate mendadak jadi sorotan akhir-akhir ini. Berawal dari kritikan-kritikan yang dilontarkan para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bahkan sejak sebelum diumumkan jadi capres dan cawapres.
Berulang kali, proyek ini disebut gagal. Bahkan, proyek ini disebut sebagai kejahatan lingkungan.
Lalu dalam debat Cawapres hari Minggu malam (21/1/2024), Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Mahfud MD kompak mengkritik food estate yang merupakan proyek gagal dan merusak lingkungan. Setelah sebelumnya Cak Imin menyatakan bakal menghentikan proyek itu karena merugikan petani.
Banyaknya kritikan dan pro-kontra pada program ini diakibatkan karena food estate sebagai salah satu program unggulan pemerintah yang diklaim untuk mewujudkan kemandirian pangan Indonesia dinilai akan menimbulkan masalah lingkungan, hak asasi manusia, dan keberlanjutan. Dampak positifnya hingga kini juga belum banyak dirasakan.
Program yang membutuhkan biaya cukup besar serta fokus pelaksanaannya berada di lahan-lahan yang berstatus sebagai kawasan hutan baik itu hutan lindung, hutan produksi dimana sebagiannya berada di kawasan areal penggunaan lain (APL) dan di atas lahan gambut menuai kritik dari berbagai pihak.
Bukan tanpa alasan, penolakan bersumber dari rekam jejak program pada rezim sebelumnya yang sempat mencatatkan kegagalan.
Sementara itu, tentunya isu lingkungan menjadi perhatian utama bagi yang kontra terhadap food estate. Banyak penelitian bahkan kajian yang membuktikan bahwa program lumbung pangan nasional ini menimbulkan berbagai ancaman bagi kelestarian lingkungan.
Salah satu contoh investigasi yang dilakukan Tempo di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, bersama dengan the Gecko Project yang didukung oleh Greenpeace, Rainforest Investigations Network of Pulitzer Center dan Internews' Earth Journalism Network yang menunjukkan bahwa dalam pembangunan food estate banyak ditemukan pelanggaran aturan pemerintah yang dilakukan oleh perusahaan swasta.
Aktivitas dibukanya lahan hutan yang meningkatkan deforestasi dan pemanasan global telah menyebabkan banjir di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah.
Selain di Kalimantan Tengah, berdasarkan laporan Walhi 2021, konflik agraria juga terjadi di sejumlah wilayah ketetapan food estate.
Di Papua misalnya, penolakan masyarakat adat terhadap food estate bukan tanpa alasan, melainkan karena melihat pengalaman akibat program lumbung pangan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membuat masyarakat adat Malind Anim dan masyarakat adat lainnya kehilangan hak ulayat dimana tanahnya dikonversi menjadi lahan MIFEE.
(ayh/ayh) Next Article Prabowo Ditanya Soal Kebijakan Rupiah, Ini Jawabannya!
